Mohon tunggu...
Nurul LailiAz
Nurul LailiAz Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Money

Menjadi Entrepreneur Seperti Rasulullah SAW

1 Maret 2019   16:21 Diperbarui: 1 Maret 2019   17:09 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Wassalamualaikum wr wb 

Di era saat ini mungkin banyak yang tidak menyadari bahwa ucapan Rasulullah SAW sudah terjadi. Di era milenial ini banyak di kalangan masyarakat yang tidak memperdulikan atau mengenyampingkan aspek halal atau pun haram  dalam kehidupannya, yang penting mereka mendapatkan apa yang mereka mau. Meski di tempuh dengan cara yang haram pun akan mereka lakukan tanpa rasa malu atau takut dosa, itu sudah menjadi lumrah bagi mereka. 

Bagaimana negara yang mayoritas penduduknya muslim namun mengesampingkan aspek tersebut. Mereka seperti buta akan hal hal yang di haramkan oleh agama, padahal background mereka islam tapi seperti tidak mengerti dan tidak bisa membedakan mana yang di perbolehkan atau di larang.

Seperti hadis yang di riwayatkan Al Bukhari  yang artinya : " Dari Abu Hurairah RA, dari Nab SAW bersabda : akan datang kepada manusia suatu zaman dimana mereka tidak perduli terhadap apa yang di perolehnya apakah berasal dari sesuatu yang halal atau haram " (HR.BKHARI 2059)
Dari hadis di atas menjelaskan keadaan di zaman sekarang. Menurut Mochamad Chababi Sulaiman (2015: 2)" seperti banyaknya kesenjangan yang cukup jauh antara konsep theologi  yang mengajarkan konsep pengolahan bumi  dengan kehidupan umat muslim.  Berdasarkan data yang ada di lapangan bahwa hampir di beberapa daerah penghasil minyak, tambang, ikan dan emas masih di dominasi oleh orang asing". Ali Yafie (1994: 23-25) berpendapat lalu mengapa hal demikian dapat terjadi, bukankah agama islam telah mengajarkan bagaimana memanfaatkan potensi alam ?

Saat ini mungkin kewirausahaan adalah salah satu solusi untuk menjadikan umat, khususnya islam lebih baik kualitas hidupnya. Salah satu kegiatan yang di anjurkan Rasulullah SAW adalah berniaga, karena berniaga menjanjikan hasil yang berlipat-ganda asalkan di kerjakan dengan sungguh-sungguh.  Mochamad Chababi Sulaiman (2015: 4) menulis bahwa di dalam Al-Qur'an tidak menyebut secara detail tentang dunia kewirausahaan kecuali hanya memberikan mengenai cara mengelolah apa yang di berikan oleh Allah kepada manusia lewat alam. Dari sini dapat di ambil sebuah pemahaman bahwa dunia kewirausahaan sangat erat kaitannya dengan nilai-nilai moral seperti jujur, tanggung jawab, ikhlas, mandiri, sabar dan lain sebagainya yang di anjurkan agama.

Di sini agama berperan sebagai alat kontrol diri dari sikap merugikan atau bertindak curang terhadap orang lain. Dengan memperdalam pengetahuan tentang mana yang di perbolehkan dan tidak, maka secara tidak langsung dapat terhindar dari sifat serakah dalam mencari rizki, kita sebagai muslim harus memiliki etika dalam berbisnis. Menurut R. Lukman (2006: 9-10) etika dalam berbisnis islami di anggap urgen untuk mengembalkan moralitas dan spiritualitas ke dalam dunia bisnis. Menurut A Hanafi dan Hamid Salam etika bisnis islami meruakan nilai-nilai etika islam dalam aktifitas bisnis yangtelah di sajikan dari prespektif Al-Qur'an dan hadis yang bertumpu pada enam prinsip, terdiri dari kebenaran, kepercayaan, ketulusan, persaudaraan, pengetahuan, dan keadilan.

Selama umat islam masih berpegang pada enam prinsip  tersebut, maka tidak akan melakukan kecurangan dalam berbisnis, mereka akan berbisnis secara sehat dan akan berpedoman pada Al-Q ur'an. Tapi sayangnya masih banyak umat islam yang tidak memahami isi kandungan Al-Qu'an dengan sebenar-benarnya, dan hal tersebut berimbas pada banyaknya praktek monopoli pasar, korupsi, dan banyak kegiatan yang di larang namun masih di lakukan karena sifat rakus yang tidak terkendali, dan karena hal tersebut yang bisa merusak moral manusia.

Menurut Dhidiek D, prinsip kewiausahaan ada 7 yaitu : harus optimis, ambisius, dapat membaca peluang, sabar, jangan putus asa, tidak takut gagal, dan menganggap kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda.

Saat ini enterpreneur bukan hanya dari kalangan pejabat atau dari kalangan menengah keatas, akan tetapi banyak dari kalangan mahasiswa, pelajar SMA, ibu rumah tangga dan lainnya mulai merabah bisnis ini karena menjanjikan income yang menjanjikan. Menurut laporan International Labor Organization (ILO) mencatat jumlah pengangguran terbuka pada tahun 2009 di Indonesia berjumlah 9.6 juta jiwa (7.6%), dan 10% diantaranya adalah sarjana. 

Menurut Budi Azwar,M.Ec (2013: 13) kondisi yang di hadapi akan semakin diperburuk dengan situasi persaingan global yang akan menghadapkan lulusan perguruan tinggi Indonesia bersaing secara bebas dengan lulusan perguruan tinggi asing. Oleh karena itu, para sarjana lulusan perguruan tinggi perlu di arahkan dan di dukung untuk tidak hanya berorientasi sebagai pencari keja, namun dapat dan siap menjadi pencita pekerja juga. 

Menumbuhkan jiwa kewirausahaan para mahasiswa perguruan tinggi di percaya menjadi jalan alternatif untuk mengurangi tingkat pengangguran. Jumlah wirausahawan muda di Indonesia  hanya sekitar 0,18% dari total penduduk, idealnya memiliki wirausahawan sebanyak 5% dari total penduduknya yang dapat menjadi keunggulan daya saing bangsa.

Contohnya saja untuk para mahasiswa dan pelajar mereka berbisnis dengan online shop, dengan hanya bermodalkan handphone dan kecekatan dalam menerima pesanan, mereka bisa menghasilkan pendapatan yang setara dengan berkerja full time, mengapa mereka sangat tertarik pada bisnis tersebut karena income tersebut bisa membantu memenuhi kebutuhan mereka tanpa meminta ke orang tua mereka. 

Akan tetapi banyak juga yang menjalankan bisnis tersebut dengan kecurangan, contohnya saja dengan mengambil laba begitu besar kisaran 200% dari harga pokok barang tersebut, tentu saja hal tersebut sangat merugikan para pelanggannya. Menjual barangtipuan atau tiruan, jelas sangat merugikan bagi konsumen. Dalam islam sebenarnya sudah di atur bagaimana tata cara pengambilan laba, bagaimana cara memasarkan barang dagangan.

Menurut Fatwa Syaikh Muhammad bin Sholeh Al-Ustmani , dalam mengambil keuntungan tidak ada batasan tertentu, karena itu termasuk rizki Allah. Terkadang Allah menggelontorkan banyak rizki keada manusia, sehingga kadang ada orang yang mendapatkan untung 100 atau lebih, hanya dengan modal 10. Dia membeli barang ketika harga sangat murah, kemudian harga naik, sehingga dia bisa mendapat untung besar, dan kadang terjadi sebaliknya. Karena itu, tidak ada batasan keuntungan yang boleh di ambil. 

Namun jika ada orang yang memonopoli barang dan mengambil keuntungan besar-besaran dari masyarakat, maka ini tidak halal baginya. Berdasarkan sabda Nabi SAW yang di riwayatkan Bkhari dan muslim, " sepertiga, dan sepertiga itu sudah banyak".

Melalui fatwah di atas bisa di simpulkan bahwa :
1.Islam tidak membatasi dalam pengambilan laba, karena itu termasuk rizki dari Allah
2.Boleh mengambil keuntungan besar asalkan barang tersebut bukan kebutuhan pokok
3.Tidak memonopoli pasar
4.Tidak termasuk penipuan karena mengambil keuntungan yang berlebihan
5.Bukan usaha ikhtikar (penimbunan) yang menyebabkan kelangkaan pada barang terebut.

Sebaiknya dalam menjadi interpreneur kita patut mencontoh cara Nabi SAW dalam menjadi pedagang yang jujur,tidak rakus dalam mangambil keuntungan, karena rizki sudah di tetapkan oleh Allah SWT.

Semoga bermanfaat 

Wassalamualaikum wr wb 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun