Kariernya melesat tajam. Dimulai ketika ia mendapat gelar doctor pada usia yang muda (sekitar 30 tahun) kemudian ia masuk ke perusahaan konstruksi pesawat terbang ternama di Jerman bernama MBB. Di situ ia menjabat hingga Direktur Teknik. Kemudian berturut-turut ia menjadi Penasihat Presiden RI Soeharto bidang Advance Technology, lalu menjadi Menteri Riset dan Teknologi pada beberapa periode Kabinet Pembangunan, Direktur Utama industry strategis Indonesia PT PAL, IPTN (sekarang PT DI), INKA, dan PINDAD. Ia juga menjadi ketua BBPT, penggagas Puspiptek dan Dewan Riset Nasional, memimpin ICMI selama 10 tahun sejak 1990, dan terakhir menjadi Wakil Presiden RI dalam 2 bulan dan Presiden RI yang ke-3 selama 1,5 tahun. Bagaimana bisa seorang Habibie melakukan berbagai hal superior itu? Awal Perjalanan Rudi Habibie Habibie kecil lahir di sebuah kota kecil dipropinsi Sulawesi Selatan. Ia tumbuh di kota itu dan bergaul selayaknya anak-anak seusianya. Kemudian pada usia SMA, Habibie muda (dimana ia waktu itu dipanggil dengan sapaan Rudi) memilih hijrah ke kota Bandung dengan pertimbangan pendidikan yang lebih baik. Oleh karenanya Habibie bersekolah di SMA Kristen di jalan Dago. Di sekolah ini juga ia bertemu dengan Ainun Besari, yang kelak akan menjadi istri Habibie. Setelah lulus SMA, Habibie melanjutkan kuliah pada Fakultas Teknik Universitas Indonesia (sekarang ITB) jurusan Teknik Mesin. Belum genap satu tahun kuliah di situ, ia memutuskan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri tepatnya di Jerman dengan sokongan dana yang terbatas dari Ibunya (itu dikarenakan Ayahnya telah meninggal sejak 1950 ketika sedang mengimami shalat Isya berjamaah). Tibalah sekarang waktunya dia tinggal di Jerman.Kehidupannya saat itu benar-benar sederhana. Habibie terus-menerus bekerja keras dan belajar sehingga kehidupannya berkutat dengan hal it uterus, sehingga ia memiliki waktu yang minim untuk sekedar bersosialita dengan rekan sebayanya. Kemudian dikarenakan mobilitasnya yang tinggi maka suatu ketika pada usianya yang ke-21 tahun ia jatuh sakit. Dan saat itu saking parahnya harapan hidupnya benar-benar tipis. Di saat itulah ada kejadian yang mengharukan, dimana Habibie saat itu menangis dan kemudian menuliskan sebuah sumpah pada notes-nya yang ia simpan sampai sekarang. Sumpah yang isinya adalah Habibie ingin dipanggil untuk membela dan berbakti pada bangsa dan negara (luar biasa ya sumpahnya!hehe) Berikut ini isi sumpahnya :
Sumpahku
Ibu pertiwi
Engkau pegangan
Dalam perjalanan
Janji Pusaka dan Sakti
Tanah Tumpah darahku makmur dan suci
…..
Hancur badan!
Tetap berjalan!
Jiwa Besar dan Suci
Membawa aku PADAMU!
Pada akhirnya ia dapat bangkit dari sakit keras tersebut dan kembali bekerja keras yang memang sesuai dengan karakter beliau. Semangatnya yang tinggi ini akhirnya mengantarkan Habibie berturut-turut menamatkan jenjang studinya dari S1, S2, sampai S3 dengan tesis S3-nya tentang konstruksi ringan pesawat terbang. Bertahap Menjadi Ahli Setelah lulus ia mendapat tawaran dari beberapa perusahaan besar, sampai-sampai manajer Boeing (perusahaan raksasa pesawat terbang)dating sendiri bertemu Habibie dan mengajaknya bergabung. Akan tetapi Habibie menolak karena jika di perusahaan sebesar Boeing, ia tidak dapat belajar melihat masalah dari lingkup keseluruhan dan hanya dari satu sudut pandang. Hal ini ia pikirkan sebab Habibie bercita-cita mengetahui semua hal terkait seluk-beluk industry pesawat agar nanti bisa diaplikasikan ke Indonesia (Subhanallah Bapak Negara kita satu ini!) Keahliannya dalam bidang advance technology terutama konstruksi ringan membuat pamor Habibie melambung. Rekanannya begitu banyak, gaji dan fasilitas di Jerman memuaskan, penghargaan pun didapat.Hingga suatu ketika Presiden Filipina menemuinya.Presiden itu mengatakan bahwa Habibie adalah kebanggaan ASEAN dan dia berharap Habibie dapat membangun industry strategis di Filipina. Habibie pun menolak dengan alasan bahwa ia hanya akan kembali dari Jerman apabila diminta oleh negaranya yang ia cintai Indonesia. Sumpah tentang mengabdi pada bangsa itu akhirnya mulai menemukan titik cerah ketika pada suatu waktu Direktur Pertamina yang saat itu dijabat Ibnu Sutowo meminta bertemu Habibie di kota Hamburg. Ibnu disitu berkata bahwa Habibie dipanggil Presiden Suharto datang ke Jakarta. Saat itu Ibnu sendiri mengatakan bahwa ia tidak mengetahui maksud pemanggilan Habibie. Maka pergilah Habibie ke Jakarta dengan kebingungan.Habibie kemudian menghadap Suharto di rumahnya sendiri Jalan Cendana 8.Ternyata disitu Pak Harto menceritakan impiannya bahwa Indonesia suatu saat harus bisa sejajar dengan negara-negara maju seperti Jepang. Singkat cerita Habibie ditugaskan oleh Presiden untuk mempersiapkan bangsa Indonesia tinggal landas memasuki abad baru 25 tahun lagi (saat bertemu terjadi tahun 1974) dengan mengembangkan industry manufaktur dan memanfaatkan teknologi canggih. Dan salah satu produk teknologi canggih yang dapat membangkitkan kebanggaan dan optimisme akan bangsa Indonesia yang diminta oleh Suharto adalah pesawat terbang. Hal inilah yang memunculkan percakapan seperti berikut : “Kapan saya dapat melihat dan menyaksikan terbang perdana pesawat terbang rekayasa putra-putri Indonesia?” Tanya Presiden. “Insya Allah sepuluh tahun lagi tanggal 28 Januari 1984 di ruang yang sama, akan saya sampaikan undangan kepada Presiden RI untuk melihat terbang perdana pesawat rekayasa bangsa Indonesia” jawab Habibie spontan. Sejarah kemudian mencatat bahwa janji Habibie benar-benar dapat ditepati dengan diterbangkannya CN-235 Tetuko hasil karya anak bangsa pada Desember 1984. Mempersiapkan Kemajuan Teknologi Bangsa
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H