Substansi dari ayat ini adalah perintah menahan pandangan, menjaga farji dan menjaga aurat yang merupakan pintu masuk bagi pelecehan seksual. Hal ini sebagaimana tercermin dari penafsiran yang disampaikan oleh Al-Thabary dalam kitab tafsir Jmi'u al-Bayn li Ayi al-Qurn: 353 yang menjelaskan larangan untuk memandangi, memperlihatkan bahkan menyentuh yang belum halal baginya. Ayat tersebut diperuntukkan untuk laki-laki, sedangkan untuk wanita ada pada surah Al-Nur ayat 31 bahwa wanita diperintahkan untuk menjaga kemaluannya, menutup aurat. Rasanya memang Al-Qur'an sudah sangat kompleks memberikan pendidikan moral pada setiap ayat-ayatnya apalagi mengenai kekerasan seksual dan cara bagaimana kita dapat bernalar bahwa hal-hal (seksualitas) tadi dapat dicegah dengan adanya konsekuensi yang akan didapat dan merupakan suatu yang dibenci oleh Allah.
Selain pemberian pendidikan moral pada anak, penegakan hukum juga penting dalam menumpas kekerasan seksual. Jika hukum saja tidak tegas, maka kekerasan seksual akan semakin marak terjadi. Apalagi di Indonesia yang mana jika ada kasus kekerasan seksual cenderung disepelekan seperti angin lalu saja. Sehingga banyak korban yang semakin menjadi korban hingga mereka kehilangan nyawanya. Barulah ketika sudah viral semua penegak hukum dan sistem hukum meronta-ronta untuk meringkus tuntas siapa pelakunya.
Di dalam Al-Qur'an terdapat hukuman bagi mereka yang melakukan kekerasan seksual atau dalam ayat disebutkan pemerkosaan. Bahwasannya jika perempuan itu mempunyai bukti (al bayyinah) perkosaan, yaitu kesaksian empat laki-laki Muslim, atau jika laki-laki pemerkosa mengakuinya, maka laki-laki itu dijatuhi hukuman zina, yaitu dicambuk 100 kali jika dia bukan muhshan, dan dirajam hingga mati jika dia muhshan. (Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 358). Ibnu Qayyim mengisahkan ayat ini dijadikan hujjah oleh Ali bin Abi Thalib ra di hadapan Khalifah Umar bin Khaththab ra untuk membebaskan seorang perempuan yang dipaksa berzina oleh seorang penggembala, demi mendapat air minum karena perempuan itu sangat kehausan. (Abdul Qadir Audah, At Tasyri' Al Jina`i Al Islami, Juz 2 hlm. 365; Wahbah Zuhaili, Al Fiqh Al Islami wa Adillatuhu, Juz 7 hlm. 294).
Dengan adanya penafsiran mengenai ayat Al-Qur'an mengenai kekerasan seksual tersebut sebenarnya RUU PKS sempat menjadi angin sejuk bagi masyarakat Indonesia untuk menumpaskan kekerasan seksual. Namun, sampai saat ini belum disahkan karena beberapa hal tertentu. Padahal jika dilhat isi RUU PKS sejalan dengan amanah Allah dalam melindungi martabat manusia karena melarang perbuatan yang membawa mudarat atau kerugian. Selain itu, semangat dalam RUU PKS juga sejalan dengan sikap keagamaan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI) pada 2017, bahwa kekerasan di dalam maupun luar perkawinan adalah haram, dan wajib hukumnya untuk mencegah perkawinan anak karena berujung pada hubungan seksual yang membahayakan. Karena dalam Islam segala bentuk menyakiti baik diri sendiri maupun orang lain haram hukumnya dilakukan.
Contoh ayat Al-Qur'an yang mendukung isi dari RUU PKS adalah surah Al-Isra' ayat 32 yang menyatakan bahwa jangan mendekati zina karena sesungguhnya zina merupakan perbuatan yang keji. Salah satu  ayat pada surah Al-Mukminun juga ikut andil didalamnya. Di dalam Tafsir Al-Qurthuby, halaman 342 dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan ibtagha adalah orang yang mencari pelampiasan hajat seksual pada selain istri dan budak perempuan yang dimilikinya." (Ibn Jarir al-Thabary, Jmi'u al-Bayn li Ayi al-Qur'n, Beirut: Dar al-Ma'rifah, tt.: 342).
Dengan demikian, RUU PKS perlu adanya dukungan dari banyaknya masyarakat sehingga RUU PKS tersebut dapat disahkan karena isinya yang dapat memberikan efek jera pada pelaku dan merehabilitasi korban dengan penuh. Dari maraknya kasus kekerasan seksual yang terjadi perlunya pengesahan RUU PKS ini menjadi sebuah jihad menumpas kekerasan seksual terlebih lagi isinya yang sesuai dengan akidah Islam.Tak kalah pentiing adanya bekal pendidikan moral bagi anak sedari dini mungkin akan membantu mencegah banyaknya kasus kekerasan seksual dimasa yang akan datang. Pendidikam moral memang terbilang enteng tapi siapa sangka hal inilah yang justru menjadi akar dimana manusia dapat menggunakan akal dan hati nuraninya untuk dapat menghindari nafsu buruknya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H