Diskriminasi gender terhadap perempuan di ranah politik Indonesia masih menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan. Hal ini tercermin dari masih rendahnya keterwakilan perempuan dalam keikutsertaan pencalonan kandidat pada
pemilihan umum. Begitupun partisipasi perempuan dalam panitia pemungutan suara, dimana dominasi panitia laki-laki masih lebih banyak dibandingkan panitia
perempuan.Â
Meskipun perempuan memiliki kemampuan yang sebanding dengan laki-laki, namun perempuan seringkali menghadapi berbagai diskriminasi yang menghambat kemajuan dirinya. Prespektif yang menganggap bahwa perempuan memiliki posisi di bawah laki-laki menyebabkan ruang gerak perempuan dalam hal kepemimpinan menjadi sangat terbatas. Tak memperdulikan kemampuan yang dimiliki terbukti telah sebanding bahkan lebih kuat daripada lelaki.Â
Masyarakat sering mengandalkan pemerintah untuk mengatasi isu ini, namun respon pemerintah terhadap kesetaraan gender pada perempuan dalam politik masih belum memadai. Kondisi tersebut tentu memberikan rasa ketidakpuasan, terutama bagi para perempuan. Pada akhirnya, hal tersebut memicu berbagai gerakan dan organisasi yang dianggap dapat lebih bisa menyelesaikan permasalahan ini. Adapun sebagian besar organisasi tersebut berskala internasional, karena memiliki keanggotaan dari berbagai negara sehingga menciptakan beragam ide dan kesepakatan yang variatif.
Keberadaan budaya patriarki di Indonesia yang masih sangat kuat, menyebabkan ketidakadilan gender yang muncul dari stereotip dan subordinasi terhadap perempuan (Ramadhani & Rahmawati, 2020). Pemahaman tentang sistem tersebut mengakibatkan munculnya kelompok dominan yang berbasis pada suku, agama, ras, budaya, dan politik. Akibatnya terjadi ketidakadilan dan ketimpangan gender yang berasal dari marginalisasi, stereotip, dan subordinasi terhadap perempuan.Â
Dalam lingkup pemerintahan pun, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam posisi eksekutif dan manajerial di administrasi publik masih belum tercapai sepenuhnya.Â
Perempuan cenderung terbatas pada sektor publik, mengakibatkan terhambatnya aspirasi politik perempuan melalui saluran politik yang ada. Budaya patriarki yang ada juga masih cenderung dominan, sehinggamembuat peran perempuan dalam politik sulit dan akhirnya menciptakan lingkungan yang kurang mendukung.
Padahal menurut penelitian Iman (2023), partisipasi perempuan dalam politik akan memberikan dampak signifikan pada lembaga lembaga politik dan merupakan bagian integral dari pembangunan yang adil dan berkelanjutan.Â
Hal tersebut menunjukkan bahwa pentingnya mencapai kesetaraan gender dalam politik tidak hanya berkaitan dengan hak-hak perempuan, tetapi juga mempengaruhi kemajuan politik dan pemerintahan secara keseluruhan.Â
Meskipun tantangan masih ada, fakta-fakta ini menegaskan perlunya perubahan dalam pandangan masyarakat dan kebijakan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi perempuan dalam politik secara lebih aktif dan merata.
Pada akhirnya, pemerintah menerbitkan regulasi melalui Undang-undang No. 68 Tahun 1958 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Politik Perempuan dimana peraturan tersebut mengatur prinsip-prinsip kesetaraan, termasuk non-diskriminasi, hak memilih dan dipilih, serta partisipasi dalam kebijakan dan posisi jabatan birokrasi. Undang-undang No. 12 Tahun 2003 juga menetapkan kuota minimal 30% perempuan dalam Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.
Meskipun demikian, budaya patriarki masih menghambat peran perempuan di politik. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut diharapkan pemerintah dapat senantiasa memperhatikan beberapa aspek berikut. Pertama, pemerintah diharapkan dapat terus berupaya untuk memberikan hak perempuan dalam meningkatkan pendidikan politik. Hal ini dilakukan karena masih banyak perempuan yang belum memahami tugas politik mereka, sehingga harus ada upaya untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan politik perempuan.
Selain itu, penyampaian aspirasi perempuan juga harus terus didorong karena perempuan cenderung memiliki kebutuhan unik yang harus diakomodasi. Kemudian partai politik juga memiliki peran tersendiri untuk merekrut perempuan sebagai anggotanya, serta menjamin peluang yang setara dan penghapusan budaya patriarki.Â
Dalam mencapai kesetaraan gender yang ideal, diperlukan proporsi yang seimbang antara laki-laki dan perempuan serta pikiran terbuka dari masyarakat untuk menerima perubahan. Lebih dari itu, kesadaran dan dukungan masyarakat juga sangat membantu perempuan untuk berjuang lebih keras agar dapat berkontribusi aktif bagi masyarakat.
Pada pemilu 2019 lalu, tingkat keterwakilan perempuan dalam politik Indonesia berhasil meningkat baik di tingkat pusat, daerah, maupun tingkat kabupaten/kota. Bahkan pada periode ini, perempuan berhasil menempati posisi sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Capaian tersebut memberikan angin segar sebagai langkah positif menuju kesetaraan gender dalam dunia politik.
Keterlibatan perempuan dalam politik bukan hanya sekedar tentang kesetaraan gender. Lebih dari itu, keterlibatan tersebut diharapkan dapat memberikan perubahan dan inovasi yang lebih baik bagi kondisi politik Indonesia. Karena berdasarkan hasil survei dari Bank Dunia, menunjukkan bahwa ketika perempuan dan laki-laki memiliki kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam politik dan membuat keputusan maka kebijakan yang dihasilkan cenderung lebih representatif dan inklusif.Â
Namun, kesuksesan ini tidak hanya tergantung pada kebijakan kuota keterwakilan perempuan, tetapi juga pada pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan politik perempuan serta kesetaraan gender yang masih perlu ditingkatkan.
Maka dari itu, diperlukan kerja sama dari semua pihak untuk memberikan peluang yang luas kepada perempuan dalam bidang politik. Hal tersebut meliputi upaya bersama untuk meningkatkan pengetahuan, memperluas pemahaman, dan meningkatkan keterampilan politik perempuan. Dengan demikian, ketika
perempuan berada di posisi kekuasaan, mereka dapat merumuskan kebijakan yang lebih responsif, inklusif, dan manusiawi. Sebagai pengusung, partai politik bertanggung jawab untuk merekrut perempuan-perempuan berpotensi yang aktif dalam menyampaikan aspirasi dan memahami alur kebijakan.
Pada akhirnya, untuk mengatasi diskriminasi gender di bidang politik dapat dilakukan melalui beragam cara salah satunya dengan terus berupaya menciptakan lingkungan politik yang lebih inklusif dan demokratis. Hal tersebut diharapkan dapat mengubah persepsi masyarakat terkait perempuan dan politik, sehingga terdapat kesetaraan peluang kepada semua warga negara untuk berpartisipasi dalam politik tanpa adanya hambatan yang tidak perlu.Â
Segala kelancaran yang terjadi dalam implementasi gagasan-gagasan ini tidak luput dari kerja sama dan kesadaran masyarakat terhadap kesetaraan posisi perempuan dan laki-laki, sehingga dapat
mendorong tercapainya kesetaraan gender dalam dunia politik Indonesia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H