Mohon tunggu...
Laksmi Haryanto
Laksmi Haryanto Mohon Tunggu... Freelancer - A creator of joy, a blissful traveler who stands by the universal love, consciousness, and humanity.

As a former journalist at Harian Kompas, a former banker at Standard Chartered Bank and HSBC, and a seasoned world traveler - I have enjoyed a broad range of interesting experience and magnificent journey. However, I have just realized that the journey within my true SELF is the greatest journey of all. I currently enjoy facilitating Access Bars and Access Energetic Facelift sessions of Access Consciousness - some extraordinary energetic tools of cultivating the power within us as an infinite being.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Kelana Laut yang Gamang, Akankah Kalian Bertahan?

26 Maret 2020   16:41 Diperbarui: 28 Maret 2020   14:52 989
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Melaut di saat matahari terbenam di Kepulauan Riau.| Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.

Bunda Densy dari Yayasan Kajang dan anak-anak Suku Laut. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.
Bunda Densy dari Yayasan Kajang dan anak-anak Suku Laut. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.
Tak hanya itu. Kisah persaingan pun ada. "Penyiar-penyiar agama kita tuh hanya berani teriak-teriak di medsos aja! Lihat itu para misionari agama Kristen yang berani hidup bersama Orang Suku Laut, mereka berani sengsara. Karenanya, sekarang banyak Orang Suku Laut beragama Kristen!" ujar seorang ibu berhijab dengan nada prihatin saat mengisahkan padaku bagaimana proses konversi agama di pulau-pulau di Lingga. 

Sementara itu, ada juga seseorang yang beragama Kristen yang menaruh kecurigaan pada program-program pemerintah, atau berbagai program sosial dari pihak swasta, yang menurutnya sarat ditunggangi Islam.

Ah. Betapa ruwetnya. Sementara, hingga saat ini Orang Suku Laut megap-megap menghadapi berbagai gempuran sosial, budaya, dan ekonomi dalam hidupnya. Dengan peralatan melaut seadanya, mereka kalah di arena pertempuran mereka sendiri. 

Dalam kehidupan bersosial, mereka gamang dan rendah diri karena tak memiliki pendidikan dan buta huruf. Dalam hal bertahan hidup? Mereka tercekik oleh utang-utang yang menumpuk di tengkulak-tengkulak di wilayahnya.

Lalu, di manakah bantuan dari pemerintah?

Itulah poinnya. Sejak tahun 2012, setelah program relokasi, Yayasan Kajang mendapatkan fakta bahwa Orang Suku Laut tidak lagi tercatat sebagai Komunitas Adat Terpencil yang patut mendapatkan bantuan dari pemerintah. 

Data mereka hilang dari KAT. Dan karenanya kini Yayasan Kajang memperjuangkan agar mereka kembali diakui oleh pemerintah sebagai masyarakat suku asli yang masih sangat pantas mendapatkan perhatian. Sebab, fakta di lapangan sangat memprihatinkan. 

Masih banyak Orang Suku Laut hidup di bawah garis kemiskinan dan belum banyak dari mereka yang tersentuh oleh program kesejahteraan.

Kekluarga Orang Suku Laut. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.
Kekluarga Orang Suku Laut. | Sumber gambar: Dokumentasi pribadi.
"Banyak sekali PR yang harus diselesaikan untuk Orang Suku Laut," ujar Lensi Fluzianti yang biasa dipanggil Bunda Densy, Ketua Yayasan Kajang. 

Selain mulai mengumpulkan sejarah yang hilang berikut kearifan lokal yang hampir punah termasuk mantra-mantranya, Yayasan Kajang juga memperjuangkan pengakuan pemerintah terhadap hak adat, terhadap hak-hak sebagai Kelompok Adat Terpencil, meningkatkan keterampilan dan pendidikan Orang Suku Laut agar mampu bersaing di era global ini, dan juga menumbuhkan kebanggaan akan budaya mereka sendiri yang unik.

"Ini supaya mereka pun mendapat hak-haknya sebagai warga negara untuk mendapatkan penghidupan yang layak. Setiap warga negara berhak hidup secara layak di Indonesia dan mengusahakan suatu usaha untuk mencapai tujuan tersebut," ujar Bunda Densy menyitir pasal 27 UUD 1945.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun