Mohon tunggu...
Lalacitra Fitri Suwari
Lalacitra Fitri Suwari Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Mahasiswi Ekonomi Syariah IPB

Selanjutnya

Tutup

Money

Kontribusi Ekonomi Syariah dalam Perekonomian Indonesia di Masa Pandemi Covid-19

15 Maret 2022   14:36 Diperbarui: 15 Maret 2022   14:45 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) yang dimulai sejak kwartal pertama tahun 2020 berdampak multidimensi, salah satunya pada pelemahan perekonomian global dan nasional.

Fenomena perlambatan tersebut menyebabkan melemahnya daya beli atau tingkat konsumsi rumah tangga, adanya ketidakpastian investasi, turunnya harga komoditas, memburuknya sistem keuangan, dan meningkatnya pengangguran serta kemiskinan. Rantai keterpurukan ekonomi ini menunjukkan bahwa dampak pandemi terhadap perekonomian tidak hanya menyebabkan penurunan fundamental ekonomi riil, tetapi juga menggerogoti kelancaran mekanisme pasar.

Meski demikian, pandemi juga memberikan peluang bagi pengembangan ekonomi syariah. Pemerintah telah merancang dan melaksanakan berbagai program dalam rangka pengentasan kemiskinan di masa pandemi, termasuk peningkatan peran ekonomi syariah. Peluang ekonomi syariah di masa pandemi ini, bisa membantu memulihkan perekonomian.

Data Global Islamic Economy Report 2020-2021 menunjukkan bahwa Indonesia menduduki peringkat keempat dalam hal pengembangan ekonomi syariah. Hal itu selaras dengan Laporan Bank Indonesia tahun 2021 yang menunjukkan keuangan syariah di Indonesia tumbuh postif di tengah pandemi dan aset perbankan syariah tumbuh 15,6 persen.

Fakta tersebut menggambarkan kontribusi penting ekonomi syariah dalam mendorong pemulihan dan kebangkitan ekonomi Indonesia di masa pandemi. Ekonomi syariah merepresentasikan kekuatan baru yang sedang membentuk dirinya untuk menjadi sistem yang matang dan mandiri. Kehadirannya tidak hanya sebagai jawaban atas ketidakadilan sistem sosial ekonomi kontemporer, tetapi juga sebagai kristalisasi upaya intelektual yang telah berlangsung sangat lama dalam sejarah umat Islam. Keberadaan ekonomi syariah telah mampu memantapkan dirinya sejajar dengan ekonomi yang tidak berdasarkan syariah/ekonomi konvensional.

Mengenal Ekonomi dan Keuangan Syariah 

Ekonomi syariah lahir dari sistem perbankan. Di Indonesia, lahirnya ekonomi dan keuangan syariah dapat ditelusuri dari kemunculan bank syariah tahun 1991, yakni ketika Bank Muamalat Indonesia (BMI) didirikan sebagai bank syariah pertama di Indonesia. BMI mulai beroperasi tahun 1992 berdasarkan UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, yang kemudian direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa ada dua sistem perbankan di Indonesia, yaitu perbankan konvensional dan perbankan syariah (Hutapea & Kasri, 2010). Saat ini, keuangan syariah telah tumbuh secara signifikan. Nilai total aset keuangan syariah Indonesia tumbuh sebesar 31,77% menjadi Rp 1.801,40 triliun, jauh lebih tinggi dibandingkan total nilai tahun 2019 sebesar Rp 1.367,06 triliun. Selanjutnya, di antara berbagai sektor keuangan syariah, pasar modal syariah memiliki total aset terbesar, yaitu 1.076,22 triliun rupiah. Industri perbankan syariah memiliki total aset sebesar 608,90 triliun rupiah, sedangkan sektor keuangan non bank syariah memiliki total aset terkecil, yaitu 116,22 triliun rupiah. Secara keseluruhan, industri keuangan syariah Indonesia memiliki pangsa pasar sebesar 9,95%. 

Pendirian perbankan syariah diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berbagai penelitian tentang hubungan antara keuangan syariah dan pertumbuhan ekonomi menyimpulkan bahwa perbankan syariah telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Keuangan Islam adalah sistem yang diturunkan dari Al-Qur'an dan Hadist. Dalam berbagai bentuknya, struktur keuangan Islam telah menjadi peradaban yang tidak berubah selama empat belas abad. Selama tiga dekade terakhir, struktur keuangan Islam muncul sebagai salah satu implementasi modern yang paling penting dan sukses dari sistem hukum Islam, dan sebagai percontohan untuk reformasi dan pengembangan hukum Islam di masa depan.

Sistem keuangan Islam dicirikan oleh beberapa karakteristik, yakni: 1) Aset publik dalam sistem keuangan Islam adalah milik Allah; 2) Nabi adalah orang pertama yang mempraktekkan keuangan Islam; 3) AlQur'an dan Hadist menjadi sumber fundamental keuangan Islam; 4) Sistem keuangan Islam adalah sistem keuangan universal; 5) Keuangan khusus dalam Islam mendukung sistem keuangan Islam; 6) Sistem keuangan Islam menganut prinsip alokasi jasa sebagai sumber penerimaan Negara; 7) Sistem keuangan Islam dicirikan oleh transparansi; 8) Sistem keuangan Islam adalah gerakan kebaikan; dan 9) Sistem keuangan Islam adalah modal toleransi bagi umat Islam. 

Pada masa pandemi Covid-19, perbankan dan keuangan syariah menjadi alternatif terbaik dalam mengatasi krisis keuangan. Keuangan syariah telah menjadi salah satu sektor dengan pertumbuhan tercepat di industri keuangan global, bahkan melampaui pasar keuangan konvensional. Global Islamic Economic Report (2020) memperkirakan nilai aset keuangan syariah meningkat 13,9% pada 2019, dari $2,52 triliun menjadi $2,88 triliun.

Akibat dampak dari krisis COVID-19, nilai aset keuangan syariah diperkirakan tidak menunjukkan pertumbuhan pada tahun 2020 tetapi diproyeksikan akan pulih dan tumbuh pada tingkat pertumbuhan tahunan gabungan (CAGR) 5 tahun sebesar 5% mulai tahun 2019 dan diprakirakan dapat mencapai $3,69 triliun pada tahun 2024. Prakiraan ini realistis karena pada kenyataannya aset sektor perbankan syariah tumbuh 15,6% (year on year/yoy) pada Mei 2021 dan mencapai Rp 598,2 trilyun, sehingga pasar modal syariah mampu mencatatkan pertumbuhan investor sebesar 9,3% dalam tiga bulan pertama tahun 2021. 

Sistem keuangan syariah merupakan sistem keuangan yang menjembatani antara pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana melalui produk dan jasa keuangan yang sesuai dengan prinsip syariah. Keuangan syariah dipercaya sebagai salah satu instrumen yang berperan penting dalam mendukung program pemulihan ekonomi dan mengurangi kemiskinan melalui pemberdayaan usaha/ekonomi masyarakat. Hal ini disebabkan keuangan syariah yang memberi cara, kerangka, yang mengatur aset dan transaksi berdasarkan prinsip keadilan dan ketulusan, sesuai dengan prinsip-prinsip sistem keuangan dalam islam, yaitu: 

1. Kebebasan bertransaksi, tetapi harus berdasarkan asas musyawarah mufakat dan tidak ada yang dirugikan, berdasarkan akad yang sah. Transaksi tidak boleh pada  produk ilegal. Asas musyawarah untuk mufakat dalam melakukan kegiatan usaha atau komersial sangatlah penting. Tidak ada unsur paksaan dalam hal ini yang dapat saling merugikan; 

2. Bebas dari unsur maisyir, gharar, riba, dan bathil (MAGHRIB). Maisyir (perjudian atau spekulasi) dilarang untuk mengurangi konflik dalam sistem keuangan, gharar adalah penipuan atau kerancuan, riba artinya mengambil tambahan dengan cara batil; 

3. Bebas dari upaya pengendalian dan manipulasi harga; 

4. Setiap orang berhak memperoleh informasi yang seimbang, memadai, akurat, sehingga bebas dari ketidaktahuan dalam bertransaksi; dan 

5. Para pihak yang bertransaksi harus memperhatikan kepentingan pihak ketiga yang dapat diganggu, untuk itu pihak ketiga diberikan hak atau pilihan. 

Tujuan utama dari sistem keuangan syariah adalah menghilangkan bunga dari semua transaksi keuangan dan menjalankan kegiatannya sesuai dengan prinsip-prinsip Islam, distribusi kekayaan yang adil dan merata demi kemajuan pembangunan ekonomi. Sistem keuangan syariah bertujuan untuk memberikan layanan keuangan halal kepada umat Islam. Selain itu, keuangan syariah diharapkan juga mampu memberikan kontribusi yang layak bagi pencapaian tujuan sosial ekonomi Islam. Sasaran utamanya adalah kemakmuran ekonomi, perluasan kesempatan kerja, tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pemerataan sosial ekonomi dan distribusi pendapatan, kekayaan yang adil, stabilitas nilai uang, dan mobilisasi dan investasi tabungan untuk pembangunan ekonomi yang mampu memberikan jaminan keuntungan (profit sharing) kepada masyarakat. 

Sistem keuangan syariah diharapkan dapat menjadi alternatif terbaik dalam mencapai kesejahteraan masyarakat. Penghapusan prinsip bunga dalam sistem keuangan syariah memiliki dampak makro yang signifikan, karena bukan hanya prinsip investasi langsung yang harus bebas bunga, tetapi prinsip investasi tidak langsung juga harus bebas bunga. Perbankan sebagai lembaga keuangan utama dalam sistem keuangan dewasa ini tidak hanya berperan sebagai financial intermediary, tetapi juga sebagai industri penyedia jasa keuangan dan instrumen utama kebijakan moneter. Prinsip-prinsip hukum syariah memiliki perbedaan dengan keuangan konvensional. Perbedaan tersebut dapat dijadikan dasar praktik keuangan yang harus sesuai dengan syariah, yaitu: 

1. Larangan bunga (riba): dalam sistem keuangan konvensional, penerimaan dilakukan melalui bunga (riba), sedangkan dalam hukum Islam praktik riba tidak diperbolehkan; 

2. Larangan ketidakpastian: ketidakpastian dalam kontrak tidak diperbolehkan karena dapat menyebabkan kegiatan spekulatif yang melibatkan gharar (ketidakpastian yang berlebihan); 

3. Risk of profit and loss sharing: pihak-pihak yang terlibat dalam transaksi keuangan harus berbagi risiko dan keuntungan antara pemberi pinjaman dan peminjam; 

4. Etika Investasi: investasi dalam industri/kegiatan yang dilarang dalam Al-Qur'an (seperti alkohol, perjudian dan babi) tidak diperbolehkan; dan 

5. Aset nyata: setiap transaksi harus nyata dan dapat diidentifikasi. Hutang tidak dapat dijual sehingga risiko terkait tidak dapat dialihkan kepada orang lain.

Kinerja dan Kontribusi Ekonomi Syariah terhadap Pembangunan Ekonomi 

Laporan Bank Indonesia (2021) terkait kinerja ekonomi dan keuangan syariah menunjukkan bahwa ekonomi syariah nasional mampu berdaya tahan di tengah proses perbaikan ekonomi yang terus berlanjut sepanjang tahun 2021. Perbaikan kinerja ini tercermin dari pertumbuhan sektor prioritas rantai nilai halal (halal value chain, HVC) terhadap produk domestik bruto (PDB) selama triwulan I sampai dengan triwulan III 2021 terus bergerak dalam fase recovery, sejalan dengan perbaikan pada ekonomi nasional.

Pada triwulan I 2021, HVC masih terkontraksi sebesar -0,20% (yoy) namun perlahan membaik dibandingkan periode akhir tahun 2020. Pemulihan ini ditopang oleh kinerja sektor pertanian dan makanan halal yang konsisten tumbuh positif selama masa pandemi Covid-19. Pertumbuhan sektor pertanian didorong oleh peningkatan subsektor tanaman pangan, hortikultura, dan peternakan.

Selain itu, dukungan kebijakan pengembangan ekonomi syariah nasional yang semakin terfokus juga berkontribusi besar. Salah satunya ditandai dengan penetapan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2020 tentang Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS).Walau demikian, kinerja ekonomi syariah terkontraksi akibat pandemi Covid-19. Pertumbuhan HVC tahun 2020-2021 mengalami penurunan signifikan jika dibandingkan pertumbuhannya di tahun 2019 yang mencapai 5,71%. Penurunan terjadi akibat adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) pada tahun 2020 dan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) sejak awal tahun 2021, yang menyebabkan produktivitas beberapa sektor industri terhambat (Katadata.co.id, 2021). 

Bank Indonesia (BI) juga memerinci kontribusi ekonomi syariah pada tahun 2015 sebesar 24,28%, kemudian meningkat pada tahun 2016 menjadi 24,31%, dan pada tahun 2017 masih naik menjadi 24,47%. Peningkatan kontribusi juga terjadi di tahun 2018 menjadi 24,61%, pada tahun 2019 menjadi 24,76%, pada tahun 2020 menjadi 24,86%, dan hingga tiga kuartal tahun 2021 kontribusinya melesat ke 25,44%. Peningkatan kontribusi ini didukung oleh kebijakan pengembangan ekonomi syariah nasional yang semakin fokus terutama setelah terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 39 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Jaminan Produk Halal.

Perekonomian nasional didasarkan pada demokrasi ekonomi dengan prinsipprinsip kebersamaan, berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, efisien dan mandiri, dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional. Indonesia dengan penduduk muslim mencapai 87 persen menjadikannya sebagai Negara dengan jumlah penduduk muslim terbesar di dunia. Dengan potensi tersebut didukung oleh sumber daya alam yang melimpah, ekonomi dan keuangan syariah diharapkan dapat berkontribusi secara signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Beberapa penelitian membuktikan bahwa perbankan syariah secara positif dan signifikan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi (Imam & Kpodar 2016; Mensi et al 2020).

Penelitian serupa mengungkapkan bahwa perbankan syariah menjadi alternatif penyedia layanan keuangan dalam meningkatkan total pembiayaan proyek investasi bagi pengusaha yang hanya menggunakan layanan keuangan berbasis syariah (Rizvi dkk 2020). Perluasan dan pembukaan lahan usaha baru melalui pembiayaan perbankan syariah mampu mempercepat perputaran roda perekonomian di Indonesia. Sistem ekonomi syariah telah berhasil menjadi solusi atas masalah ketidakadilan yang muncul akibat sistem ekonomi konvensional. Hal ini menunjukkan bahwa islam memang membawa kebaikan bagi semua. Islamisasi dalam bidang ekonomi menjadikan perekonomian yang ada lebih islami dan lebih adil. 

Sistem ekonomi syariah memiliki keunggulan baik dari segi ilmu maupun dari sistemnya. Dalam ekonomi islam juga ada sistem bagi risiko. Di bank konvensional, jika peminjam bangkrut, bank tidak mau repot dan jaminannya akan diambil, tetapi dalam sistem ekonomi Islam, ada periode penangguhan. Ekonomi Islam juga merupakan solusi jitu untuk pengentasan kemiskinan. Sistem ekonomi islam tidak bertujuan mengumpulkan kekayaan sebanyak mungkin, tetapi bagaimana kehidupan yang lebih baik dicapai bersama, artinya saling tolong menolong dalam kebaikan. 

Pandemi Covid-19 telah memberikan guncangan pada sisi supply perekonomian. Rantai keterpurukan ekonomi ini menunjukkan bahwa bencana akibat Covid-19 terhadap perekonomian tidak hanya menyebabkan penurunan (besar) fundamental ekonomi riil, tetapi juga menggerogoti kelancaran mekanisme pasar (Surico & Galeotti 2020). Mengingat aspek vital perekonomian yaitu supply, demand, dan rantai pasok telah terganggu, dampak krisis akan dirasakan secara merata di seluruh lapisan masyarakat dan yang paling rentan adalah kelompok mikro dan sektor informal dengan pendapatan harian. Islam sebagai agama yang mengajarkan manusia untuk saling mencintai, menunjukkan kasih sayang dan simpati, memiliki konfigurasi amal dari ajarannya, di antaranya berupa perintah untuk memberikan infaq, shadaqah, zakat, dan wakaf, yang dapat berimplikasi selain meningkatkan keimanan dan menumbuhkan rasa kemanusiaan yang tinggi, juga dapat mengatasi berbagai permasalahan dalam kehidupan sosial, ekonomi, pendidikan, dan aspek kehidupan lainnya. Peran ini diharapkan dapat mengatasi goncangan ekonomi akibat dampak pandemi Covid-19. Pemanfaatan seluruh sumber daya yang ada melalui peran zakat, infaq dan shadaqah serta relasi yang dibangun menjadi salah satu cara mengatasi krisis kelaparan, kemiskinan dan kesehatan. 

Secara teoritis, pembiayaan bank syariah berkontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi karena secara langsung memfasilitasi proses pembangunan. Hal ini terlihat dari kontribusi kegiatan pembiayaan yang meningkatkan produktivitas ekonomi, yang berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat kemudian akan membantu dalam mendorong proses pembangunan (Achmad 2016). Selain itu, jenis aktivitas pembiayaan ini memiliki hubungan jangka panjang yang signifikan dengan pertumbuhan ekonomi (Kassim 2016). World Bank menyarankan empat langkah yang perlu dilakukan untuk meningkatkan kontribusi keuangan syariah pada pemuliahan ekonomi pada masa pandemi dan pascapandemi Covid-19, yaitu peningkatan dukungan terhadap UMKM, pemanfaatan instrumen khusus pada keuangan syariah seperti zakat, wakaf, infaq, dan shadaqah serta takaful (asuransi syariah) untuk melindungi kelompok masyarakat yang rentan, peningkatan inklusi keuangan melalui penggunaan teknologi digital, dan dukungan instrumen keuangan syariah dalam pemulihan ekonomi hijau (green economy) dengan memfasilitasi dan menyalurkan modal untuk investasi hijau. 

Meningkatkan Literasi Ekonomi dan Keuangan Syariah

 Literasi Keuangan Syariah di Indonesia masih tergolong rendah. Pada tataran global, indonesia menempati posisi kesembilan dalam pangsa pasar keuangan syariah. Banyak masyarakat belum mengetahui keberadaan produk keuangan syariah yang sangat bermanfaat bagi kehidupan mereka akibat tingkat pengetahuan dan teknologi masyarakat masih kurang.

Sistem Ekonomi dan Keuangan Syariah sebagai suatu sistem yang sarat nilai dan hidayah dari Allah SWT, diyakini mampu mewujudkan kegiatan ekonomi produktif dalam kerangka keadilan. Untuk itu, masyarakat umum perlu diberikan pemahaman ekonomi dan keuangan syariah yang benar guna meningkatkan literasi ekonomi dan keuangan syariah, antara lain melalui penguatan riset, asesmen, dan edukasi. Selama pandemi Covid-19, langkah ini dapat diawali dengan memberikan bantuan pendidikan ekonomi syariah kepada siswa terdampak Covid-19; memberikan izin dan fasilitas kepada Perguruan Tinggi untuk menyelenggarakan Program Kuliah Jarak Jauh (online) yang menawarkan program Ekonomi Syariah dengan penekanan pada pembinaan moral; dan perluasan infrastruktur koneksi internet yang mendukung program tersebut secara merata di seluruh Indonesia. Selain itu, keberadaan Organisasi Masyarakat Ekonomi Syariah sebagai wadah yang ditujukan untuk menjadi acuan dan teladan bagi upaya percepatan pengembangan dan penerapan sistem ekonomi dan etika bisnis Islam di Indonesia, dapat dilibatkan dalam peningkatan literasi ekonomi dan keuangan islam. 

Pengembangan keuangan syariah membutuhkan dukungan teknologi untuk memperlancar likuiditas pelaku pasar online syariah, sekaligus peningkatan fokus pada keuangan sosial (zakat, infaq, shadaqah dan wakaf) dan pengembangan market place, terutama pada masa pandemi Covid-19. Perubahan perilaku masyarakat dalam transaksi keuangan (terutama di masa pandemi) membutuhkan digitalisasi ekonomi dan keuangan syariah agar terjadi transformasi ekonomi yang mampu menggerakkan seluruh sektor dan melibatkan seluruh masyarakat. 

Akhirnya sampailah pada satu pemahaman bahwa sektor ekonomi dan keuangan syariah memegang peran krusial dalam perekonomian Indonesia. Kondisi industri halal yang terus membaik menjadi harapan besar bagi pemulihan sektor tersebut mengingat market size dari industri halal Indonesia sangat besar. Selain dari sisi pasar, kapabilitas Indonesia untuk menjadi salah satu pemain kunci industri halal, dapat difokuskan pada beberapa strategi pemulihan, yaitu (1) Pengembangan ekosistem halal value chain (HVC) terutama sektor makanan dan minuman halal, (2) Pendalaman pasar keuangan syariah melalui integrasi keuangan komersial syariah dengan keuangan sosial syariah, (3) Peningkatan literasi ekonomi dan keuangan syariah melalui penguatan riset, asesmen, dan edukasi, dan (4) Pengembangan teknologi/digitalisasi keuangan syariah.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun