"Ya aku cuma mau ngmong itu tadi, sama bilang terima kasih buat semuanya kak, dan khususnya buat waktunya selama ini, aku gak bisa bales semua itu dengan apapun, aku cuma bisa bilang terima kasih" suara Eyha bergetar
"Kamu kenapa sih Yha?? Kakak gak ngerti.. coba jelasin pelan-pelan, apa ini semua ada kaitannya sama kejadian semalam?" tanyaku membawanya duduk di koridor
"Aku kan udah bilang gak apa-apa, oh iya aku tahu kakak pasti dateng kesini, dan seperti biasa ini amplop dengan surat dari aku" Eyha menyerahkan amplolp putih itu dengan ragu
"Kenapa lagi sih? Kamu kasih aku surat? Kan kakak nanya kamu kenapa bukannya minta surat." Jawabku frustasi
"Kak Rizaldi, Eyha mohon nanti surat ini dibaca, Eyha tahu selama ini surat yang aku beri hanya kakak terima aja kan, tanpa kakak baca? Dan dengan begitu, Eyha memutuskan bahwa Ini adalah surat terakhir dari Eyha buat kak Rizaldi, Eyha gak butuh jawaban tapi Eyha mohon dengan sangat, sekali aja kakak baca. Kalaupun kakak tanya alasannya kenapa? Nanti kakak juga tahu jawabannya" jawab Eyha yang berusaha membendung air di pelupuk matanya, aku diam.
"Ya sudah kak, Eyha mau masuk kelas dulu nanti kalau ada perlu apa-apa kakak bisa ke gedung sastra, disana aku ada jam pelajaran, pasti ketemu kok, aku pergi dulu ya, daah.." ucap Eyha menggenggam tanganku sejenak, namun mengapa rasanya itu adalah genggaman perpisahan yang tak pernah ia berikan padaku. Mendengar pesan Eyha untuk membuka surat dengan keadaan menyedihkan itu, mendorongku untuk membuka dan membaca surat darinya, tapi entah mengapa perasaanku kacau dengan membaca sebaris kata saja darinya.
Untuk Yang Terkasih
Rezaldi Basyasyah
Dimanapun kau berada
Kak Rezaldi, seribu untaian maaf semoga selalu termaafkan olehmu...
Aku tak pernah menuntut apapun darimu, diriku juga tak pernah meminta apapun dan aku tak pernah merasa membebankan apapun kepadamu tentang hal yang aku ingin ataupun tidak. Jika kamu tahu, pada awalnya aku selalu merasa, dengan aku yang seperti itu akan menjadikan hubungan kita baik-baik saja hingga nanti, merasa bahwa dengan menutup segala keinginanku hanya untuk menjadi yang kau mau adalah satu-satunya jalan agar aku bisa bersamamu. Namun pada kenyataanya, keadaan menyadarkanku, bahwa semuanya tak bisa diprediksi dengan rasa dan dikira-kira dengan logika, apalagi segala sesuatu yang berhubungan dengan keinginan dan asa,