Mohon tunggu...
Nisa R
Nisa R Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sedih dengan Palestina, tapi Saya Belajar dari Israel

30 Juli 2017   21:31 Diperbarui: 31 Juli 2017   17:53 45929
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
tangkapan layar youtube.com/Gandhy3d

Fakta bahwa pada saat mereka datang ke Palestina dan Palestina belum merdeka dari Inggris, dan Israel menganggap Palestina sebagai tanah yang tak bertuan, dijadikan pengesahan bagi Israel untuk mendirikan negara di Palestina.

Konflik pun mulai berkecamuk.....

Perlu saya sebutkan disini dulu, bahwa dalih yang Israel gunakan itu bertentangan dengan data demografis PBB tentang jumlah penduduk asli Palestina yang saat itu sangat multi kultur dan multi reliji (kristen, islam, yahudi) yang mencapai 2 juta lebih penduduk. Dan PBB telah menyebut daerah itu sebagai Palestina. Artinya bahwa nama wilayah tersebut sebagai Palestina sudah diakui dulu di PBB.

Tapi apalah daya.........

Tahun 1947, PBB mengesahkan resolusi 181. Intinya, Palestina terbagi menjadi tiga bagian. 55% milik Israel, 45% milik Palestina, dan Yerussalem sebagai wilayah internasional. Memang hasil resolusi itu menyakitkan bagi penduduk Palestina.

Nah (lagi).....

Seketika resolusi itu disetujui, Israel langsung melakukan aksi pembersihan di wilayah-wilayah yang menurut Israel bagian dari milik mereka disusul dengan perangsekan ke wilayah-wilayah di luar yang disepakati di resolusi 181. Rakyat Palestina, jangankan mbah-mbahnya, emak-emak tukang ngerumpinya aja pasti kaget tiba-tiba diusiri, sedangkan nenek moyang mereka sudah tinggal di sana berabad-abad pula. Cara ngusrinya sadis oleh milisi jihad Yahudi yang bernama Irgun dan Haganah. Desa-desa dibakar, dipasangi ranjau, dikirim bom roket, pembunuhan massal bagi para orang yang "dianggap" pemberontak, dan kesadisan ini dicatat oleh penulis Yahudi Ilan Pappe "Pembersihan etnis Palestina". Konflik ini juga dicatat oleh PBB.

Sayangnya.......

Beberapa negara Arab sepertinya sudah kadung berada di kubu barat dan telah membuat perjanjinan dengan barat untuk tidak menghalangi Israel. Coba deh perhatikan, Arab Saudi contohnya tidak bisa berbuat banyak terhadap Palestina karena rajanya sendiri banyak berhutang budi terhadap Inggris atas bantuanya mensuskeskan keluarga Saud bertahta di Arab. Jordanpun telah berjanji kepada Inggris untuk tidak menghalangi Israel. Mesir, Turki, tak banyak berkutik.

Negara yang sampai sekarang konsisten untuk tidak berkubu dengan barat dan membantu memperjuangkan kemerdekaan Palestina adalah Siria dan Iran setelah runtuhnya Pahlevi. Itupun mereka sedang berusaha dihancurkan karena diklaim sebagai Syiah. (Jadi paham ya kalau kita gak boleh mudah kemakan isu dengan balutan agama?)

Negara-negara Arab selain kedua negara itu cenderung membuat corak yang sama. Di kalangan elite, mereka sangat pragmatis dan negosiabel, di grassrootnya atau di kalangan bawahnya dibikin sangat fanatik, tekstual dan fikih oriented, kaku, sehingga sangat mudah dikontrol dengan dalih-dalih agama.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun