Mohon tunggu...
Asaaro Lahagu
Asaaro Lahagu Mohon Tunggu... Lainnya - Pemerhati Isu

Warga biasa, tinggal di Jakarta. E-mail: lahagu@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

RJ Lino Tersangka, Permainan Sofyan Djalil dan Kalla Terkuak, Rizal Ramli Bersorak

26 Desember 2015   08:00 Diperbarui: 27 Desember 2015   12:30 66604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebulan sebelum pergantian direksi Pelindo II, Sofyan Djalil, Menteri BUMN era SBY ketika itu, berkunjung ke Guangxi atas saran Ahmad Kalla, adik Jusuf Kalla, untuk melihat proyek yang dikerjakan oleh RJ Lino di sana. Pada saat itu, Lino menjabat sebagai Direktur di Pelabuhan Aneka Kimia Raya (AKR) Guangxi, sebuah pelabuhan yang tidak terkenal karena hanya Pelabuhan sungai (referensi baca di sini).

Di sana, Sofyan Djalil terkesima oleh kehebatan Lino yang menyulap pelabuhan sungai menjadi pelabuhan yang hebat. Sofyan Djalil pun akhirnya tak kuasa menolak ketika Jusuf Kalla, saat itu Wakil Presiden SBY, mendesak Sofyan Djalil untuk mengangkat Lino sebagai Direktur Pelindo II Tanjung Priok. Tidak lama kemudian, Lino pun akhirnya dilantik menjadi Direktur Pelindo II, dengan menyingkirkan semua nama yang tadinya direkomendasikan oleh dewan komisaris. Atas kongkalikong Sofyan Djalil dan Jusuf Kalla, jadilah RJ Lino sebagai orang nomor satu di Pelindo II.

Tentu saja keberadaan RJ Lino di Pelindo II kemudian mendapat back-up dari Sofyan Djalil dan Jusuf Kalla. Karena dibeking orang nomor dua di negeri ini,  maka RJ Lino leluasa bertindak di Pelindo II dan mengakomodasi kepentingan Jusuf Kalla.  Sepak terjang RJ Lino di Pelindo II pun sering kali off side dan kontroversi. Tidak jarang Lino keras kepala dan berani melawan kebijakan yang dinilainya menghambat kerja dari Pelindo II.

Keras kepalanya Lino tergambar ketika Gubernur Bank Indonesia, Agus Martowardojo, menginginkan transaksi menggunakan rupiah di Pelabuhan Tanjung Priok.  Namun Lino menolaknya dengan mengatakan bahwa transaksi sebaiknya menggunakan dolar saja. Menurut Lino, keinginan Gubernur BI itu dapat merugikan perusahaan lain.

Keras kepala Lino itu terus berlanjut ketika ia dengan tegas menolak dua perintah Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli, terkait pembenahan dwelling time di pelabuhan Tanjung Priok. Sebelumnya Rizal Ramli telah memerintahkan RJ Lino termasuk jajaran di bawah koordinasinya untuk segera menerapkan denda Rp. 5 juta per hari kepada pelaku usaha yang menginapkan kontainer lebih dari tiga hari di Pelabuhan Tanjung Priok. Selain itu Rizal Ramli juga  memerintahkan  RJ Lino agar melaksanakan standar bongkar muat first come, first serve. Namun dengan entengnya Lino menolak kedua perintah itu dan tak menggubrisnya (Referensi baca di sini).

Pada saat Bareskrim Mabes Polri menggeledah isi kantornya terkait kasus pengadaan crane, Lino terlihat sangat marah. Bahkan, Ia langsung melaporkan hal tersebut kepada Menteri Perancangan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Sofyan Djalil. Lewat telepon, Lino meminta Sofyan Djalil supaya melapor kepada Presiden Jokowi supaya dapat menyelesaikan persoalan ini dengan segera. Apabila tidak, Ia mengancam bakal mundur dari jabatannya Dirut PT Pelindo II. Luar biasa Lino.

Saat itu juga Rj Lino terlihat dibela habis Wapres Jusuf Kalla. Bahkan, Kalla saat itu seperti mengancam halus Polisi, untuk bertindak “hati-hati”. Dilansir dari Harian Kompas 30 Agustus 2015, Jusuf Kalla berkata, “Polisi harus menjalankan perintah Presiden dalam mengusut kasus Lino dan tidak boleh keluar dari itu.” Hebat sekali RJ Lino. Sampai-sampai seorang Wakil Presiden pun harus pasang badan untuk seorang Lino. Dan seperti yang kita tahu, Kabareskrim Budi Waseso pun terpental dari jabatannya (Referensi baca di sini).

Kasus RJ Lino

Hal yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa RJ Lino dibela habis-habisan oleh Wapres Jusuf Kalla? Apakah karena Jusuf Kalla yang merekomendasikan Lino menjadi Direktur Pelindo II? Atau ada kepentingan di dalamnya? Baiklah mari kita lihat benang merahnya.

Seperti diketahui tahun 2010 (Referensi baca di sini), RJ Lino melakukan pembelian alat bongkar muat (ABM) besar-besaran untuk Pelindo II senilai hampir Rp 2,7 triliun. Pembelian ABM tersebut lewat jaringan Ahmad Kalla. Salah satu buktinya adalah pembelian 3 Quay Crane, yang vendornya Huang Dong Heavy Machinery. Huang Dong Heavy Machinery itu tak lain adalah vendor pengadaan QCC pertama di pelabuhan milik Kalla di Guangxi dimana Lino pernah menjadi direktur di sana.

Ternyata pembelian 3 Quay Crane itu sia-sia dan tak berguna. Selain spesifikasi rendah, ABM dari vendor ini tak dibutuhkan oleh pelabuhan di Indonesia. Anehnya alat itu tetap dibeli oleh RJ Lino. Entah apa tujuannya. Tak heran alat-alat tersebut kemudian rusak dan tak bisa digunakan, bahkan kini masih mangkrak di Pelabuhan Tanjung Priok di dermaga 003.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun