Mohon tunggu...
Laksita Nisa
Laksita Nisa Mohon Tunggu... Jurnalis - International Student
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Saya merupakan seorang mahasiswi tahun kedua, yang sedang menyelami pembelajaran Hubungan Internasional dengan naungan Fakultas Humaniora di Universitas Darussalam Gontor.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Surat Terakhir

25 Oktober 2019   22:14 Diperbarui: 29 Oktober 2019   05:14 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini aku bangun lebih awal, mengingat masalah yang merenggut semua kebahagiaan yang ada, membuat tidurku sama sekali tak pantas dikatakan nyenyak. Dicelah gordyn kamar, tampak kabut lebih tebal dari biasanya, mungkin karena hujan deras telah mengguyur semalam.

Namaku Rizaldi, mahasiswa tingkat 4 dengan program pendidikan sastra Indonesia di suatu universitas ternama, akhir-akhir ini semua terasa janggal, entah dari urusan kuliah, keluarga sampai hubungan dengan kekasihku. Kemarin malam aku bertengkar hebat dengannya, padahal semua diawali dengan senyum dan canda seperti biasanya, namun entah mengapa setelah pertanyaannya kepadaku mengenai kesungguhan hati, tak bisa kujawab seutuhnya dengan jelas dan itu membuatnya salah paham.

Aku menyayanginya, sangat-sangat menyayanginya tapi aku ini tipe orang yang tak bisa dipaksa untuk menunjukkan rasa sayangku kepadanya, dan mungkin itu faktor utama yang ada, pacarku Eyha dia adik tingkatku di tempat aku kuliah.

Kami sama-sama mendalami dunia sastra, dan itu yang membuatku makin jatuh hati padanya, ia gadis pendiam yang memiliki seribu kelebihan tak kasat mata, cantik memang tidak namun kuakui dengan sangat bahwa ia manis, dari paras ataupun tutur kata yang ada, sosok gadis yang sabar dalam menghadapi segala sesuatunya terutama dalam menghadapi sikap yang tak bisa dipahami dengan mudah oleh gadis-gadis kebanyakan, meski terkadang keras pendirian dan sulit untuk diatur, tapi ia termasuk gadis unik, dan seharusnya dia tahu, aku menyayang dan mencintainya karena dia unik bukan karena kesempurnaan yang didamba oleh pria kebanyakan.

Hari ini aku tidak punya jam kuliah, tapi entah mengapa setelah pertengkaran semalam hatiku terdorong untuk pergi ke kampus, walau hanya  untuk memastika Eyha dalam keadaan baik-baik saja. Jika memang jodoh apa mampu dikata, baru saja kulangkahkan kaki menuju loby, aku melihatnya berdiri termenung menghadap kebawah sambil membawa sebuah amplop ukuran sedang, tanpa pikir panjang kuputuskan untuk menemuinya.

Sebenarnya ragu-ragu hatiku untuk menyapanya, setelah kudapati matanya yang sembab dimana dapat kupastikan itu adalah hasil dari pertengkaran semalam.

Ia menoleh dan tersenyum, aku lega dengan adanya senyum imut yang selama 4 tahun ini kudapat, tapi kenapa semuanya terasa aneh saat kutelaah dan perhatikan bahwa senyumnya menyiratkan rasa sakit getir sebab ulahku semalam?

"Kamu kenapa?" tanyaku memegang pundaknya

"Eyha, Kakak minta maaf ya soal semalam?" tanyaku penuh kesungguhan, melihat tak ada jawaban darinya

"Iya, udah dimaafin kok, oh iya kak, Eyha mau minta maaf ya kalo selama ini banya salah sama kakak, entah itu dari perkataan dan perbuatan yang disengaja ataupun tidak disengaja, pokoknya Eyha minta maaf" ucapnya menatapku dengan mata berkaca

"eh.. hush kamu ngomong apa sih? Kakak gak ngerti loh..." kataku mengangkat dagunya menghadapku

"Ya aku cuma mau ngmong itu tadi, sama bilang terima kasih buat semuanya kak, dan khususnya buat waktunya selama ini, aku gak bisa bales semua itu dengan apapun, aku cuma bisa bilang terima kasih" suara Eyha bergetar

"Kamu kenapa sih Yha?? Kakak gak ngerti.. coba jelasin pelan-pelan, apa ini semua ada kaitannya sama kejadian semalam?" tanyaku membawanya duduk di koridor

"Aku kan udah bilang gak apa-apa, oh iya aku tahu kakak pasti dateng kesini, dan seperti biasa ini amplop dengan surat dari aku" Eyha menyerahkan amplolp putih itu dengan ragu

"Kenapa lagi sih? Kamu kasih aku surat? Kan kakak nanya kamu kenapa bukannya minta surat." Jawabku frustasi

"Kak Rizaldi, Eyha mohon nanti surat ini dibaca, Eyha tahu selama ini surat yang aku beri hanya kakak terima aja kan, tanpa kakak baca? Dan dengan begitu, Eyha memutuskan bahwa Ini adalah surat terakhir dari Eyha buat kak Rizaldi, Eyha gak butuh jawaban tapi Eyha mohon dengan sangat, sekali aja kakak baca. Kalaupun kakak tanya alasannya kenapa? Nanti kakak juga tahu jawabannya" jawab Eyha yang berusaha membendung air di pelupuk matanya, aku diam.

"Ya sudah kak, Eyha mau masuk kelas dulu nanti kalau ada perlu apa-apa kakak bisa ke gedung sastra, disana aku ada jam pelajaran, pasti ketemu kok, aku pergi dulu ya, daah.." ucap Eyha menggenggam tanganku sejenak, namun mengapa rasanya itu adalah genggaman perpisahan yang tak pernah ia berikan padaku. Mendengar pesan Eyha untuk membuka surat dengan keadaan menyedihkan itu, mendorongku untuk membuka dan membaca surat darinya, tapi entah mengapa perasaanku kacau dengan membaca sebaris kata saja darinya.

Untuk Yang Terkasih

Rezaldi Basyasyah

Dimanapun kau berada

Kak Rezaldi, seribu untaian maaf semoga selalu termaafkan olehmu...

Aku tak pernah menuntut apapun darimu, diriku juga tak pernah meminta apapun dan aku tak pernah merasa membebankan apapun kepadamu tentang hal yang aku ingin ataupun tidak. Jika kamu tahu, pada awalnya aku selalu merasa, dengan aku yang seperti itu akan menjadikan hubungan kita baik-baik saja hingga nanti, merasa bahwa dengan menutup segala keinginanku hanya untuk menjadi yang kau mau adalah satu-satunya jalan agar aku bisa bersamamu. Namun pada kenyataanya, keadaan menyadarkanku, bahwa semuanya tak bisa diprediksi dengan rasa dan dikira-kira dengan logika, apalagi segala sesuatu yang berhubungan dengan keinginan dan asa,

Maaf jika seringkali aku mengatakan dan memaksakan padamu untuk segera diberi kepastian mengenai hubungan kita, maafkanlah diriku jika seribu kata maaf atas perlakuan yang tak kau sukai hanya berakhir dihempas angin tanpa pembuktian yang pasti dari diriku. Aku tahu, aku terlalu egois mengenai hal yang selalu ku sebut dengan kita, padahal berbeda dengan kenyataan, bahwa yang selalu aku usahakan adalah aku, diriku sendiri untuk terus bisa kuat dan bertahan menjalin hubungan denganmu, tapi tidak dengan kamu. Kak, aku tidak pernah menganggapmu acuh kepada hubungan yang biasa disebut kita, tapi mengapa akhir-akhir ini aku seringkali melihatmu memandang remeh setiap perkataan yang kuucap, dan menganggap itu hanya gonggongan  anjing yang akan segera berakhir? Dan disini aku makin sadar, mengapa seak akan-akan disini yang paling benar adalah dirimu, yang harus selalu dianggap mutlak kebenarannya adalah dirimu dan segala sesuatu yang ada pada dirimu. Tapi bagaimana denganku? Memang benar adanya jika kau tak pernah menuntutku menjadi yang sempurna, karena kau selalu mengatakan bahwa kau lebih senang dengan aku yang apa adanya. Tapi berbeda dengan yang kurasakan, segala yang kau katakan seolah-olah mengharuskanku menjadi pribadi yang sempurna, pribadi yang bisa disandingkan dirimu nantinya, yang mana jika sesekali kupikirkan, aku kau anggap apa? Hingga kau selalu menuntutku menjadi sempurna, apakah aku seburuk itu sehingga tak pantas untuk sekedar ada dan bersanding dengan dirimu untuk saat ini?

Jika nanti pada saat kau membaca surat ini dariku, kau bertanya mengapa aku tak pernah menanyakan perihal itu, sadarlah. Haruskah aku menanyakannya untuk mendapatkan jawaban darimu? Jika kau paham dan mengerti kondisi serta keadaan hatiku yang sudah tak sehat selama ini, seharusnya kau menjelaskannya padaku tanpa harus kutanyakan tentang apapun itu kepadamu, dan jika kau bertanya mengapa aku tak pernah mengutarakannya padamu? Atau sekedar bercerita padamu? Sekarang jawabanmu membuatku semakin paham, sejatinya kau memang tak pernah menyayangiku dalam sisi apapun, yang ada kau hanya jadikanku pelampiasan atas sepinya hatimu. Kak, aku tak pernah memintamu memahamiku atau memperhatikanku, tapi bisakah kau baca semua sikapku selama ini?

Sekarang aku bertanya padamu, pernahkah kau buka satu saja cerita pendek yang kukirimkan padamu setiap minggunya selama ini? Sampai detik ini saja aku bisa pastikan kalau kamu tidak pernah sekali saja ada kemauan untuk membaca ceritaku, padahal jika kau tahu, semua yang menjadi masalah dan apa yang telah kuutarakan sejak tadi adalah isi dari semua cerita dalam surat yang kukirimkan padamu. Tapi apakah kamu pernah berfikir bahwa dalam suatu hubungan jika didorong dan diperjuangkan, dimengerti dan dipahamkan oleh satu pihak saja tidak akan pernah berakhir baik? Yang ada semuanya akan menjadi sebuah ketidaklayakan berhubungan, jadi dengan ini aku katakan padamu bahwa aku ingin mundur.

Kak, kata mundurku disini bisa dikatakan sebagai kata yang menyelaraskan sikapku untuk berhenti berjuang dan memperjuangkan apa yang sama sekali tidak memperjuangkanku, dan juga  segera berhenti menyakiti diri sendiri dalam perkara hati. Aku tidak marah ataupun kecewa denganmu, hanya saja aku kecewa dengan diriku sendiri. Tentang aku dan diriku yang selalu egois untuk berusaha agar aku bisa terus bersamamu, tentang aku yang tak bisa menyejajarkan kemampuan dan potensi agar bisa terus bersanding denganmu dan yang harus kau tahu, kekecewaan terbesar yang tidak akan pernah aku lupakan adalah tentang keterlambatanku dalam menyadari bahwa kehadiranku tidak diinginkan olehmu, keterlambatanku dalam menyadari bahwa aku telah menghabiskan waktuku untuk selalu terseok-seok diantara terjalnya jalan yang tak kunjung diaspal untuk meluluhkan hatimu, menghabiskan waktu untuk menunggu seseorang yang ternyata sama sekali tak pernah mengharap kehadiranku dalam hidupmu, menyedihkan bukan?

Setelah semua yang kita lewati bersama, aku rasa akan terasa sangat sulit untuk bisa melupakanmu, atau sekedar mencari tambatan hati yang baru untuk menggantikanmu. Aku bersyukur kita bertemu dan dipertemukan, pernah disatukan walau tak saling beradu. Karena menurutku pertemuanku denganmu adalah anugerah terindah yang pernah diberikanNya kepadaku. Aku yakin, bahwa tak akan ada kesia-siaan yang menjadi sampah dalam diri, karena semuanya telah kutelaah dan kusaring. Terima kasih ya, dengan adanya permasalah semacam ini membuatku semakin mengerti dan paham arti mengenai hakikat memahami, menghargai, berjuang, dan memperjuangkan dalam hal mencintai. Jika kau bertanya, apakah aku menangis saat aku menulis surat ini untuk mu? Aku akan jawab iya, aku menangis. Kau tahu? Rasanya teramat sangat sakit, entah mengapa walau ia tak terlihat, seakan ada belati menyayat perlahan setiap relung hati.

Kau tahu? disetiap tetes air matanya terdapat pertanyaan yang mengikat kuat urat nadi dalam hati, tentang mengapa berusaha melepaskan dan merelakanmu terasa lebih sakit dari sakit hati yang pernah aku rasakan sebelumnya? mengapa hal indah yang penuh memenuhi hatiku seakan sirna begitu saja? mengapa semangat yang dulu pernah ada, kini mulai pudar keberadaannya? mengapa segala sesuatunya terasa berbeda setelah benar-benar terjadi akan peristiwa ketiadaannya? apa mungkin semua yang kulakukan selama ini semata hanya berporos padanya? ataukah keberadaan akan perasaanku hanya dianggap suatu kesia-siaan olehnya?"

Salam Sayang, Farahdiba Reyhata jannah

  

            Tak kuasa kumenahan keperihan di hati, kuremas tanganku erat menyadari betapa tak berperasaannya diriku terhadap dia yang ku cinta. Kurenungkan diri, dan menyadari bahwa tidak semua yang kita rasakan sama dengan yang orang lain rasakan, jujur dan tidaknya, terbuka dan tidaknya kita dalam suatu hubungan menjadi kunci utama dalam menjalin hubungan itu sendiri. Dan setelah semuanya terjadi, penyesalan itu datang bertubi-tubi. Alih-alih mengingat Eyha yang memang selalu berusaha menyandingkan diri denganku, tapi aku tak acuh dengan hal itu, karena dia tak tahu sejatinya aku tak butuh ia jadi sempurna, aku sangat menyayang dengan dia yang sekarang, dia yang unik seperti ini, namun apa dapat dikata, aku terlalu pecundang untuk sekedar mengutarakan, dan pengecut untuk mengakui.

Biodata

Namaku Laksitannisa Harumi, lahir pada tanggal 9 Juli 2000 di kota pelosok Kulon Progo, Yogyakakarta. Aku seorang mahasiswi dengan program studi Hubungan Internasional di sebuah universitas swasta, Universitas Darussalam, aku memiliki hobi menulis, menyanyi, melukis serta  membuat karya tangan yang lainnya dan juga sering membagikan karya imajinasiku dalam tulisan di Blog milikku laksitannisaharumi.wordpress.com.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun