Guna memenuhi hak mahasiswa, pihak kampus memberikan penawaran penggantian magang. Penggantian magang pada kampus saya bukan berarti mahasiswa akan melakukan sesuatu hal yang dikira sebanding dengan pengalaman untuk magang. Melalui dosen koordinator magang, pihak kampus menawaran metode yang dinilai 'cukup' untuk mengganti mata kuliah magang.
Sayangnya kata cukup di sini bukan berarti sepadan dengan pengalaman dan ilmu yang hilang. Kebijakan ini lebih ke penghapusan kewajiban. Dua metode yang ditawarkan sebagai pengganti 'nilai' magang yaitu sistem poin dan pengabdian masyarakat.
Metode pertama, sistem poin. Mahasiswa dapat mengumpulkan beberapa sertifikat kepesertaan dengan kategori yang dilampirkan beserta poin yang sudah tercantum. Pada pilihan ini disebutkan bahwa untuk mencapai nilai A, mahasiwa harus mengumpulkan poin sebanyak angka yang tercantum.
Metode kedua, dengan sistem pengabdian ke lingkungan sekitar. Teknisnya seperti pengabdian masyarakat namun dilakukan pada lingkungan mahasiswa tersebut berada. Pelaksanaannya bisa dilakukan dengan model daring maupun memanfaatkan media sosial.
Memang betul, pelaksanaan magang sangat tidak mungkin dilakukan, penggantian merupakan cara terbaik yang masih bisa diusahakan. Namun pada kedua penawaran metode tadi terjadi sebuah ketimpangan.
Ketidaksetaraan ini memicu ketimpangan nilai. Pada metode pengabdian, mahasiswa bisa melakukan program/kegiatan tertentu yang dapat diukur keberhasilannya dalam output yang tercantum di laporan akhir. Sama halnya dengan laporan lainnya maupun laporan praktikum, penilaian bisa lebih bersifat objektif.
Pada metode sistem poin, mahasiwa hanya mengumpulakan banyak sertifikat dengan poin minimal untuk nilai tertentu. Dosen hanya bisa memberikan nilai jika mahasiswa berhasil memenuhi score poin yang ditetapkan.Â
Meskipun pada akhirnya mahasiswa akan dimintai bukti sertifikat, namun penilaian metode ini tidak bisa mengukur outpun pengetahuan dan keterampilan mahasiswa.
Magang bagi mahasiswa kesehatan merupakan suatu kesempatan emas untuk mengukir pengalaman. Sebagai calon tenaga kesehatan, mahasiswa nantinya dihadapkan dengan permasalahan terkait pelayanan kepada publik sehingga menuntut keterampilan pada profesinya. Keterampilan tidak bisa muncul begitu saja namun perlu upaya pengalaman dan pembelajaran.
Pemilihan metode yang ditawarkan tidak bisa menggantikan fungsi magang sebagai kesempatan mengasah keterampilan. Pada lain sisi mahasiswa berada di posisi menginginkan pengalaman sebagai bekal mencari pekerjaan.Â
Dunia pekerjaan jauh sangat berbeda dengan dunia kampus. Karena itu mahasiswa merasa perlu dilakukan magang sebagai bekal untuk bekerja nantinya.Â
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!