"Kaget?" tanya Yusa memasang wajah meledek. "Gak usah Speechless gitu dong!"
"Gimana nggak? Hampir setahun aku kerja di sini, tapi nggak pernah tahu menahu kalau kamu cucu pak bos." Daren menyenderkan bahu ke tembok, kemudian menyisir rambut denhan jemari. "Sebuah kejutan," lanjutnya.
Yusa terkekeh sembari melambaikan tangan.
"Lebay," imbuhnya.
Daren pun menyadari sesuatu. Suara Yusa terkesan sendu, tak lagi bergairah seperti 3 tahun yang lalu. Jika dahulu Yusa gemar sekali mengikat atau mengepang rambutnya, kini ia biarkan menjuntai begitu saja. Dulu Yusa juga tidak betah memakai riasan wajah. Sekarang, matanya terlihat indah lantaran warna pastel dan garis mata yang di lukis tajam. Secara keseluruhan, Yusa berubah.
"Kamu seharusnya nggak usah sekaget itu." Gadis itu meraih bahu Daren. "Kenapa ayo?"
SLAP
Akhirnya Daren bisa bernapas lega tatkala Yusa menusuk pelan dagu Daren dengan jari telunjuk. Itu adalah sebuah cara lama untuk membuat Daren mendongak seketika.
"Kenapa Ren?" Gadis itu mendesak.
"Ya, gak apa." Buru-buru Daren memalingkan wajah agar Yusa tak menyadari kedua pipi teman lamanya bersemu merah.
"Ehem..."