Di pagi yang masih sejuk, seorang gadis yang masih dibalut hangatnya selimut itu terbangun. Namun, sebelum beranjak dari tempat tidurnya ia sempat terdiam. Ia tak menyangka dirinya mampu bertahan sejauh ini hingga ia bisa melaksanakan koas. Bahkan, koas yang akan ia laksanakan tinggal tiga bulan lagi. Gadis mandiri yang tinggal sendiri di kosan yang cukup besar bagi seorang gadis.
Dia Aldara Dwi Putri seorang gadis yang saat ini sedang menempuh pendidikan di jurusan kedokteran. Dara, nama yang orang selalu gunakan ketika akan memanggilnya. Ia merupakan anak dari sepasang suami istri yang bernama Abimanyu Wibowo dan Elmira Revalina Putri. Ia juga memiliki seorang kakak laki-laki dan adik perempuan.
Gadis itu pun akhirnya beranjak dari kasurnya dengan seulas senyum tipis di bibirnya. Ia pun segera bersiap untuk pergi ke Rumah Sakit itu sebelum terlambat. Setelah semua perlengkapan lengkap gadis itu pun berangkat bersama dengan teman seperjuangannya selama kuliah, Keisha Aqilah.
•
Ketika waktu istirahat tiba, saat Dara dan Keisha hendak pergi ke kantin mata Dara terpaku kepada seorang lelaki berseragam loreng dengan tubuh tegapnya. Tanpa di sadari lelaki itu pun ikut menatapnya, hingga akhirnya kedua mata mereka saling bertemu. Menyadari hal itu keduanya langsung berpaling arah, seakan tidak terjadi hal itu.
Melihat temannya yang tiba-tiba terdiam, Keisha berinisiatif mengagetkan Dara.
"DARRR", ucap Keisha dengan nada keras.
"Ehh.. Lo apa-apaan si sha ngagetin aja", jawabnya.
"Lagian lo ngapain diem begitu, liatin apaan deh?", ujarnya penuh kepo.
"H-ha? ngga kok" jawabnya berbohong.
"Hilih bohong banget si, lo liatin cowo yang pakai baju loreng itu yaa?", ucapnya sambil sedikit tertawa jahil.
Dara terdiam tidak menggubris ucapan temannya itu.
"Tapi cowok itu lumayan ganteng loh Dar, cocok juga ni sama lo yang lumayan cantik juga", isengnya.
Dara hanya terkekeh kecil sambil menggelengkan kepala.
Mereka berdua pun langsung ke kantin untuk menuruti kemauan cacing-cacing di perutnya yang terus meminta jatah.
Di sela-sela makannya, Dara masih teringat wajah seorang lelaki berseragam loreng itu. Begitu jelas, lelaki berkulit sawo matang, rambut pendeknya, hidung mancung, serta tubuh tegapnya. Namun dari semua itu, Dara terpaku pada sorot mata tajam lelaki itu. Tatapan tajam itu membuat Dara ingin tahu lebih dalam tentang lelaki itu.
Tidak terasa mereka berdua selesai dengan makanan masing-masingnya. Dara dan Keisha pun melanjutkan tugasnya hingga selesai. Kebetulan hari ini ia tugas sampai pukul empat sore, tapi berbeda dengan Keisha. Temannya itu pulang lebih dulu karena ada satu lain hal di luar tugas koasnya.
Sudah lebih dari satu jam ia menunggu hujan reda, namun sampai pukul 17.30 hujan itu tidak menampakan tanda akan berhenti. Dara bingung karena tidak ada ojek online yang mau mengantarkannya. Tiba-tiba seseorang berdiri di sampingnya, ia lelaki berseragam loreng yang tadi ia pikirkan. Tanpa basa-basi lelaki itu menawarkan untuk mengantar Dara ke kosan nya. Dara pun menerima tawaran lelaki itu.
Tak terasa Dara akhirnya tiba didepan kosan.
"Te-", ucapannya terpotong.
Tak sempat Dara melanjutkan ucapannya, lelaki itu langsung berkata, "Langsung masuk lalu ganti pakaianmu" Â
"I-iya", jawabnya gugup.
Saat hendak menanyakan nama lelaki itu, ternyata lelaki itu sudah lebih dulu memperkenalkan dirinya.
"Saya, Gavin Keanu Mahardika. Kamu bisa panggil saya Gavin saja", ucapnya singkat, lalu langsung beranjak pergi dari hadapan Dara.
Di kamarnya Dara terus mengingat kejadian ketika lelaki itu mengejaknya. Ia tidak menyangka lelaki pemilik mata tajam itu bisa bersamanya dalam jarak yang cukup dekat. Ntah mengapa pertemuan singkat itu rasanya ingin ia ulangi.
Gavin Keanu Mahardika. Seorang Perwira Tentara yang begitu tampan dan gagah. Siapapun yang melihatnya pasti akan terpesona kepadanya. Dilihat dari perawakannya, usia Gavin terpaut lebih tua dari umur Dara.
Ia kini mengetahui sosok pemilik mata tajam itu, Gavin. Â Bahkan, saat hendak tidur pun Dara terus membayangkan sosok lelaki itu. Sejak sepasang matanya bertemu dengan mata Gavin, ia merasa ada hal yang berbeda saat menatapnya.
•
Sejak pertemuan kemarin, Dara selalu melihat Gavin rutin datang ke Rumah Sakit. Tidak tahu apa yang dilakukan lelaki itu, tapi semenjak hari itu mereka selalu beradu tatap. Terkadang Dara selalu mencari keberadaan Gavin ketika waktu istirahat tiba. Kehadiran Gavin itu membuat Dara semakin semangat melakukan koas. Tetapi diantara keduanya tidak ada yang niatan untuk saling mengenal bahkan sekedar tegur sapa pun tidak.
"Ekhmmm", ucap Keisha sambil menyenggol bahunya.
"Hah? Kenapa Sha?", tanya Dara.
"Diliatin mulu tuh om-om kalo suka bilang aja napa, Dar. Nanti keburu di ambil yang lain tuh", ucap Keisha meledek.
"Dih, apaan sih lo", jawabnya ketus.
Mereka hanya saling kagum dalam diam tanpa mengutarakan isi hati mereka, pikir Keisha.
Tidak terasa koas yang ia lakukan kini sudah selesai yang kemudian ia pun harus lanjut ketahap selanjutnya untuk mengejar gelar dokternya itu. Namun, kini Dara bingung antara sedih dan senang. Sedih karena ia takut akan kehilangan sosok pemilik mata tajam itu, senangnya karena ia bisa lanjut ke tahap berikutnya dengan lancar.
Semenjak koasnya nya berakhir Dara sudah tidak melihat lagi sosok pemilik mata tajam itu. Namun, rasanya kepada lelaki itu tidak pernah luntur. Bahkan, Dara selalu berahap bertemu lagi dengan Gavin di ketidaksengajaan berikutnya bahkan lebih lama lagi. Dara melalui hari-hari biasanya dan mulai membiasakan diri lagi.
Beberapa tahun kemudian...
Kini, Aldara Dwi Putri sudah menjadi seorang dokter muda yang sangat sukses. Semua pencapain Dara satu persatu ia wujudkan. Namun, dibalik sukses nya Dara ini belum membuatnya puas. Dara masih menunggu kehadiran lelaki itu. Ia Gavin. Bahkan, sekarang ia bekerja di Rumah Sakit semasa ia koas dulu pun tak membuatnya bertemu dengan pemilik mata tajam itu.
Tentang lelaki itu? ntah, Dara tidak pernah tau tentang dia. Bahkan, Dara hendak pasrah karena telah lama ia tidak mendengar kabar dari lelaki itu. Hampir Dara ingin berhenti menunggunya. Terlalu lama waktu yang ia habiskan untuk menunggu takdir mempertemukannya.
Seperti biasa, kini ia sedang bertugas dengan seragam putih kebanggaannya di Rumah Sakit. Hari-hari Dara disibukkan dengan pasiennya. Ketika hendak pulang tidak sengaja ia melihat seorang pria dengan seragam loreng yang tidak asing baginya.
"Sepertinya aku kenal dengan tubuh lelaki itu, tapi siapa ya?", gumamnya.
Beberapa saat kemudian ia teringat dengan satu nama yang selalu ia tunggu.
"GAVIN"
•
Malam hari yang begitu hening, Dara terdiam didalam kamarnya.
Yang tadi dia lihat betulan Gavin atau cuman angannya saja. Kalau memang lelaki itu betul dia, Dara tidak akan menyia-nyiakan kesempatan kali ini. Bahkan ia sudah berharap bahwa penantiannya selama ini menemukan titik cerah. Sudah lama ia merindukan sosok pemilik mata tajam itu. Dara sangat senang bisa melihat lelaki itu, semenjak hari itu Dara tidak bisa melepaskan lelaki itu di hatinya. Banyak hati yang ia tolak demi lelaki yang sama sekali tidak ia kenali itu.
Senyum Dara tidak luntur sama sekali malam ini. Ntah mengapa dirinya begitu bahagia sekali. Hingga akhirnya ia pun terlelap dalam tidurnya.
Pagi ini, Dara sudah tiba di Rumah Sakit lebih awal, karena hari ini kebetulan jadwal operasi pasiennya. Dara sedang mempersiapkan peralatan sebelum operasi ini dilaksanakan. Sampai ia pun melewatkan sarapan paginya, Dara tidak sempat masak atau membeli sarapan pagi ini.
Tiga jam berlalu, operasinya berjalan dengan lancar. Dara segera merapikan semuanya. Dan segera pergi ke kantin untuk membeli nasi goreng langganannya karena ia memang belum sempat sarapan. Ketika ia sedang menyantap makanannya tiba-tiba seorang suster menghampirinya dan memberinya secarik kertas. Belum sempat Dara bertanya, suster itu langsung pergi dari hadapannya tanpa mengucapkan sepatah kata apapun.
Dengan keheranan Dara pun membuka isi dari kertas tersebut dan membacanya.
Isi surat:
Setelah makan temui saya di Taman samping Rumah Sakit.
Setelah selesai makan, Dara langsung menuruti isi surat itu. Sesampainya disana ia mencari seseorang yang mengirimkan surat itu kepadanya. Akhirnya mata Dara tertuju pada seorang lelaki berseragam loreng yang membelakanginya. Ia mengenali seragam dan tubuh tegap lelaki dihadapannya Dara yakin lelaki itu yang telah mengirimkan surat. Tanpa berfikir panjang Dara langsung menghampirinya lalu berdiri di samping lelaki itu.
"Duduklah", kata lelaki itu.
Dara menuruti perkataan lelaki itu. "Maap, apakah kamu yang menyuruh suster itu untuk mengirimkan suratnya?" tanyanya.
Keduanya terdiam. Sebelum akhirnya lelaki itu pun membuka suara dan menceritakan semuanya. Â Dara hanya menyimak apa yang lelaki itu sampaikan kepadanya.
Lelaki itu menoleh, "Sejak saya tidak melihatmu di Rumah Sakit ini, hati saya terasa sesak. Saya sendiri tidak tahu kenapa itu terjadi. Saya tidak menyadari bahwa selama ini saya menaruh hati kepadamu. Saya mencoba untuk melupakan kamu bahkan mencari sosok sepertimu di orang lain namun hasilnya nihil. Hati saya tetap memilih kamu" ucapannya terhenti.
"Lalu?", tanyanya.
Sambil menghela nafas, "Saya ingin mengajak kamu menjalin hubungan yang lebih serius lagi, apakah kamu mau menerimanya?" mengakhiri.
Dara kaget dengan pengakuan lelaki itu, tidak ada kata yang Dara ucapkan. Ia hanya terdiam dengan apa yang barusan lelaki itu ucapkan kepadanya.
"Kalau boleh jujur sebetulnya s-saya juga merasakan hal yang sama sepertimu. T-tapi kita be-", belum sempat Dara mengakhiri ucapannya lelaki itu lebih dulu menyela.
"Saya tidak menyuruh kamu untuk menjawabnya sekarang, Aldara Dwi Putri", ucapnya dengan seulas senyum dibibirnya.
•
Pikiran Dara malam ini dipenuhi dengan ucapan lelaki itu, Galvin.
"Saya tidak menyuruh kamu untuk menjawabnya sekarang, Aldara Dwi Putri", ucapnya dengan seulas senyum dibibirnya.
Dara tersenyum malu saat lelaki itu menyebutkan namanya.
"Saya tidak akan memberatkanmu tentang pertanyaan saya tadi. Saya akan menunggu kamu siap untuk menjawaba pertanyaan itu . Selama apapun itu akan saya tunggu", lanjutnya.
"Alangkah baiknya jika kamu menjawabnya lebih cepat", ucapnya mengakhiri dengan senyum jahilnya, lalu pergi dari hadapan Dara.
Dara ingat persis setiap kata yang dilontarkan lelaki itu. Termasuk pertama kalinya ia melihat lelaki itu tersenyum kepadanya. Sangat manis. Tanpa sadar Dara pun akhirnya tertidur dengan senyum yang sedari tadi merekah dibibir kecilnya.
Setelah satu minggu lebih Dara memikirkan itu, sampai  saat ini ia belum menjawab pertanyaan lelaki itu. Namum, ucapan lelaki itu benar. Ia akan tetap menunggu tanpa menuntutnya untuk menjawab cepat.  Tidak ingin membuat lelaki itu menunggu lama, kini Dara mengajaknya untuk bertemu.
Di taman, Dara sedang menunggu kehadiran lelaki itu. Tidak menunggu waktu lama lelaki itu datang dan langsung menghampirinya. Lalu lelaki itu langsung duduk disebelah Dara.
"Bagaimana?", tanya lelaki itu memulai pembicaraan sambil menatapnya.
Dara terdiam tanpa menoleh ke arah Gavin sekalipun. Ia terus menatap lurus ke depan tanpa mengucapkan kata apapun. Namun, disisi lain lelaki itu terus menatapnya penuh harap dengan jawaban yang akan ia dilontarkan kepadanya.
Dara menghela nafasnya, "Aku mau nerima kamu, mas" jawabnya penuh yakin.
Gavin yang mendengar itu tersenyum bahagia sekaligus terharu dengan jawaban, "Alhamdulillah" ucapnya.
Dara pun menoleh kearah Gavin dengan seulas senyum dibibirnya. Ia baru menyadari ternyata sorot mata tajam itu kini berubah menjadi begitu teduh. Mereka saling menatap penuh bahagia, waktu yang dihabiskan untuk menunggu kepastian ini akhirnya terjawab.
Hari demi hari, bulan demi bulan berlalu. Sejak hari itu Dara dan Gavin disibukkan untuk menyiapkan persiapan pernikahan mereka. Banyak syarat dan ketentuan yang harus dilakukan sebelum menikah. Semua itu mereka lalui bersama, hingga akhirnya hari yang ditunggu keduanya pun tiba. Hari bahagia mereka kini sedang berlangsung.
SAHHH...
Akhirnya, kini mereka sudah sah menjadi sepasang suami istri. Gavin senyum haru setelah mengucapkan kalimat sakral itu, disisi lain jantung Dara terus berdenyut kencang. Pernikahan mereka berjalan sangat lancar tanpa hambatan apapun. Dara terkagum atas pernikahannya sendiri, acara nikah yang begitu mewah. Ia juga tak menyangka acara pernikahan impiannya bisa ia alami. Pedang Pora. Acara pernikahan yang ia kira hanya sebatas mimpi dan angannya saja ternyata dapat terwujud.
Rasa bahagia selalu menyelimuti mereka berdua. Sekarang hidupnya jauh lebih baik setelah Gavin hadir dan menjadi teman hidupnya.
•
"Bundaaa", seorang anak kecil memanggilnya.
"Bun", ulangnya.
Dara tersentak, "Eh, iya kenapa sayang" ucapnya lembut.
"Ayo ikut main sama kita, bun" ajak anak kecil itu sambil menarik tanganya menuju seorang lelaki.
Dara tersenyum, lalu ikut berlari bermain bersama keluarga kecilnya itu.
Ntah berapa lama ia terdiam mengingat setiap detik ketika beberapa tahun yang lalu. Saat pertama kalinya ia bertemu sosok pemilik mata tajam, kehilangan lelaki itu, hingga akhirnya tuhan mempertemukan kembali dengan lelaki itu. Bagaimana ia terus menunggunya hingga menolak banyak laki-laki demi seseorang pemilik mata tajam seperti Gavin. Kalimat sakral yang diucapkan Gavin sampai pernikahan impiannya terus teringat dalam benaknya.
Lembaran demi lembaran indah mereka buat menghiasi hidup yang begitu singkat. Wajah garang lelaki itu tak pernah ia tampakkan saat bersamanya. Kebahagian mereka semakin lengkap lagi saat mereka dikaruniai seorang anak laki-laki yang tadi memanggilnya dengan sebutan "Bunda".
Gavin Keanu Mahardika. Seorang lelaki pemilik sorot mata tajam aku ucapkan banyak terimakasih karena telah hadir dihidup seorang gadis mandiri sepertiku. Terimakasih sudah menerima aku Aldara Dwi Putri sebagai pendamping hidup kamu. Terimakasih atas perlakuan manis dan lembutmu yang selalu membuatku merasa sangat beruntung memilikimu. Batinku.
"Selama apapun kamu menunggunya, jika Tuhan berkehendak dia pasti akan kembali"
-ADP
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H