Menurut badan kesehatan dunia, World Health Organization atau WHO, kekerasan seksual dapat diartikan sebagai segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa mendapatkan persetujuan, dan memiliki unsur paksaan atau ancaman. Pelaku kekerasan seksual tidak terbatas oleh gender dan hubungan dengan korban.
Artinya, perilaku berbahaya ini bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan kepada siapapun termasuk istri atau suami, pacar, orangtua, saudara kandung, teman, kerabat dekat, hingga orang yang tak dikenal. Kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk rumah, tempat kerja, sekolah, atau kampus. Dikarenakan hal tersebut tidak terjadi dalam lingkup gelap saja, bahkan di tempat yang tak seharusnya ada aksi kekerasan seksual tersebut seperti sekolah, kampus, tempat less dll maka pendidikan moral juga harus diberikan kepada siapa saja terutama para pelajar.
Pendidikan moral itu sejatinya adalah proses pembelajaran yang dengannya peserta didik mampu memahami diri mereka sendiri, dan dunia yang ada di sekitarnya. Moralitas adalah pengetahuan tentang bagaimana berperilaku dalam kehidupan ini, baik dalam konteks lokus maupun tempus tertentu. Jika seseorang hidup tanpa nilai-nilai moralitas, hakikatnya dia akan lenyap dalam kehidupan ini, terlepas dari semua bentuk tatanan dan model kebaikan dan keburukan. Peranan penting dari pembelajaran ini adalah menjadikan manusia itu memiliki akal yang dapat digunakan dengan baik, sopan dan selalu mengarah kepada norma-norma kebenaran terutama untuk mencegah seseorang melakukan tindak asusila seperti yang marak terjadi sekarang ini.
Kekerasan seksual sekarang sudah bukan menjadi hal yang tabu hal ini sangat marak terjadi. Miris rasanya melihatnya, apakah hal tersebut ikut andil dalam kurangnya pendidikan moral asusila atau jangan-jangan hanya kurangnya penegakan hukum yang ada sehingga banyak orang tak bermoral berlomba-lomba melampiaskan nafsunya pada manusia tak bersalah.
Tindakan manusia memiliki dua struktur yaitu "Directly Voluntary" dan "Indirectly Voluntary". "Directly Voluntary" adalah suatu tindakan yang kita kehendaki dari suatu keputusan yang kita pilih. Jadi misalnya saat kita sakit kita mengharapkan sembuh (directly voluntary) dengan minum obat. "Indirectly Voluntary" adalah suatu tindakan yang kita kehendaki dari keputusan kita akan tetapi kita tidak menghendaki resiko dari perbuatan yang kita ambil.
Jadi misalnya saat kita sakit kita mengharapkan sembuh (directly voluntary) dengan minum obat, akan tetapi jika kita minum obat akan membuat kita menjadi mengantuk (indirectly voluntary), padahal kita tidak menghendaki untuk mengantuk. Akan tetapi dalam hal kekerasan seksual ini pelaku juga berharap sesuatu hal yang sama seperti teori struktur tindakan manusia tersebut.
Contohnya pelaku pelecehan menghendaki mendapatkan kepuasaan untuk keinginan nafsunya yang besar akan tetapi ia tidak mau dipenjara atau mendapatkan hukuman dari pihak korban dan keluarganya, masyarakat, ataupun hukum negara, akan tetapi hukum tidak bisa disalahkan justru melalui hukum korban-korban kekerasan seksual seperti inilah akan mendapatkan keadilan, dan sudah sangat jelas bahwa pelaku harus dan pantas untuk dibawa ke ranah hukum. Singkatnya, apa yang kita ingin lakukan berdasarkan nafsu buruk akan terbentuk reflektifitas mengenai konsekuensi seusai dilakukan entah itu image kita akan jadi buruk, hal tersebut merupakan tindak kejahatan dan hal lain yang berdampak menjatuhkan diri sendiri dan orang lain.
Pendidikan moral bukanlah sepatah dua kata yang dikeluarkn untuk sedemekian mudahnya merubah kondisi krisis yang sedang terjadi ini. Tetapi, upaya memberikan aksi nyata pada khalayak muda mudi, anak-anak sedari diri sehingga minim adanya ketimpangan moral dimasa yang akan datang apalagi dalam urusan asusila. Banyak yang menganggap sepele mengenai pemdidikan moral ini, namun bukankah jauh lebih efektif mencegah sedari dini mungkin untuk hal-hal yang tidak diinginkan terjadi dimasa yang akan datang. Kurangnya pendidikan moral yang nyata dan kompleks membuat anak-anak minim pengetahuan mengenai tata cara bagaimana memuliakan manusia bahkan sampai hal yang vital.
Memberikan pendidikan moral pada anak juga merupakan bentuk jihad terhadap penumpasan kekerasan seksual. Penumpasan dengan cara yang halus namum pasti, mencegah bibit tumbuh dengan tidak adanya moral menjadi bermoral sehingga dimasa depan mereka akan lebih mengerti apa itu menghargai privasi, kevitalan setiap manusia bahwa menuruti nafsu saja hanya memperburuk keadaan dan termasuk dalam jeruji perbudakan hasutan setan.
Pada surah Q.S Al-Anm ayat 151-153 diberikan contoh bagaimana pentingnya pendidikan moral, yakni perintah agar selalu di jalan yang lurus, kasih sayang terdapat pada wasiat ke dua yakni berbuat baik kepada orang tua, tanggung jawab, pada wasiat ke sembilan yakni memenuhi janji dan berkata jujur, cinta damai, yakni tidak membunuh orang dan membunuh anak karena miskin, peduli sosial, yaitu tidak mendekati apalagi mengambil harta anak yatim, amanah, terdapat pada wasiat ke tujuh yakni larangan mengurangi takaran.
Dalam surah lain juga terdapat perintah bermoral dalam konteks seksualitas. Contohnya ada pada surah An-Nur ayat 30.