Mohon tunggu...
Nabila Aulia Hasrie
Nabila Aulia Hasrie Mohon Tunggu... Freelancer - Mahasiswi

BA (Hons) - Queen's University of Belfast, the UK MA - Columbia University, the US

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Meninjau Efektivitas BRI dan Persepsi Global Terhadap Skema Pinjaman Utang Tiongkok

8 Mei 2024   19:56 Diperbarui: 24 Mei 2024   21:28 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bahkan dengan kenyataan perusahaan komersial besar seperti Tesla, yang 'gigafactory'nya di Shanghai diperkirakan akan meningkatkan produksi dalam waktu dekat, kini telah mengalami anjlokan signifikan pada nilai saham mereka. Selain itu, perusahaan-perusahaan otomotif lain kian menyusul dalam hal produksi mobil listrik. BYD misalnya, diperkirakan dapat mengambil alih dominasi Tesla di pasar kendaraan elektrik.

Selain itu, terdapat kemungkinan besar bahwa banyak negara penerima hutang Tiongkok tidak akan pernah mampu membayar utang BRI mereka. Ini mengingat negara-negara termiskin di dunia berkembang secara jauh lebih lambat dibandingkan negara-negara kaya.

Beberapa orang yang terlibat dalam investasi Tiongkok di Afrika menyatakan bahwa persyaratan hutang Tiongkok mungkin ketat, namun mereka masih dapat memberikan keuntungan bagi Afrika. Bahkan terlepas dari perjanjian yang eksploitatif pun, skema pemberian hutang oleh BRI sebenarnya juga menghasilkan keuntungan bagi sebagian orang. Ingat, sebagian orang.

Namun seperti yang diketahui oleh masyarakat di negara-negara dimana proyek-proyek BRI dilaksanakan, tetap saja terdapat banyak penolakan terhadap proyek-proyek yang dibayar dengan kredit Tiongkok tersebut. Hal ini terutamanya disebabkan oleh kecemburuan sosial di kalangan kelas menengah-bawah lokal, dimana, pekerja negara asal yang dianggap low-skilled tak jarang digantikan posisinya oleh para pekerja migran dari Tiongkok. 

Sementara lainnya yang tidak bekerja sama sekali, merasa pemerintah mereka telah mengkhianati bangsanya sendiri karena membiarkan mereka menderita dalam kemiskinan sementara pintu menuju lowongan pekerjaan dibuka selebar-lebarnya untuk pekerja asing. Selain itu, terdapat juga suatu prospek bahwa aset-aset negara bisa jadi akan diakuisisi oleh Tiongkok jika terjadi gagal bayar.

Kesimpulan


Terlepas dari itu semua, kredit dari Tiongkok akan tetap siap untuk digunakan oleh puluhan negara berkembang, setidaknya untuk saat ini dan beberapa tahun kedepan. Proyek-proyek tetap akan dibangun dan semua itu tersedia dengan mengorbankan hutang. Betapa baiknya jika pemerintah bisa lebih bijak lagi dalam mempertimbangkan, tidak hanya keuntungan negara untuk jangka pendek namun juga keuntungan untuk jangka panjang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun