Malang, November 2024 — "Belajar dengan cara lama itu sudah ketinggalan zaman. Kita perlu inovasi," begitu kata salah satu guru SMAN 7 Malang saat kami berdiskusi di ruang guru. Saya juga punya pikiran yang sama. Dari sinilah penelitian saya mengenai Pengembangan Bahan Ajar Digital Berdiferensiasi Konten pada Pembelajaran Menulis Teks Negosiasi dimulai.
 Penelitian ini hadir sebagai jawaban atas tantangan pembelajaran menulis yang sering dianggap membosankan oleh peserta didik. Saya, sebagai peneliti, mencoba menggabungkan elemen digital dan berdifernsiasi konten dalam satu paket bahan ajar yang inovatif.
Suasana kelas tampak berubah saat bahan ajar digital diterapkan. Jika sebelumnya menulis teks negosiasi menjadi tugas yang berat dan membosankan bagi peserta didik, kini kelas dipenuhi antusiasme. Materi yang biasanya diberikan secara konvensional kini hadir dalam format digital yang sangat familiar dengan generasi peserta didik saat ini.
 Bahan ajar yang disajikan mencakup video, infografis, serta modul berbasis aplikasi moodle. Sajian materi disajikan dengan menarik dan penuh warna dengan menggunakan aplikasi canva.
    Â
                                           Gambar Peserta Didik Mengakses Bahan Ajar Digital
Sajian materi juga dibagi dalam level yang berbeda untuk mengakomodasi tingkat kesiapan belajar peserta didik. Materi disajikan dengan prinsip diferensiasi konten dengan kesiapan peserta didik mulai mudah, menengah, dan sulit.Â
Penamaan kelompok tingkat kesiapan tersebut diambilkan dari nama platform media sosial yang akrab dengan keseharian peserta didik saat ini. Materi mudah diberi nama Tiktok. Materi menengah diberi nama Instagram, Materi sulit dinamakan Youtube. Di sinilah letak perbedaan utama bahan ajar ini. Bahan ajar digital ini lebih dinamis, mengikuti perkembangan teknologi dan kebutuhan peserta didik yang semakin terbiasa dengan perangkat digital.
Dengan bahan ajar digital yang dikembangkan, peserta didik diberikan pilihan untuk belajar sesuai tingkat kesiapan belajar masing-masing. Penentuan Tingkat kesiapan belajar didasarkan pada hasil asesmen diagnostik. Untuk level TikTok, sajian materi dibuat sederhana dengan bahasa dan kosakata yang lebih umum dan aktivitas-aktivitas yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan peserta didik di level kurang siap.Â
Pada kategori Instagram, sajian materi dibuat lebih kompleks dan bervariasi, dengan bahasa dan kosakata yang lebih teknis. Aktivitas-aktivitas juga dibuat lebih beragam dan kompleks yang disesuaikan dengan tingkat kebutuhan peserta didik dengan kategori siap. Untuk level lanjut, tantangannya lebih besar. Aktivitas, kosakata, dan gaya bahasanya lebih kompleks dan teknis dari pada kategori Instagram.
Pendekatan ini tidak hanya menyesuaikan tingkat kesulitan berdasarkan kemampuan peserta didik, tapi juga memanfaatkan platform digital yang sudah familiar bagi mereka, menjadikan proses belajar lebih relevan dan menarik.
Mengapa bahan ajar digital menjadi penting dalam penelitian ini? Saat ini, generasi peserta didik kita sangat terbiasa dengan teknologi. Mereka lebih sering mengakses informasi melalui smartphone daripada buku teks.Â
Dengan memanfaatkan bahan ajar digital, kami tidak hanya beradaptasi dengan gaya belajar mereka, tetapi juga memberikan pengalaman belajar yang lebih kaya dan variatif. Bahan ajar digital ini memungkinkan peserta didik untuk mengakses materi kapan saja dan di mana saja, serta memberikan ruang bagi mereka untuk belajar secara mandiri dengan kecepatan masing-masing.
Penelitian ini tidak saya lakukan secara individu. Saya dibantu oleh tim guru yang berperan dalam implementasi di kelas, serta dibimbing oleh dosen ahli dan pakar pendidikan yang turut memvalidasi bahan ajar yang dikembangkan.Â
Proses validasi melibatkan beberapa ahli, termasuk ahli pendidikan bahasa, ahli bahan ajar digital, dan praktisi untuk memastikan bahwa bahan ajar ini efektif dan sesuai dengan kebutuhan peserta didik. Validasi ini penting agar materi yang disajikan dapat benar-benar mendukung perkembangan keterampilan menulis peserta didik.
Manfaat dari penelitian ini mulai terlihat sejak awal pelaksanaan. Peserta didik yang sebelumnya merasa kesulitan menulis kini lebih percaya diri dan antusias. Mereka bisa mengakses materi dengan mudah melalui platform digital, belajar kapanpun dan dimanapun, serta memilih tugas yang sesuai dengan tingkat kesiapan belajar.
 Hasilnya, teks negosiasi yang dihasilkan peserta didik jauh lebih kreatif dan bervariasi. Bagi guru yang terlibat, pengalaman ini memberikan wawasan baru tentang metode pengajaran yang lebih adaptif dan inovatif, sesuatu yang akan sangat berguna bagi mereka di masa depan.
Harapan saya dari penelitian ini cukup sederhana, yaitu menciptakan pembelajaran yang menyenangkan, adaptif, dan relevan dengan perkembangan teknologi saat ini. Saya ingin peserta didik tidak lagi melihat menulis sebagai tugas yang berat, tetapi sebagai aktivitas yang seru dan penuh tantangan.Â
Dengan bahan ajar digital berdiferensiasi konten, saya berharap metode ini dapat menginspirasi guru-guru lain untuk menerapkan inovasi serupa, menciptakan suasana belajar yang lebih dinamis, dan meningkatkan keterampilan literasi peserta didik secara signifikan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H