Hari pertama di Banyuwangi, pada Desember tahun lalu kami habiskan untuk menyambangi Djawatan dan menyicip kuliner khasnya. Berhubung pada awal tahun 2023 saya sudah wisata bahari ke Pulau Karimun Jawa dan Pulau Pahawang, kali ini saya memilih Kawah Ijen dan Taman Nasional Baluran. Sebenarnya Pulau Tabuhan juga menggoda, tapi waktu berlibur kami terbatas, semoga lain waktu bisa ke sana.
Memang tepat sekali, jika Banyuwangi dijuluki kota seribu destinasi. Terutama wisata alamnya yang sangat memikat, dari pantai, hutan, air terjun, dan pegunungan. Salah satu yang populer dengan keajaibannya adalah Gunung Ijen, gunung berapi yang menampilkan fenomena alam langka blue fire di kawahnya. Terlebih lagi kawah hijau yang ikonik dan aktivitas penambangan belerang yang bikin bergidik. Tentu, eminensi ini menjadi daya tarik wisatawan dari seluruh penjuru dunia.Â
Untuk menuju ke sana, kita bisa join one day open trip Jalan-jalan di Banyuwangi. Banyak pilihan paket wisata yang ditawarkan, bisa dengan tujuan destinasi dan durasi perjalanan yang beragam.Â
One day trip dengan tujuan destinasi Kawah Ijen dan Taman Nasional Baluran harganya Rp 450.000 per orang dengan fasilitas berupa:
- Mobil, driver, dan BBM selama trip
- Local guide Ijen
- Tiket masuk ke semua destinasi
- Masker gas dan senter
- Air mineral
Trip akan dimulai tengah malam sekitar pukul 12.00. Waktu estimasi penjemputan peserta kurang lebih 1 jam, dilanjutkan perjalanan menuju ke Pos Paltuding yang memakan waktu sekitar 1,5 jam dari pusat kota. Tiba di Pos Paltuding, tempat parkir kendaraan dan gerbang masuk pendakian Gunung Ijen, sekitar pukul 03.00 dini hari, barulah mulai mendaki. Pertimbangan waktu tersebut ditujukan agar saat tiba di Kawah Ijen keadaan masih gelap dan bisa menyaksikan blue fire.Â
Sedikit tips buat Sobat Kompas dalam memilih jasa wisata, pastikan trip dimulai pukul 12.00 malam. Jika driver baru akan menjemput peserta pada pukul 02.00 dini hari, kemungkinan besar peserta trip tidak akan bisa menikmati blue fire, karena sampai di Kawah Ijeh surah terang.Â
Pos Paltuding
Pendakian dimulai dengan berdoa dan memastikan jaket tebal bisa melindungi tubuh dari hawa dingin yang menusuk tulang. Ketika mendaki, lebih baik membawa barang seperlunya, seperti air minum, snack, dan obat-obatan tertentu. Membawa barang banyak saat trekking hanya akan menambah beban dan menghambat pendakian. Kecuali jika Sobat Kompas memang sudah terbiasa mendaki.
Jalur pendakian cukup berat dan menantang, apalagi untuk wisatawan yang jarang olahraga. Jalanan bebatuan, berpasir, berkelok, menanjak dan menurun tajam sejauh 3,4 km.Â
Adanya taksi gunung bertenaga manusia menjadi solusi untuk pengunjung yang tidak cukup kuat fisiknya atau yang malas melakukan pendakian. Yang penting cukup bekal karena tentu harganya relatif mahal Rp 800.000. Membayangkan betapa beratnya menarik dan mendorong manusia dengan gerobak sederhana beroda dua. Berjalan sendiri saja kesusahan, apalagi harus membawa beban.
Sepanjang pendakian, ada beberapa pos yang dijadikan sebagai tempat istirahat. Tersedia warung minuman dan makanan ringan. Juga ada toilet untuk wisatawan.Â
Puncak Gunung Ijen
Setengah perjalanan telah dilalui, kami tiba di puncak Gunung Ijen. Local guide menawarkan dua pilihan, menikmati sunrise di batang pohon kayu kering yang ikonik atau menyaksikan fenomena alam api biru yang hanya ada dua di dunia. Tentu, kami memilih blue fire, meski masih harus menempuh 1 km lagi.
Kiranya harus lebih berhati-hati dan fokus menuruni jalan curam penuh batu tak beraturan dengan variasi ukuran. Apalagi ketika bersimpangan dengan para penambang belerang. Sejak dini hari, para penambang sudah sibuk memikul puluhan kilo bongkahan belerang di kedua pundaknya. Benar-benar pekerjaan berat dan berbahaya. Bagaimanapun, belereng itulah sumber kehidupannya.
Kawah Ijen dan Api Biru
Semakin mendekati kawah, bau belerang semakin kuat dan menyengat. Nyala api biru sudah terlihat, dikerumuni ratusan manusia yang datang dari berbagai tempat. Kaki ini semakin bersemangat untuk segera mendekat.
Benar-benar menakjubkan. Nyala api biru yang dihasilkan oleh gas belerang dari danau asam, kemudian teroksidasi oleh udara ketika naik ke permukaan. Pijarnya kontras dalam gelap, menyuguhkan pentas alam yang sepadan dengan beratnya pendakian.
Lama kami di sini, mendokumentasikan fenomena alam yang hanya ada di Ijen dan jauh di Afrika sana. Memandang indahnya danau asam kehijauan berselimut asap belerang yang berarak. Bikin sesak. Sempat rasanya hampir pingsan lantaran masker gas yang saya gunakan mengalami kebocoran. Beruntung, local guide cepat tanggap dan menggantinya dengan masker gas cadangan.
Puas berfoto, kami kembali menanjak. Tebing-tebing tinggi tidak sabar untuk didaki. Berada di kawasan kawah yang begitu luas ini, membuat diri seperti tidak ada apa-apanya, kecil sekali. Nature humbles you benar adanya.
Dalam perjalanan pulang, saya baru menyadari bahwa sepatu yang saya pakai ternyata robek. Sebaiknya memang mendaki dengan sepatu atau sendal gunung yang proper, yang tahan dari kejamnya batuan. Agak kesal karena harus terseok-seok menuntaskan perjalanan.Â
Akhirnya, kami tiba kembali di Pos Paltuding lagi. Rasanya layak sekali tubuh ini diapresiasi dengan pisang goreng dan semangkuk mie.
Kami istirahat sejenak, sebelum melanjutkan safari ke Taman Nasional Baluran, the little Africa.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H