Mohon tunggu...
Laela Sofrotun Nida
Laela Sofrotun Nida Mohon Tunggu... Guru - Santri Nurul Furqon - Mahasiswa Universitas Brawijaya

Hanya sekedar berbagi. Semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Fenomena Phubbing Perspektif Al-Qur'an dan Psikologi

19 Februari 2024   22:25 Diperbarui: 19 Februari 2024   22:43 923
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

 "(yaitu) mereka yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi petunjuk oleh Allah dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal sehat." 

Quraish Shihab menafsiri Kata    yang dimaksud adalah segala macam ucapan, yang baik maupun yang tidak baik. Di dalam Tafsir Al-Mishbah dijelaskan bahwa jika kita mendengarkan perkataan dengan baik dan benar-benar bisa mengikuti dengan sungguh apa yang paling baik, maka demikianlah hamba Allah yang tinggi kedudukannya, yang telah diberi petunjuk kebenaran oleh Allah, berakal sehat, dan memiliki pikiran yang cemerlang. 

Hal yang sama juga dijelaskan didalam Tafsir Al Munir karangan Wahbah Azzuhaili yang menerangkan bahwa seseorang yang mendengarkan perkataan orang lain dengan baik, maka akan berperilaku baik juga. Tentu, hal ini bertolakbelakang dengan perilaku phubbing yang dinilai sebagai perilaku yang kurang baik karena mengabaikan orang sekitar, sehingga tidak memperhatikan perkataan lawan bicaranya.

Fenomena seperti phubbing juga dahulu pernah terjadi ketika zaman Rosulullah. Hadist tersebut berbunyi yang artinya "Telah menceritakan kepada kami Utsman bin Umar yang telah mengabarkan kepada kami Malik bin Mighwal dari Sulaiman asy-Syaibani dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas bahwa Nabi Muhammad membuat cincin lalu memakainya kemudian beliau bersabda, "Rupanya aku disibukkan oleh cincin ini sehingga tidak perhatian terhadap kalian sejak hari ini, hingga aku selalu memperhatikannya dan kalian pun selalu melihatnya" (HR. Ahmad 2808)

Hadist tersebut menceritakan tentang Rasulullah yang suatu hari tengah disibukkan dengan cincin sehingga perhatiannya teralihkan dan kurang memperhatikan orang-orang di sekitarnya, setelah beberapa waktu Rasulullah yang menyadari hal itu tidak baik kemudian langsung membuang cincin itu, hingga pada akhirnya beliau bisa memberikan perhatian lebih kepada para sahabat yang hadir. 

Dalam kisah lain juga sama halnya demikian yang dilakukan oleh para sahabat terhadap Nabi Muhammad SAW, Usamah bin Sarik RA berkata "Kami duduk disamping nabi seolah-olah ada seekor burung yang hinggap diatas kepala kami. Tidak ada seorangpun dari kami yang berbicara." (HR. Ath-Tabrani no. 473, hadist shahih). 

Hal ini mengindikasikan bahwa seorang muslim seharusnya lebih memperhatikan keadaan sekitar daripada kesibukannya yang berlebihan pada diri sendiri sehingga menimbulkan sikap acuh dan membuat pola komunikasi terjalin tidak baik. Di masa kini fenomena 'kurang memperhatikan' dalam lingkungan sosial bukan hanya disebabkan karena cincin saja seperti kisahnya nabi, bahkan melampaui itu terutama pada generasi masa kini. 

Phubbing dalam Perspektif Psikologi

Namun apabila kita melihat dari sisi perspektif psikologi, berdasarkan penelitian yang diterbitkan dalam Journal of Applied Social Psychology menjelaskan bahwa individu yang menjadi korban phubbing pada akhirnya terjerumus dalam pola perilaku serupa. Korban berusaha mengisi kekosongan interaksi yang terjadi dengan menggunakan smartphone-nya, yang akhirnya menjadi perilaku phubbing pula. Hal ini akhirnya menjadi lingkaran setan yang memperburuk kondisi hubungan sosial maupun mental semua pihak. Dilihat dari realitas tersebut dapat dikatakan bahwa phubbing juga memiliki kemampuan menular kepada korbannya.

Penting untuk dipahami jika media sosial yang cenderung dinikmati ketika phubbing, hal tersebut juga dapat memperburuk masalah mental. Perilaku ini juga dapat menyebabkan depresi dan membuat korbannya merasa   diabaikan   dalam   interaksi   yang   sedang berlangsung. Menurut penelitian yang dipublikasikan di Computers and Human Behavior, studi tersebut menemukan bahwa media sosial dapat memperburuk perasaan depresi, dan semakin sering kita menggunakannya maka semakin besar kemungkinan kita merasakan depresi atau kecemasan sebab kita cenderung membanding-bandingkan pencapaian orang lain dengan diri kita sendiri.

Fenomena terjadinya phubbing tentu tidak terjadi begitu saja. Al-Saggaf dan O'Donnell (2019) mengemukakan beberapa faktor yang dapat  mempengaruhi phubbing yaitu  kecanduan  teknologi, fear  of  missing out, kontrol diri, dan kebosanan (boredom). Didukung pula dalam hasil sebuah studi penelitian terhadap generasi milenial di Indonesia (2020) dipaparkan bahwa penyebab generasi milenial melakukan phubbing adalah untuk mengalihkan perasaan bosan, menghindari topik pembicaraan yang tidak disukai, dan sebab teman di sekitarnya juga melakukan phubbing. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun