Mohon tunggu...
Laeli fatmawati
Laeli fatmawati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum Unissula

Selanjutnya

Tutup

Hukum

Upaya Perlindungan Kekerasan Dalam Rumah Tangga

21 Agustus 2022   12:52 Diperbarui: 21 Agustus 2022   12:56 254
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bahwa dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi sedangkan sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga.

Penghapusan kekerasan dalam rumah tangga ini merupakan jaminan yang diberikan oleh pemerintah atau negara guna mencegah dan menanggulangi terkait adanya kekerasan yang terjadi di dalam rumah tangga. Tidak hanya upaya pencegahan, pemerintah juga melakukan tindakan dan sanksi tegas terhadap pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga. Perlindungan terhadap korban akibat kekerasan juga perlu baik dengan penegakan hukum maupun upaya pemulihan bagi korban Putusan badan peradilan terkait tindak pidana terhadap pelaku kasus kekerasan dalam rumah tangga dapat tercantum sebagimana diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Tindak kekerasan dalam rumah tangga umumnya terjadi kepada perempuan dan anak-anak. Banyaknya kasus kekerasan kepada perempuan dan anak sudah bukan menjadi rahasia publik lagi. Sehingga dibuat dan disahkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Terhadap Rumah Tangga. 

  Perlindungan hukum bagi korban kejahatan merupakan bagian dari perlindungan masyarakat yang dapat diwujudkan melalui berbagai upaya seperti pemberian restitusi dan kompensasi dan perlindungan hukum bagi korban tindak kekerasan.Perbedaan antara kompensasi dan restitusi yaitu kompensasi adalah permintaan dari korban dan dibayar oleh masyarakat dalam bentuk atau pertanggungjawaban masyarakat dan negara untuk korban akibat tindak kekerasan. Sedangkan restitusi yaitu bentuk pertanggungjawaban yang sifatnya lebih cenderung mengarah ke pidana yang dipertanggungjawabkan oleh terdakwa sebagai terpidana. Perlindungan korban dapat bersifat langsung (konkret) dan tidak langsung (abstrak) dan pemberian pertanggungjawaban dapat berupa materi maupun non materi. Untuk melindungi hak asasi manusia saksi dan korban diatur dalam Pasal 11 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Dalam Undang-Undang tersebut di nyatakan pada ayat (1) LPSK merupakan lembaga yang mandiri; ayat (2) LPSK berkedudukan di ibu kota negara Republik Indonesia; ayat (3) LPSK mempunyai perwakilan di daerah sesuai denan keperluan. Dan pasal 28 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2006 mengatur perjanjian dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) terhadap saksi atau korban tindak pidana. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun