Mohon tunggu...
Michael Laisa Abaa
Michael Laisa Abaa Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Universitas Negeri Semarang

Manusia yang berkembang

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Walisongo, Pendakwah Agama Islam Hingga Dewan Penasehat Politik

12 April 2023   20:11 Diperbarui: 12 April 2023   20:31 393
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Negara Indonesia merupakan negara dengan mayoritas penduduknya beragama Islam. Hampir 90% merupakan seorang muslim. Jika kita melihat sejarah, agama Islam berkembang dengan sangat cepat di Indonesia. Pendapat yang kuat mengatakan bahwa Islam mulai masuk ke Indonesia yang dulunya bernama Nusantara pada akhir abad ke 13 yaitu dengan ditandainya munculnya kerajaan Samudra Pasai di Sumatra dan adanya penemuan makam Fatimah Binti Maimun di Leran, Gresik.

Penyebaran agama Islam di Nusantara juga mempunyai banyak jalur dalam penyebarannya. Penyebaran tersebut melalui pendidikan , perdagangan, perkawinan, politik, seni budaya, dan juga tasawuf. Contoh penyebaran agama Islam melalui pendidikan adalah dengan adanya pondok pesantren seperti pesantren Ampel Denta yang di prakarsai oleh Sunan Ampel. Ada juga penyebaran melalui politik seperti berdirinya kerajaan -- kerajaan islam yang ada di Nusantara seperti, kerajaan Samudra Pasai, kerajaan Demak, dan beberapa kerajaan Islam lainnya. 

Namun penyebaran yang dinilai paling efektif adalah dengan menggunakan jalur seni budaya. Contoh penyebaran agama Islam menggunakan jalur seni budaya seperti yang dilakukan oleh Sunan Kalijaga yang berhasil memadukkan budaya Jawa yang tidak bertentangan dengan Syariat Islam kemudian di isi dengan nilai -- nilai Islam sehingga menarik masyarakat.

Jika kita melihat perkembangan penyebaran agama Islam di Nusantara pasti tak bisa lepas dari hadirnya Walisongo yang menjadi garda terdepan dalam menyebarkan agama Islam. Walisongo sendiri merupakan sebutan untuk sembilan orang ulama Islam yang menjadi tokoh sentral dalam penyebaran agama Islam di pulau Jawa pada abad ke-15 dan ke-16. Mereka dikenal sebagai wali, yang dalam bahasa Arab berarti "orang yang dicintai". Walisongo sendiri merupakan dewan yang beranggotakan 9 wali atau ulama yang mana jika salah satu anggotanya meninggal atau pulang ke tanah asal akan digantikan dengan ulama lainnya.

Namun ada 9 nama yang identik dengan Walisongo yaitu Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) , Raden Rahmat (Sunan Ampel), Raden Ainul Yaqin (Sunan Giri), Raden Qosim (Sunan Drajat), Raden Maulana Makdum Ibrahim (Sunan Bonang), Raden Ja'far Shodiq (Sunan Kudus), Raden Syahid (Sunan Kalijaga), Raden Umar Said (Sunan Muria), dan raden Syarif Hidayatullah (Sunan Gunung Jati). Walisongo mempunyai peran penting dalam penyebaran agama Islam di Pulau Jawa dan Nusantara.

Cara yang digunakan para anggota Walisongo dalam menyebarkan agama Islam mempunyai cara yang berbeda-beda. Seperti Sunan Ampel yang menyebarkan Islam melalui jalur pendidikan yaitu pondok pesantren Ampel Denta. Pesantren Ampel Denta esantren yang didirikan oleh Sunan Ampel. Pesantren ini terletak di daerah Ampel, Surabaya, Jawa Timur, Indonesia. Pesantren Ampel Denta didirikan pada abad ke-15 oleh Sunan Ampel atau Raden Rahmat, salah satu dari sembilan Walisongo. 

Sunan Ampel merupakan cucu dari Sunan Giri dan menyebarluaskan agama Islam di wilayah Surabaya dan sekitarnya. Pesantren Ampel awalnya merupakan tempat tinggal Sunan Ampel dan keluarganya, tetapi kemudian berkembang menjadi pusat pendidikan Islam yang terkenal di Jawa Timur. Pesantren Ampel Denta terkenal sebagai pusat pembelajaran tasawuf dan ilmu kebatinan. Pesantren ini juga dikenal karena pengaruhnya dalam perkembangan seni dan budaya Jawa Timur, khususnya dalam seni musik gamelan.

Salah satu anggota Walisongo yang cukup menarik dalam menyebarkan Islam adalah Sunan Kalijaga. Beliau menyebarkan Islam melalui kesenian dan budaya , yang  mampu memikat masyarakat untuk bisa mengenal Islam lebih dekat. Sunan Kalijaga juga dikenal sebagai Ulama yang memperhatikan masalah sosial dan dakwahnya mampu menyesuaikan dengan keadan yang terjadi saat itu. Sunan Kalijaga menggunakan seni dan budaya sebagai sarana dakwah, seperti menyanyikan syair-syair religi dalam lagu-lagu Jawa yang populer pada saat itu. 

Metode ini mempermudah masyarakat dalam memahami pesan-pesan Islam karena disampaikan melalui media yang familiar dengan mereka. Sunan Kalijaga sering menggunakan cerita dan dongeng dalam dakwahnya, yang biasanya diambil dari kisah-kisah para wali atau tokoh-tokoh dalam Islam. Metode ini sangat efektif dalam mempengaruhi masyarakat karena mudah dipahami dan diingat. Sunan Kalijaga terkenal dengan kemampuannya dalam menyederhanakan ajaran Islam sehingga mudah dipahami oleh masyarakat awam. 

Ia sering menggunakan bahasa Jawa yang mudah dipahami untuk menjelaskan konsep-konsep dalam Islam. Sunan Kalijaga juga menerapkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan sehari-hari, seperti nilai kesederhanaan, kejujuran, dan keadilan. Ia sering memberikan contoh nyata dalam kehidupannya sehingga masyarakat dapat melihat secara langsung bagaimana ajaran Islam diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Ada juga anggota Walisongo yang memilih menyebarkan dakwah agama Islam melalui perdagangan yaitu Rden Ja'far Shodiq atau Sunan Kudus. Sunan Kudus adalah seorang pedagang yang aktif dalam berdagang ke berbagai wilayah, sehingga ia memanfaatkan kesempatan tersebut untuk menyebarkan ajaran Islam kepada para pedagang dan pelanggan. Melalui perdagangan, Sunan Kudus mampu menjangkau banyak orang dan menyebarkan ajaran Islam dengan lebih luas. 

Sunan Kudus juga memanfaatkan kesenian dan budaya setempat sebagai media dakwah. Ia menggunakan tari-tarian dan lagu-lagu tradisional sebagai sarana dakwah untuk menyebarkan ajaran Islam. Sunan Kudus juga membangun pesantren dan masjid sebagai pusat kegiatan dakwah dan pendidikan Islam. 

Masjid Kudus yang dibangun oleh Sunan Kudus hingga saat ini masih menjadi salah satu masjid tertua dan terbesar di Indonesia. Masjid Menara Kudus adalah salah satu contoh nyata dari akulturasi Islam dengan budaya lokal di Indonesia. Masjid ini memiliki ciri khas yang sangat unik yaitu menara dengan arsitektur yang menyerupai pagoda atau candi, serta memiliki ornamen-ornamen yang bercorak Hindu dan Buddha. Hal ini menunjukkan bahwa Islam tidak menghapuskan atau menghilangkan budaya-budaya lokal, namun justru memadukannya dengan ajaran Islam.

Menara Masjid Kudus sendiri diduga dibangun pada awal abad ke-16 oleh Sunan Kudus dan dibantu oleh beberapa ulama lainnya yang ada di daerah Kudus dan sekitarnya . Menara ini memiliki enam tingkat dengan atap berbentuk genta dan kubah. Bagian-bagian dari menara ini menggabungkan unsur-unsur dari agama Hindu, Buddha, dan Islam. Arsitekturnya juga menggabungkan unsur-unsur dari kebudayaan Tiongkok dan Jepang. Selain menara, Masjid Menara Kudus juga memiliki ornamen-ornamen lain yang menggambarkan akulturasi antara Islam dengan kebudayaan lokal. 

Salah satunya adalah relief-relief yang menggambarkan tokoh-tokoh dari agama Hindu dan Buddha seperti Ganesha dan Dewi Kwan Im. Namun, relief-relief tersebut tidak menunjukkan penggambaran dewa atau pemujaan terhadap mereka, melainkan hanya sekadar menjadi hiasan atau bagian dari seni arsitektur. 

Dengan adanya Masjid Menara Kudus, kita dapat melihat bagaimana Islam dapat mengakomodasi kebudayaan lokal dan mengintegrasikannya dalam ajaran Islam. Ini juga menunjukkan bahwa Islam di Indonesia telah berkembang dengan baik dan terus mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan zaman dan tempat. Oleh karena itu, Masjid Menara Kudus dapat dijadikan sebagai bukti nyata bahwa Indonesia adalah negara yang kaya akan keragaman budaya dan agama, serta menghargai dan mengakomodasi keberagaman tersebut.

Selain menjadi penyebar agama Islam, Walisongo juga menjadi dewan penasihat politik di kerajaan Demak. Mereka bukan hanya mengajarkan ajaran Islam dan membantu menyebarkan agama Islam di Indonesia, tetapi juga berperan dalam membangun tatanan sosial dan politik di wilayah-wilayah yang mereka kunjungi. Salah satu contoh peran politik dari Walisongo adalah ketika mereka membantu mengembangkan sistem pemerintahan di wilayah-wilayah yang mereka kunjungi. Mereka juga membantu mengembangkan sistem hukum Islam yang diterapkan dalam masyarakat.

Selain itu, mereka juga mengajarkan ajaran-ajaran Islam yang mencakup aspek sosial dan politik yang berpengaruh pada kehidupan masyarakat. Selain itu, beberapa Walisongo juga memiliki peran penting dalam mengambil keputusan politik, seperti Sunan Gunung Jati yang membantu menyatukan beberapa kerajaan di wilayah Jawa Barat. Sunan Bonang juga terlibat dalam upaya diplomasi antara Demak dan Cirebon.

Walisongo memiliki kedudukan yang penting di Kerajaan Demak, salah satu kerajaan Islam pertama di Indonesia yang berdiri pada abad ke-15. Mereka adalah para penyebar agama Islam yang membantu memperkuat dan mengembangkan kekuasaan Kerajaan Demak. Para Walisongo dikenal sebagai para pembesar agama yang dihormati dan diakui oleh raja-raja Demak. Mereka juga berfungsi sebagai penasehat raja dalam berbagai hal, seperti mengatasi masalah politik, ekonomi, dan sosial di dalam kerajaan. 

Selain itu, Walisongo juga memiliki peran penting dalam mendukung kebijakan politik kerajaan, terutama dalam hal penyebaran agama Islam ke wilayah-wilayah yang belum terjangkau oleh ajaran Islam. Mereka juga terlibat dalam aktivitas sosial seperti membantu memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan memberikan bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan. Para Walisongo juga terlibat dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan Islam di Demak. 

Beberapa di antaranya adalah ulama-ulama yang terkenal dan ahli dalam bidang Al-Qur'an, hadis, fiqih, dan tasawuf. Mereka juga mendirikan pesantren-pesantren di Demak dan sekitarnya yang menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan Islam.

Refrensi :

Yatim, B. (2016). Sejarah Peradaban Islam: Dirasah Islamiyah II. PT RajaGrafindo Persada.

Sunyoto, A. (2017). Atlas Wali Songo, Pustaaka IIman & Lesbuni PBNU, 2017: Atlas Wali Songo (Vol. 1). Buku Digital.

Aizid, R. (2015). Sejarah Peradaban Islam Terlengkap. Diva Press.

Putri, Z. (2021). Sejarah Kesultanan Demak: Dari Raden Fatah Sampai Arya Penangsang. Jurnal Tamaddun, 9(1).

Tajuddin, Y. (2015). Walisongo dalam Strategi Komunikasi Dakwah. Addin, 8(2).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun