Mohon tunggu...
Komunitas Lagi Nulis
Komunitas Lagi Nulis Mohon Tunggu... Penulis - Komunitas menulis

Komunitas Penulis Muda Tanah Air dari Seluruh Dunia. Memiliki Visi Untuk Menyebarkan Virus Semangat Menulis Kepada Seluruh Pemuda Indonesia. Semua Tulisan Ini Ditulis Oleh Anggota Komunitas LagiNulis.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Memulai untuk Produktif

21 September 2021   17:09 Diperbarui: 21 September 2021   17:13 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: A. Muh. Farid Khuzairi

 

Cara paling utama untuk belajar adalah memulai. Kita semua pernah merasa bahwa kita ingin melakukan sesuatu tetapi tidak bisa. Tentu saja, untuk dapat melakukan sesuatu, kita harus terlebih dahulu mencoba supaya bisa terbiasa. 

Memulai sesuatu yang baru dan belajar secara perlahan tidak akan membuat apa yang kita lakukan seketika menjadi sempurna. Apa yang sudah kita coba, harus diulang-ulang agar terbiasa sehingga kita bisa menjadi orang yang produktif.

 Berbicara tentang produktivitas, maka bicara tentang mentalitas atau keadaan pikiran. Pekerjaan yang belum pernah kita lakukan sebelumnya akan menimbulkan rasa penyesalan pada diri kita karena kita belum pernah mencoba pekerjaan tersebut sebelumnya. 

Jika kita bisa membimbing pola pikir kita untuk melakukan apa yang perlu dilakukan, maka itu adalah kesuksesan kita karena kita pandai menangani emosi. 

Tentu saja, jika kita memiliki mentalitas yang produktif, kita tidak akan menyesal membuang waktu setiap hari untuk melakukan hal-hal yang tidak perlu atau tidak seharusnya kita lakukan.

 Menurut saya, manusia biasanya mempunyai beberapa mentalitas untuk menjadi orang yang produktif. Mentalitas ini dipengaruhi oleh latar belakang keluarga, pendidikan, dan lingkungan setiap orang, dan juga akan mempengaruhi perbedaan cara kita menghadapi masalah dalam hidup. Masalah-masalah ini mungkin karena keluarga, masalah profesi atau bahkan masalah kepribadian kita sendiri yang dapat mempengaruhi produktivitas kita.

Pertama, progresif. Ada quotes yang mengatakan bahwa orang progresif adalah orang yang bersemangat untuk melakukan kesalahan. Quotes ini dapat dijelaskan sebagai mentalitas progresif yang menghendaki perubahan yang berbeda atau modern dari situasi sebelumnya. Perubahan modern akan menimbulkan masalah baru karena kesalahan yang disebabkan oleh operasi yang tidak terukur. 

Oleh karena itu, perubahan yang terjadi dalam kurun waktu tertentu harus bersifat kuantitatif dan kualitatif, bertahap, meningkat, ekstensif, terus menerus dan sistematis.

Kedua, konservatif. Quotes tersebut dilanjutkan dengan mengatakan bahwa orang konservatif adalah orang yang tidak mau kesalahannya dibenarkan. Dari quotes ini kita dapat mengetahui bahwa orang konservatif bersifat tertutup, kaku, dan tidak pernah mau mendengarkan pendapat orang lain. 

Karena tertutup, orang yang bermental konservatif cenderung berpegang pada kebiasaan lama dan tidak mudah menerima perubahan; selalu bergantung pada orang lain atau tidak mandiri. 

Sebagian besar orang bermental konservatif memiliki mentalitas yang kurang fleksibel karena lebih berhati-hati terhadap efek negatif dari suatu perkara sehingga sedikit tindakan.

 Dua ciri orang seperti di atas sudah menjadi barang tentu ada di sekitar kita, dan tidak menutup kemungkinan mereka adalah diri kita sendiri. Dua jenis mentalitas ini sama-sama harus terus belajar, menempa diri untuk memiliki mental yang matang dan memiliki ciri khasnya masing-masing; dan inilah yang biasa kita sebut sebagai mental pembaharu atau reformis. 

Kita haruslah menjadi pembaharu, yang tidak hanya berpikir progresif tetapi juga dapat meneruskan yang sudah baik sehingga yang konsevatif dan progresif bisa berjalan beriringan.

Lalu bagaimana orang yang memiliki mentalitas yang berbeda ini bisa menjadi produktif dan bermental pembaharu?    

Apakah Anda pernah mendengar kata Trial and Error? Secara bahasa, trial and error atau metode coba-coba berasal dari bahasa Inggris. Trial artinya coba, dan Error artinya salah. 

Dari sini kita dapat menarik kesimpulan bahwa metode coba-coba atau trial and error adalah salah satu cara untuk mengetahui sebuah pekerjaan yang ingin kita geluti dan menjadi produktif di bidang tersebut.

Trial and error berarti mencoba hal-hal baru berkali-kali, yang belum pernah kita lakukan sebelumnya. Pekerjaan tersebut harus selalu kita coba sampe sukses. Kesuksesan ini bisa dalam bentuk menyelesaikan sesuatu yang sudah kita mulai, bahkan sampai mendapatkan cara yang paling sesuai dengan diri kita.

Metode trial and error pastinya sarat dengan orang-orang yang memiliki mentalitas progresif. Kecenderungannya yang selalu ingin melakukan perubahan dapat memudahkan orang progresif cepat menjadi sukses, produktif, dan bermental pembaharu. 

Walaupun begitu, orang konservatif pun dapat menggunakan metode ini untuk bisa mencapai tujuan mereka. Trial and error mengacu pada upaya atau metode untuk mencapai tujuan dengan berbagai cara. 

Upaya ini dilakukan berkali-kali melalui lebih dari satu cara dan mempelajari berbagai kajian teoretis, hingga akhirnya tercapai tujuan yang diharapkan.

Kesalahan dalam mencoba dapat dicatat sebagai bahan pembelajaran, kemudian dicari solusi yang tepat dan memuaskan dengan berbagai cara sampai kesalahan tersebut berhasil dikurangi atau dihilangkan. Hal ini biasanya juga mencakup eksperimen dan pengalaman aktual. 

Metode ini seperti halnya belajar autodidak, yaitu orang yang belajar secara mandiri tanpa perantara seorang guru. Oleh karena belajar tanpa guru, maka setiap saat kita harus terus berusaha walaupun belum tentu akan langsung berhasil. Hal ini menuntut kita terus berusaha sampai kita berhasil dan terus maju. Metode ini sering digunakan oleh para pemula yang terus mencoba.

Sebagai generasi muda, jalan untuk mencapai produktivitas dan bermental reformis masih terbuka sangat lebar.  Kita tidak hanya dituntut untuk bermental progresif dengan melihat keadaan yang kurang menguntungkan sebagai keadaan yang dapat dimanfaatkan untuk masa depan yang jauh lebih baik; tetapi juga kita harus berhati-hati dengan tetap melanjutkan keadaan yang sebelumnya kondusif, serta berinovasi menjadi seorang pembaharu. 

Seorang tokoh bernama Tan Malaka pernah berkata, "idealisme adalah kemewahan terakhir yang dimiliki oleh pemuda". Maka idealisme seorang pemuda harus dapat digunakan untuk menggali potensi diri, mencoba hal baru, dan fokus melanjutkan yang sudah dimulai, biasakan dan lakukan berkali-kali, sampai pekerjaan yang belum pernah kita coba sebelumnya benar-benar berbuah.

Terimakasih.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun