Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Jokowi Jadi Rebutan, Ahok Asyik Bertarung, DPR Sibuk Kunker Fiktif

13 Mei 2016   11:00 Diperbarui: 13 Mei 2016   11:06 7714
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika Jokowi sebelumnya asyik bertarung membereskan kisruh KPK vs Polri, pembubaran Petral, pembekuan PSSI, konflik Golkar, PPP plus ‘mulut garang’ Fahri Hamzah dan kasus ‘Papa minta saham’ Setya Novanto, kini situasi sudah berubah. Sekarang Jokowi nyaris tak ada lawan.

Pasca ambruknya KMP termasuk PKS, Jokowi sekarang terlihat hanya asyik blusukan ke berbagai pelosok negeri dan juga ke luar negeri. Kini, Jokowi fokus bekerja memantau proyek infrastrukturnya, mengerjakan semua rencananya dan memastikan tidak ada maling-maling, dan tikus-tikus yang menggeregoti segala proyeknya tanpa diganggu oleh para politisi kotor KMP.

Selagi asyik bekerja di berbagai daerah di Indonesia, tiba-tiba nama Jokowi kembali dicatut. Isunya, nama Jokowi menjadi rebutan  sengit antara calon ketua umum Golkar, Setya Novanto vs Ade Komarudin. Kedua kubu ini bersaing mencatut nama Jokowi untuk menaikkan posisi mereka di mata para pemilik suara. Kabarnya, Tim dari Setya Novanto mengklaim bahwa pencalonan Setya Novanto telah mendapat dukungan dari istana via Luhut Panjaitan. Sementara kubu lawannya, kubu Ade Komaruddin, mengklaim bahwa dirinya telah mendapat dukungan dari istana via Wapres Jusuf Kalla.

Tentu saja Jokowi marah besar ketika mendengar namanya kembali dicatut. Pemerintah jelas tidak akan mencampuri urusan internal Golkar. Lewat Seskab Pramono Anung, berkali-kali pemerintah menegaskan sikapnya yang netral terkait pemilihan ketua umum Golkar yang baru.  Bagi publik, pernyataan pemerintah itu terlalu lugu. Secara jujur pemerintah pasti punya kepentingan terkait siapa pemegang pucuk pimpinan Golkar.

Jika melihat sosok delapan calon ketua umum Golkar yang ikut bersaing, maka besar kemungkinan Setya Novanto akan keluar sebagai ketua umum Golkar. Alasannya, selain didukung oleh Ical, Novanto juga punya duit lebih banyak dan kemungkinan didukung pemerintah karena punya ‘masalah’ dengan Jokowi terkait kasus Papa Minta Saham. Masalah  itu sekarang lagi diendapkan di Kejaksaan Agung. Nantinya akan dijadikan sebagai ‘kartu truf’ jika Novanto berbuat macam-macam. Itulah sebabnya, kubu Setya Novanto yang menjadi terdepan dalam mencatut nama Jokowi. Ada sinyal, Jokowi lebih condong ke Novanto.

Sikap Jokowi terkait pencatutan namanya itu, jelas berbeda saat namanya dicatut terkait kasus Papa minta sama. Saat itu Jokowi marah benaran karena jelas-jelas telah merugikan namanya. Namun kali ini marahnya Jokowi sedikit bercampur ‘mehek-mehek’ alias ketawa. Ia tertawa mendengar dua kubu yang bersaing memperebutkan kursi ketua umum Golkar itu berlomba mencatut namanya. Dulu namanya dibenci kini namanya menjadi bahan rebutan saat dia sudah tidak bertarung lagi melawan lawan politiknya.

Jika Jokowi asyik menonton pertarungan di internal Golkar, sebaliknya bekas kompatriotnya di DKI Jakarta, Ahok, justru asyik bertarung sana-sini. Ahok terlihat bertarung setiap hari. Ia diserbu lawannya mulai dari kelas teri, hingga kelas kakap. Peluru-peluru yang ditembakkan kepada Ahok pun bervariasi, mulai dari peluru karet, peluru timah, peluru tembaga.

Hebatnya, Ahok semakin ahli dan mahir menghadapi tiap serangan yang ditujukan kepadanya. Suatu saat ia melabrak serangan itu. Lain hari, ia menghindar serangan lain. Namun di hari berikutnya lagi, ia kembali terjun di medan tempurnya dengan membuat segala pancingan-pancingan kebijakan. Ahok terlihat membuat lawannya gagap dan tak menyadari semua serangan mereka justru sebaliknya menaikkan nama Ahok.

Jelas Ahok mulai kebal atas segala serangan yang ditembakkan para lawan politiknya. Bahkan sekarang publik mulai berterima kasih kepada Ahok yang yang membawa bangsa ini kepada pengalaman baru terkait perlawanannya kepada BPK. Ahok dipandang sebagai pelopor perselisihan terbuka kepada BPK. Selama ini tidak ada kepala daerah/instansi yang berani mempertanyakan hasil audit BPK.

Tuduhan para lawan Ahok yang menyebut kinerja Pemrov DKI Jakarta di bawah pimpinan Ahok nol besar, Ahok menjawabnya dengan berhasil menggondol empat penghargaan kinerja sekaligus dari pemerintah pusat. Empat penghargaan sekaligus itu disebut  yang pertama dalam sejarah bagi seorang Gubernur. Dan memang fakta-fakta kinerja Ahok  untuk membenahi kesemerawutan  DKI Jakarta menjadi bukti layaknya empat penghargaan itu baginya.

Sekarang Ahok mulai akrab dengan kasus Sumber Waras yang terus digoreng habis-habisan oleh para lawan Ahok. Demikian juga kasus Reklamasi Teluk Jakarta, Ahok mulai menikmati aroma bumbu tak sedap yang terus ditumis para lawan politiknya. Masyarakat pun mulai bisa memahami jika Ahok mondar-mandir ke KPK untuk memberi kesaksian bagi para lawan politiknya yang korup adalah hal yang wajar.

Jika Jokowi sibuk kerja plus blusukan keliling Indonesia dan dunia, lalu Ahok sibuk bertarung melawan para tikus, mafia, preman, maling, di DKI Jakarta, lain halnya dengan DPR di Senayan sana. Selain kinerja buruk mereka untuk menyelesaikan beberapa undang-undang, mereka juga sibuk menyembunyikan diri untuk tidak melaksanakan kunker (kunjungan kerja) enam kali dalam setahun di daerah pemilihannya masing-masing.

Faktanya mulai terbongkar bahwa banyak anggota DPR yang tidak melakukan kunker itu dengan benar. Dan kalau melakukannya pun sama sekali tidak efektif  karena lebih bersifat kegiataan huru-hura. Padahal tiap-tiap anggota DPR mendapat anggaran sangat besar untuk membiayai kunker itu.

Jika anggaran kunker DPR 2015 sebesar 1,24 triliun dan dibagi rata dengan jumlah anggota DPR kurang-lebih 550 orang, maka tiap anggota mendapat kurang lebih 2 miliar anggaran kunkernya. Namun apa yang terjadi? Nyatanya para anggota DPR itu sibuk bersembunyi alias tidak melakukan kunker. Celakanya mereka pun ahli berbohong dan sibuk mengarang laporan kunker fiktif. Alhasil negara pun berpotensi rugi Rp. 945 miliar akibat kunker abal-abal para anggota DPR itu.

Inilah mental korup anggota Dewan Perwakil Rakyat kita. Mereka tega mengantongi anggaran kunker yang sebetulnya mereka tidak laksanakan. Untung kita masih terhibur oleh kinerja Presiden kita Jokowi yang masih sibuk terus bekerja, bekerja dan bekerja. Pun kita mendapat tontonan menegangkan dari Ahok setiap hari yang sibuk bertarung sengit menghajar lawan-lawannya.

Salam Kompasiana,

Asaaro Lahagu

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun