Pertaruhan Jokowi dan gagal paham publik
Bila proyek kereta api cepat itu terealisasi, maka perjalanan Jakarta-Bandung bisa ditempuh hanya dalam waktu setengah jam. Itu sesuatu memang luar biasa. Dengan kecepatan itu, ada harapan bahwa masyarakat akan berbondong-bondong memanfaatkan kereta api berkecepatan 200 KM per jam ini. Konsekuensinya adalah, masa jaya perusahaan angkutan umum, yang biasa disebut travel, di jalur ini bakal berakhir. Benarkah demikian?
Tentu saja megaproyek ini tak membuat gentar para eksekutif perusahaan travel yang melayani jalur Jakarta-Bandung. Ini karena kereta super cepat memiliki kelemahan sangat besar. Yakni hanya punya satu atau stasiun di Jakarta. Sedangkan travel punya lusinan titik keberangkatan, dan beroperasi 24 jam sehari.
Maka tak mengherankan bila para eksekutif tersebut percaya bahwa proyek kereta api supercepat tersebut akan bernasib sama dengan KA Parahyangan. Pada 27 April 2010, setelah 39 tahun melayani jalur Jakarta-Bandung, KA ini dipensiunkan. Alasan PTKA, sejak tol Cipularang dibuka, KA tersebut tak sanggup bersaing dengan travel.
Nasib sama juga menimpa Rail Bus Batara Kresna yang digagas oleh Jokowi. Kendaraan seharga Rp 16 miliar ini, ketika berhenti beroperasi pada Oktober 2012, hanya beroperasi selama setahun. Sama dengan Parahyangan, Batara Kresna tak sanggup bersaing melawan angkutan umum.
Membuka jalur kereta super cepat Jakarta-Bandung memang membuat banyak orang sulit paham. Ini karena investasinya sangat besar, sementara penumpangnya terbatas. Maklumlah, bagi kebanyakan orang Jakarta, Bandung adalah tujuan wisata. Mereka hanya berbondong-bondong kesana pada akhir pekan.
Sulit dibayangkan berapa harga tiket yang harus dibayar penumpang bila pemerintah sungguh-sungguh tak bersedia memberikan subsidi. Jangan-jangan bisa lebih mahal dari pesawat terbang. Ini mengingatkan pada rail bus. Meski jauh lebih sederhana dari kereta super cepat akhirnya harus ditutup karena harga tiketnya terlalu mahal.
Sejauh ini pemerintah tampaknya masih konsisten. Terbukti dengan memfasilitasi uji kelayakan yang dilakukan China-Jepang. Pemeritahan Jokowi juga menganggap proyek kereta api super cepat itu sebagai prioritas tertinggi. Namun sebetulnya kita mesti ingat apa dikatakan Menteri Andrinof. Menurut Menteri perencanaan pembangunan nasional ini, kereta api super cepat hanya untuk kelas menengah ke atas. Prioritas pembangunan kereta api, menurutnya harus untuk kelas menengah ke bawah. Â
Namun bila pembangunan jalur kereta super cepat Jakarta Bandung tetap dipaksakan, maka di sana ada pertaruhan Jokowi. Setidaknya sejarah akan mencatat, siapa yang meletakkan batu pertama dan meresmikan proyek kereta api supercepat pertama di Indonesia itu? Besar kemungkinan adalah Jokowi.
Bagi Cina dan Jepang, jika seandainya proyek kereta super cepat itu ternyata gagal dan hanya seumur jagung, tak jadi soal. Maklum, duit yang telah digelontorkan ke proyek itu adalah menjadi utang Indonesia. Jadi walaupun ke depan proyek itu akan mengalami kegagalan, maka pemerintah Indonesia harus tetap melunasinya. Itulah mengapa China dan Jepang berebut menggarap proyek kereta api supercepat itu. Akankah Jokowi berani bertaruh dengan merealiasi proyek kereta api super cepat itu?
Asaaro Lahagu