"Mungkin dia tahu kita lagi ngomongin gituan kali, jadi nakut-nakutin." Timpal Lina.
"Ku kira, tadinya ibu itu menakut-nakuti anaknya. Abis, ekspresinya gituamat." Kulirik Mia yang masih membisu. Dia masih memejamkan matanya sampai di lantai 10.
Lina yang sejak awal ketakutan, memegang tanganku begitu erat, sepertinya dia juga melakukan hal yang sama pada Mia. Mata kami saling berpandangan dan melempar senyum. Langkah Lina lagi-lagi begitu berat. Setakut itukah dia melewati lorong tersebut, setelah itu langkahnya seperti biasa.
000
Matahari menembus kaca dan mengisi seluruh ruangan, kita yang sudah rapi dari subuh menata kembali barang bawaan. "Yuk, sudah pukul 06.00 WIB." Seketika pusat perhatian padaku.
"Yuk." Sahut Mia dan Lina. Mia mematikan saklar listrik dan mengunci pintu.
"Kok kuncinya banyak rambutnya?"
Aku yang teringat kejadian semalam hanya diam, apakah saat kunci itu bergoyang bukan secara alami? "Kamu simpan disaku pas semalem kali,"
Mia mendelik, "Tidak, aku pegang sedari malam, sesudah makan. Lagi pula aku langsung taruh di pintunya lagi."
Mia kalau ngomong gak inget situasi deh. Harusnya dia ngomong pas udah jauh dari tempat ini. Aku tidak bertanya lagi. Lagi-lagi saat pulang pun kami harus melewati lorong dengan lampu terus berkedip.
"Eh, ini dikasih ke siapa?" Mia menjulurkan kuncinya.