Naiknya Jokowi menjadi RI-1 adalah sesuatu yang ajaib (miracle). Tak banyak pihak yang yakin jika Jokowi berhasil menjadi Presiden. Menjelang Pilpres 2014 lalu, Singapura, negara-negara Eropa dan Amerika, sangat yakin bahwa Prabowolah yang menjadi penguasa Indonesia selanjutnya. Prediksi itu membuat Singapura lebih banyak diam, kurang agresif dan enggan ikut ‘bermain’ di Pilpres 2014 lalu.
Dalam strategi dan kebijakan politik luar negeri Singapura, Indonesia diprediksi hingga sepuluh tahun ke depan, tidak akan banyak berubah. Dalam analisis para pengambil kebijakan politik negeri Singa itu, Prabowo tidak akan mampu membuat terobosan baru untuk memajukan Indonesia. Hal itu karena orang-orang di sekitarnya dan lebih-lebih para elit pendukungnya, adalah orang-orang lama yang terbiasa dengan gaya hidup priyayi dan akrab dengan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Jika keadaan Indonesia seperti itu, maka Singapura tetap jaya dan posisinya sebagai number one pengendali ekonomi ASEAN tak tergoyahkan dan tanpa takut disaingi oleh Indonesia.
Selama ini, Singapura sangat nyaman dan menikmati kemakmuran yang setara dengan negara Barat. Salah satu penyebabnya adalah karena kebodohan negara tetangganya, Indonesia. Kendatipun Singapura adalah negara yang miskin sumber daya alam, namun berkat kelihaiannya, Singapura berhasil keluar sebagai negara maju dengan pendapatan perkapita $ 40.000 dollar per tahun. Sekarang Singapura dikenal sebagai salah satu pelabuhan tersibuk di dunia, pusat bisnis, pusat teknologi dan tempat penukaran mata uang asing terbesar ke empat di dunia dan menjadi negara yang terkenal inovatif dan efisien dalam pengelolaan ekspor dan pariwisata. Penduduk yang menetap di Singapura, sebagian kaum eksekutif elit dari berbagai perusahaan multinasional kelas dunia.
Bagi kaum kaya dan para pejabat Indonesia, Singapura adalah surga belanja, berobat dan jalan-jalan. Ada 2,5 juta wisatawan Indonesia dari total 15 juta wisatawan yang disedot oleh Singapura setiap tahun. Para pejabat dan orang-orang kaya Indonesia menjadikan Singapura sebagai tujuan wisata luar negeri yang utama. Mereka umumnya tinggal di hotel-hotel mewah atau tinggal di apartemen dan kondominium yang telah mereka beli. Fakta menunjukkan bahwa sepertiga pemilik property di Singapura adalah orang Indonesia.
Singapura dalam dua dekade terakhir telah berhasil menyulap berbagai perguruan tingginya menjadi yang terkemuka di dunia. Hal itu membuat 20 ribu pelajar Indonesia memilih menempuh studi di berbagai universitas Singapura. Selain itu, Singapura telah berhasil menyulap berbagai rumah sakitnya menjadi pusat pengobatan terkemuka di Asia. Hal yang kemudian membuat ratusan ribu masyarakat Indonesia berbondong-bondong ke Singapura setiap tahun untuk berobat. Berkat kemajuan peralatan navigasinya, Singapura berhasil memperdayai Indonesia untuk menguasai zona terbang yang mencakup wilayah Indonesia.
Menurut data dari Kementerian Kesehatan, 50% pasien asing di Singapura berasal dari Indonesia. Itu berarti bahwa duit Indonesia terus mengalir ke Singapura tiap tahun. Karena Singapura sangat melindungi para investornya, maka tak heran jika ada 4 ribu triliun Rupiah duit WNI diparkir di sana, termasuk aset para koruptor. Bagi Singapura yang tidak mempunyai sumber kekayaan alam, aset koruptor yang disimpan di negaranya merupakan investasi penting. Itulah sebabnya Singapura tidak pernah mau menandatangi perjanjian ekstradisi para koruptor dari negerinya ke Indonesia.
Situasi politik yang kurang stabil di Indonesia, justru diinginkan dan akan dimanfaatkan betul oleh Singapura. Jika terjadi huru-hara yang mengerikan di Indonesia, pasti tujuan pertama WNI untuk menyelamatkan diri adalah Singapura. Selain karena letak geografisnya yang dekat dengan Indonesia, juga tingkat keamanan super tinggi yang dijamin oleh pemerintah Singapura. Fakta-fakta pesta pora Singapura ketika Indonesia dilanda krisis dapat dilihat dari sejarah kelabu Indonesia tahun 1998. Ketika Indonesia dilanda krisis 1997-1998, Singapura benar-benar untung besar di tengah penderitaan Indonesia ketika itu.
Pada saat itu, Singapura berhasil menjarah aset-aset Indonesia yang kemudian mendatangkan keuntungan luar biasa bagi negeri itu. Aset-aset Indonesia yang berhasil diembat oleh Singapura antara lain, Telkomsel, Indosat, BII, Bank Danamon, dan lain-lain. Lewat Bank Internasional Indonesia (BII), Singapura untung Rp 8,15 triliun karena menjual sahamnya ke Maybank senilai Rp 13,5 triliun. Padahal ketika Temasek membeli BII pada tahun 2003, Temasek hanya mengeluarkan modal Rp 2,2 triliun. Hal yang sama dengan bank Danamon. Nilai jual bank Danamon sekarang sudah mencapai Rp 50 triliun. Padahal ketika Temasek membelinya pada tahun 2003 lalu, hanya senilai Rp 3,08 triliun. Tentu saja Singapura sangat girang jika Indonesia bangkrut, karena akan menambah duit WNI yang tersimpan di perbankannya.
Kesuksesan Singapura mempecundangi Indonesia pada krisis tahun 1998 itu, dicoba diulangi kembali pada tahun 2015, ketika Jokowi telah menjadi RI-1. Singapura kembali mencoba untuk menggoyang perekonomian Indonesia dengan berbagai cara. Salah satu ekonom ternama Nanyang Business School Singapore, Lee Boon Keng, melempar isu menakutkan dengan mengatakan bahwa bahwa nilai tukar rupiah bisa ambruk hingga Rp 25 ribu/dolar AS jika Federal Reserve mulai melakukan normalisasi kebijakan moneternya.
Pernyataan Lee Boon Keng itu, kemudian menimbulkan kekhawatiran di masyarakat Indonesia. Di bulan Juli-Agustus 2015, masyarakat Indonesia ramai-ramai membeli dollar Amerika. Akibatnya, nilai tukar Rupiah berhadapan dengan dollar pada akhir September 2015 hampir menyentuh angka Rp. 15.000 Rupiah per dollar. Nah keadaan inilah yang diinginkan Singapura. Jika Indonesia bangkrut, lalu warga kaya Indonesia akan khawatir dan dipastikan terus memarkirkan dananya ke Singapura. Aksi busuk yang dilakukan Singapura tidak hanya sekali saja seperti yang dilakukan oleh Lee Boon Keng di atas. Pada 17 Juni 2015, Business Times, koran milik Strait Times yang dikelola pemerintah Singapura secara terang menurunkan sebuah artikel berjudul ‘Indonesia, Malaysia at risk of repeating 1997-98 meltdown”. Isinya kurang lebih menegaskan bahwa Indonesia bersama Malaysia akan mengalami krisis parah seperti pada tahun 1998. Jelas isu ini sengaja dilempar dengan motif ekonomi. Karena jika Indonesia terkena krisis, Singapura bisa kembali berpesta-pora menjarah aset-aset Indonesia yang luar biasa dan vital itu.
Skenario Singapura untuk kembali membangkrutkan Indonesia di tahun 2015, ternyata gagal berkat kejelian, keuletan dan optimistis besar Jokowi. Singapura rupanya lupa bahwa Jokowi yang berhasil mengalahkan Prabowo, didukung luar biasa jutaan rakyat Indonesia dari dalam dan luar negeri. Saat Pilpres 2014 lalu, jutaan rakyat dilanda euforia gegap-gempita rela menggerakkan kaki-kaki mereka menuju kotak suara dan antre untuk memberikan suaranya kepada Jokowi.