Mohon tunggu...
Laksmi Haryanto
Laksmi Haryanto Mohon Tunggu... Freelancer - A creator of joy, a blissful traveler who stands by the universal love, consciousness, and humanity.

As a former journalist at Harian Kompas, a former banker at Standard Chartered Bank and HSBC, and a seasoned world traveler - I have enjoyed a broad range of interesting experience and magnificent journey. However, I have just realized that the journey within my true SELF is the greatest journey of all. I currently enjoy facilitating Access Bars and Access Energetic Facelift sessions of Access Consciousness - some extraordinary energetic tools of cultivating the power within us as an infinite being.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Dijuluki 'Dokter Gila': Apa yang Kau Cari, Lie?

16 April 2020   09:10 Diperbarui: 16 April 2020   09:16 784
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bertemu Orang Suku Laut. Sumber gambar: dokumen pribadi.

Melihat kesengsaraan rakyat dengan mata kepala sendiri, di tahun 1993 Lie mengorganisir bedah jantung terbuka secara gratis bagi pasien-pasien tak mampu. Ia mendapatkan dukungan dari para dokter bedah di Jerman yang dulu adalah guru-gurunya. Setelah itu Lie bekerja sama dengan Yayasan Jantung Harapan Kita dan Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Subroto, Jakarta.

Dalam biografi Lie 'Dokter di Jalan Kemanusiaan' terungkap bahwa almarhum Leo Soekoto (Uskup Agung saat itu) sempat bertanya untuk memastikan bahwa segala bakti sosial Lie tidak mengganggu keharmonisan keluarganya. Terhadap pertanyaan itu Lie menjawab: "Istri saya malah bertanya apakah uang kami cukup untuk membantu para pasien itu? Kalau kurang masih ada dan jumlahnya bisa ditingkatkan." Leo Soekoto terbahak-bahak. "Kamu orang gila. Tapi rupanya ada satu lagi orang gila!" ujarnya merujuk pada Listijani Gunawan, istri Lie.

Dokter Gila

Program bedah jantung terbuka bagi para pasien tak mampu ternyata membuka jalan bagi serangkaian 'kegilaan' lainnya. Tak hanya ikut dalam barisan mahasiswa yang berdemonstrasi memperjuangkan demokrasi di tahun 1998, Lie juga berdiri sebagai pendamping para korban perkosaan di saat pecah kerusuhan dan amuk masa di bulan Mei 1998. Keterlibatannya dalam berbagai aksi sosial di saat penanggulangan korban bencana alam antara lain di Aceh, Pangandaran, Yogyakarta, Padang, dan Nusa Tenggara Timur - membuka matanya bahwa ruang geraknya terlalu terbatas untuk bisa meraih begitu banyak rakyat kecil yang perlu dibantu.

Karena itu pada tahun 2009 Lie mendirikan Yayasan Dokter Peduli atau yang dikenal dengan DoctorSHARE. Visinya adalah untuk menolong rakyat kecil yang tak berdaya, yang membutuhkan fasilitas kesehatan di daerah-daerah terpencil. Kemudian ide gila mendirikan Rumah Sakit Apung (RSA) terlontar di sela pelayanan medis pada para korban bencana letusan Gunung Merapi di Yogyakarta di tahun 2010. Pada saat itu beberapa rekannya menganggap Lie benar-benar sudah mulai gila!

RSA dr. Lie Dharmawan. Sumber gambar: dokumen pribadi.
RSA dr. Lie Dharmawan. Sumber gambar: dokumen pribadi.
Ide RSA itu sebenarnya muncul setelah di Pulau Kei Kecil, Maluku, Lie bertemu dengan seorang ibu yang bersama anaknya, Susanti, berlayar selama tiga hari dua malam untuk mendapatkan pertolongan medis. Susanti menderita usus terjepit dan secara medis harus dioperasi selambatnya delapan jam setelah kejadian. Jika usus pecah, ia bisa meninggal dunia. Saat itu Susanti memang berhasil diselamatkan oleh Lie, namun bayangan 'Susanti-Susanti' lainnya tak bisa enyah dari benaknya. Mereka harus ditolong!

Maka, yang terjadi selanjutnya adalah pengukiran sejarah. Meski ditentang banyak orang dan dihadang berbagai rintangan, Lie menerabas semuanya. RSA telah berlayar ke berbagai wilayah terpencil di Indonesia dan telah menolong atau menyelamatkan lebih dari 100 ribu jiwa. Tak hanya membuat Rumah Sakit Apung, untuk mencapai masyarakat terpencil yang tinggal di hutan-hutan dan pegunungan seperti di Papua atau Kalimantan, Lie juga menciptakan program 'Dokter Terbang'. Dalam 'program 'Dokter Terbang' pelayanan medis dilakukan oleh dokter-dokter yang diterbangkan oleh pesawat-pesawat kecil. 'Dokter gila' ini mendapatkan beberapa penghargaan termasuk Heroes Award 2014 di acara TV populer 'Kick Andy'. Namun yang menjadi fokusnya selalu adalah bagaimana menolong rakyat kecil.

Bersama Para Dokter Relawan. Sumber gambar: dokumen pribadi.
Bersama Para Dokter Relawan. Sumber gambar: dokumen pribadi.
Malam itu, di atas dek RSA Lie Dharmawan yang berlabuh di dermaga Pulau Senayang, Kepulauan Riau, aku memandang sang 'dokter gila' itu duduk di hadapan dokter-dokter muda relawan yang berpartisipasi dalam pelayanan medis. Ditimpa cahaya bulan purnama yang bersinar terang di langit, wajahnya tampak rileks dan bahagia. Mungkin saat-saat seperti itulah, saat berada di tengah relawan-relawan muda DoctorSHARE, adalah saat-saat yang dinikmatinya. 

"Kalau kalian punya ide, jangan dengarkan orang lain," tuturnya, di antara berbagai wejangan lainnya. "Jangan pernah menyerah. Jangan pernah takut."

Apa yang kau cari, Lie? Pertanyaan itu melintas di benakku. Kemudian angin laut yang menerpa wajahku seakan membawa jawabannya: "Ia tidak mencari apa-apa. Ia sedang menyemai benih-benih kebaikan. Ia tak akan berhenti hingga ladangnya tumbuh subur. Ia tak akan berhenti sampai akhir hayatnya."

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun