Tidak hanya sampai di ciri-ciri dari prejudice saja, kita juga akan membahas tentang bentuk-bentuk prasangka sosial. Terdapat dua bentuk prasangka sosial, yaitu prasangka terang-terangan (blatant prejudice) dan prasangka halus (subtle prejudice) (Adelina et al., 2017). Blatant prejudice terdiri dari dua bagian, yaitu ancaman dan pengucilan kelompok luar (the threat and rejection of outgroup) dan anti-intimasi (the anty-intimacy). Dalam pelecehan seksual sendiri, bentuk blatant prejudice yang sering terjadi yaitu the threat and rejection of outgroup. Hal ini banyak terjadi pada para korban pelecehan seksual maupun kekerasan seksual, yakni para korban selalu dikucilkan oleh masyarakat sekitar. Sedangkan subtle prejudice terdiri dari tiga bagian, yaitu mempertahankan nilai-nilai tradisional (the defence of traditional value), melebih-lebihkan perbedaan budaya (the exaggeration of cultural differences), dan menyangkal emosi positif (the denial of positive emotions).
Dengan masih maraknya beredar anggapan-anggapan pelecehan seksual terjadi dikarenakan cara berpakaian korban menjadi contoh terdapat bagian dari prasangka halus yaitu the defence of traditional value. Padahal hal ini sudah disangkal oleh survei-survei yang telah dilakukan dan menyebutkan bahwa cara berpakaian tidaklah menjadi alasan terjadinya pelecehan seksual maupun kekerasan seksual. Hal ini menunjukkan bahwa masih terdapat bagian the denial of positive emotions dimana masyarakat masih banyak menyakal akan informasi tersebut. Sementara the exaggeration of cultural differences dimana masyarakat beranggapan bahwa cara berpakaian ini meniru budaya dari luar. Adanya perbedaan ini lah, masyarakat beranggapan bahwa budaya luar tidak sesuai dengan Indonesia. Kenyataannya bahwa setiap orang memiliki fashion mereka sendiri, tidak semata-mata meniru cara berpakaian budaya luar.
KESIMPULAN
Mengingat banyaknya prasangka, stereotip, label, dan stigma yang ada di masyarakat kepada perempuan di Indonesia ini membuat banyak perempuan mulai berani untuk speak up akan hal ini kepada publik. Seperti yang dilakukan Tika and The Dissidents dengan menciptakan lagu “Tubuhku Otoritasku” yang secara tidak langsung bisa menjadi lagu kampanye akan prasangka yang ada di masyarakat tentang perempuan Indonesia. Sebagai perempuan, kita sudah melakukan berbagai macam cara untuk mengurangi pikiran negatif dan prasangka-prasangka yang buruk akan penampilan perempuan Indonesia. Berbagai macam cara sudah dilakukan, tetapi prasangka-prasangka tersebut masih ada. Hal tersebut dapat dimaklumi mengingat populasi penduduk Indonesia jumlahnya sungguh banyak.
Cara-cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi berbagai macam prasangka di masyarakat Indonesia dimana menyorot tentang pakaian perempuan saat menjadi korban pemerkosaan itu banyak sekali. Dengan membayangkan kita berada dalam situasi yang sama, orang dapat berpikir tentang bagaimana mereka akan bereaksi serta lebih memahami perilaku orang lain. Selain itu, kita dapat memperoleh dukungan dan kesadaran publik untuk norma-norma sosial anti prasangka, hal ini sudah terlihat dari adanya lagu “Tubuhku Otoritasku”. Kita juga bisa meningkatkan kontak dengan anggota kelompok sosial lainnya, interaksi antar kelompok atau organisasi sosial akan meningkatkan kesadaran dan kepedulian akan prasangka-prasangka yang nantinya menyebar kepada masyarakat. Hal penting yang harus bisa dilakukan adalah mengesahkan perundang-undangan yang mensyaratkan perlakuan yang adil dan setara bagi semua kelompok masyarakat. (Cherry, 2020). Cara-cara yang sudah disebutkan di atas diharapkan dapat mengurangi maraknya kasus pelecehan seksual dan juga prasangka yang timbul dari kasus pelecehan seksual yang menyalahkan korban.
DAFTAR PUSTAKA
Adelina, F., Hanurawan, F., & Suhanti, I. Y. (2017). Hubungan Antara Prasangka Sosial dan Intensi Melakukan Diskriminasi Mahasiswa Etnis Jawa Terhadap Mahasiswa yang Berasal dari Nusa Tenggara Timur. Jurnal Sains Psikologi, 6(1), 1–8.
Anindyajati, G. (2018, August 8). More support needed for rape victims. Retrieved June 8, 2021, from TheJakartaPost:
Al Rahman, N. (2019). Pelecehan Seksual Verbal Pada Mahasiswi Berjilbab (Studi Tentang Pemaknaan Pengalaman Pelecehan Seksual Verbal Bagi Mahasiswi Berjilbab di Kota Surabaya) (Doctoral dissertation, Universitas Airlangga).
Astungkoro, R., & Puspita, R. (2019, November 27). Persentase Pelecehan Seksual di Transportasi Umum Tinggi. Retrieved June 9, 2021, from Republika.co.id : https://republika.co.id/berita/q1mklq428/persentase-pelecehan-seksual-di-transportasi-umum-tinggi
BNA Communications, Inc. (2014). Preventing Sexual Harassment. Retrieved from BNA Communications, Inc.: