Mohon tunggu...
Laila Liza Maulina
Laila Liza Maulina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Universitas Airlangga

Sedang belajar menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Belum Terlaksananya Kesetaraan Gender pada Pemilu di Indonesia

18 Juni 2024   11:44 Diperbarui: 18 Juni 2024   11:46 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Diskriminasi gender terhadap perempuan di ranah politik Indonesia masih menjadi permasalahan yang perlu diperhatikan. Hal ini tercermin dari masih rendahnya keterwakilan perempuan dalam keikutsertaan pencalonan kandidat pada
pemilihan umum. Begitupun partisipasi perempuan dalam panitia pemungutan suara, dimana dominasi panitia laki-laki masih lebih banyak dibandingkan panitia
perempuan. 

Meskipun perempuan memiliki kemampuan yang sebanding dengan laki-laki, namun perempuan seringkali menghadapi berbagai diskriminasi yang menghambat kemajuan dirinya. Prespektif yang menganggap bahwa perempuan memiliki posisi di bawah laki-laki menyebabkan ruang gerak perempuan dalam hal kepemimpinan menjadi sangat terbatas. Tak memperdulikan kemampuan yang dimiliki terbukti telah sebanding bahkan lebih kuat daripada lelaki. 

Masyarakat sering mengandalkan pemerintah untuk mengatasi isu ini, namun respon pemerintah terhadap kesetaraan gender pada perempuan dalam politik masih belum memadai. Kondisi tersebut tentu memberikan rasa ketidakpuasan, terutama bagi para perempuan. Pada akhirnya, hal tersebut memicu berbagai gerakan dan organisasi yang dianggap dapat lebih bisa menyelesaikan permasalahan ini. Adapun sebagian besar organisasi tersebut berskala internasional, karena memiliki keanggotaan dari berbagai negara sehingga menciptakan beragam ide dan kesepakatan yang variatif.


Keberadaan budaya patriarki di Indonesia yang masih sangat kuat, menyebabkan ketidakadilan gender yang muncul dari stereotip dan subordinasi terhadap perempuan (Ramadhani & Rahmawati, 2020). Pemahaman tentang sistem tersebut mengakibatkan munculnya kelompok dominan yang berbasis pada suku, agama, ras, budaya, dan politik. Akibatnya terjadi ketidakadilan dan ketimpangan gender yang berasal dari marginalisasi, stereotip, dan subordinasi terhadap perempuan. 

Dalam lingkup pemerintahan pun, kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam posisi eksekutif dan manajerial di administrasi publik masih belum tercapai sepenuhnya. 

Perempuan cenderung terbatas pada sektor publik, mengakibatkan terhambatnya aspirasi politik perempuan melalui saluran politik yang ada. Budaya patriarki yang ada juga masih cenderung dominan, sehinggamembuat peran perempuan dalam politik sulit dan akhirnya menciptakan lingkungan yang kurang mendukung.

Padahal menurut penelitian Iman (2023), partisipasi perempuan dalam politik akan memberikan dampak signifikan pada lembaga lembaga politik dan merupakan bagian integral dari pembangunan yang adil dan berkelanjutan. 

Hal tersebut menunjukkan bahwa pentingnya mencapai kesetaraan gender dalam politik tidak hanya berkaitan dengan hak-hak perempuan, tetapi juga mempengaruhi kemajuan politik dan pemerintahan secara keseluruhan. 

Meskipun tantangan masih ada, fakta-fakta ini menegaskan perlunya perubahan dalam pandangan masyarakat dan kebijakan pemerintah untuk menciptakan lingkungan yang mendukung partisipasi perempuan dalam politik secara lebih aktif dan merata.

Pada akhirnya, pemerintah menerbitkan regulasi melalui Undang-undang No. 68 Tahun 1958 tentang Ratifikasi Konvensi Hak Politik Perempuan dimana peraturan tersebut mengatur prinsip-prinsip kesetaraan, termasuk non-diskriminasi, hak memilih dan dipilih, serta partisipasi dalam kebijakan dan posisi jabatan birokrasi. Undang-undang No. 12 Tahun 2003 juga menetapkan kuota minimal 30% perempuan dalam Pemilu DPR, DPD, dan DPRD.

Meskipun demikian, budaya patriarki masih menghambat peran perempuan di politik. Oleh karena itu, untuk mengatasi hal tersebut diharapkan pemerintah dapat senantiasa memperhatikan beberapa aspek berikut. Pertama, pemerintah diharapkan dapat terus berupaya untuk memberikan hak perempuan dalam meningkatkan pendidikan politik. Hal ini dilakukan karena masih banyak perempuan yang belum memahami tugas politik mereka, sehingga harus ada upaya untuk meningkatkan pemahaman dan keterampilan politik perempuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun