Ketakutan Setya Novanto itu juga semakin beralasan ketika rekaman lengkap kasus catut itu beredar di tengah masyarakat. Hal yang mengejutkan adalah suara di dalam rekaman yang mengatakan bahwa: “Jika Jokowi nekat stop Freeport, jatuh dia”, akan semakin membuat rakyat marah dan juga Presiden Jokowi. Di dalam rekaman juga disebut nama Luhut 66 kali, lebih banyak disebut empat kali lipat dari rekaman sebelumnya yang hanya 16 kali. Namun demikian kendatipun namanya paling banyak disebut, Luhut tetap pelit berkomentar.
Diamnya Presiden Jokowi dan pernyataannya yang percaya penuh kepada MKD, sebetulnya hanya meminimalisir kegaduhan di tengah masyarakat. Pasalnya ada sinyal kuat bahwa Jokowi secara diam-diam telah memerintahkan Kejaksaan Agung, KPK dan Kepolisian untuk mengumpulkan bukti-bukti permufakatan jahat Novanto yang bisa melanggar hukum pidana. Hal itu semakin terlihat ketika Kapolri, Badrodin Haiti, menyatakan bahwa kasus catut Setya Novanto itu bisa dijerat dengan tiga pelanggaran pidana, yakni pencemaran nama baik yang melanggar Pasal 310 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Pasal 378 tentang Penipuan, dan Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.
Melihat hasil sidang MKD kemarin (1/12) yang memutuskan untuk melanjutkan sidang pelanggaran Novanto, maka peluang Novanto untuk lolos kali ini semakin menipis. Manufer-manufer Golkar untuk menyelamatkan Novanto juga semakin tidak karuan dan bahkan terlihat sebagai aksi ‘bunuh diri’. Maka dapat disimpulkan untuk sementara bahwa lanjutnya sidang kode MKD itu dimaknai sebagai bentuk kemenangan sementara Jokowi, memaksa PKS berkhianat dan membuat Setya Novanto stress yang berimbas pada kinerja DPR yang ikut stres, jalan di tempat dan hanya makan gaji buta dari pajak rakyat.
Salam Kompasiana,
Asaaro Lahagu
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H