Mohon tunggu...
Laeli Nuraj
Laeli Nuraj Mohon Tunggu... Lainnya - Basic Education Research Team

Suka baca, ngopi, jalan pagi, dan jalan-jalan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Hari Anak, Pendidikan Anak Seyogianya Seperti Sekolah Totto Chan

23 Juli 2024   23:41 Diperbarui: 24 Juli 2024   21:58 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Siapa yang tidak mengenal Totto Chan?

Seorang gadis cilik berkarakter unik. Kegemarannya berdiri di depan jendela saat pelajaran berlangsung, mengajak bicara burung-burung, dan segala tingkahnya yang kerap membuat gurunya bingung. Kekacauan serta kegaduhan yang dibuatnya dianggap tidak wajar. Guru Totto Chan tidak tahan, hinggak akhirnya gadis periang itu dikeluarkan.

Ibu Totto Chan segera memindahkannya ke sekolah baru. Sekolah bekas gerbong kereta bernama Tomoe Gakuen yang berada di salah satu sudut kota Jepang. 

Totto Chan, melalui bukunya menceritakan kisah masa kecil di Tomoe Gakuen. Dari rangkaian ceritanya, kita, sebagai orang tua, guru, orang yang lebih dewasa seharusnya bisa meniru, hal-hal baik yang diterapkan dan dibiasakan di Tomoe Gakuen. 

Kepala Sekolah

Adalah Sosaku Kobayashi, seorang kepala sekolah dan guru, yang dengan gigihnya membangun dan mengembangkan sistem pendidikan yang mandiri dan bebas. Pria berambut tipis yang beberapa giginya sudah tanggal, tapi wajahnya masih terlihat segar. Itulah gambaran sosok Sosaku Kobayashi. 

Dengan sabar dan penuh antusisas berjam-jam mendengarkan apa saja yang diceritakan Totto Chan di hari pertama masuk sekolah Tomoe Gakoen. Kemampuannya mendengar secara aktif, tidak menyela apalagi menghakimi, patut diteladani. Sikap Kobayashi yang seperti itu membuat Totto Chan sebagai murid baru merasa senang, diterima, dan aman. 

Dalam masa-masa pengenalan lingkungan sekolah, selarasnya para guru berkenan memberikan kesempatan kepada anak didik barunya untuk menyampaikan apa saja. Dengan begitu, selain guru mendapatkan informasi tentang kondisi muridnya, tumbuh rasa percaya dan bahagia dalam diri murid.

Kelas di Kereta dan Guru Pertanian 

Di Tomoe Gakuen, tidak dijumpai ruang-ruang kelas seperti di sekolah formal pada umumnya. Anak-anak belajar di dalam bekas gerbong kereta yang sudah tidak dipakai, kadang di halaman, di ladang, di mana saja. Tidak ada pengaturan tempat duduk, anak-anak dibebaskan memilih sesuai keinginannya. Seperti kata Ki Hajar Dewantara, "Jadikan setiap tempat sebagai sekolah dan jadikan setiap orang sebagai guru”. Praktik baik seperti ini cukup banyak ditemukan di Indonesia, salah satunya Sanggar Anak Alam di Yogyakarta. 

Suatu hari Kobayashi mengundang seorang petani ladang di lingkungan sekitar untuk mengajar pertanian. Meskipun tidak bergelar dan tidak memiliki ijazah guru, tetapi petani itu ahli di bidangnya. Ilmu bercocok tanamnya diajarkan kepada anak-anak Tomoe Gakoen. Menyenangkan sekali belajar dan praktik langsung dengan pakarnya. Sejak hari itu, anak-anak lebih menghormati guru petani. 

Dewasa kini, semakin banyak kegiatan kerelawanan seperti Kelas Inspirasi dan 1000 guru yang mengajak para profesional di bidangnya masing-masing untuk mengajar mengenalkan tentang profesinya, detail yang dilakukannya, dan cara untuk menjadi profesi itu.

Santapan dari Laut dan Pegunungan

Setiap siang, di Tomoe Gakuen selalu diselenggarakan makan bersama. Anak-anak duduk melingkar membawa bekalnya masing-masing. Sebelum makan, Kobayashi memastikan menu makan anak-anak lengkap dengan sesuatu dari laut yang artinya lauk seperti ikan atau udang, dan sesuatu dari pegunungan yang berarti sayuran atau daging-dagingan.

Ketentuan dua kategori makan siang itu memudahkan setiap orang tua dalam menyiapkan bekal. Dengan begitu mereka tidak pusing memikirkan menu bekal siang anaknya. Komposisi ini juga untuk menyeimbangkan kandungan gizi bekal makan anak. 

Nah, dengan demikian tidak ada kesempatan ajang pamer menu makan siang anak yang kerap secara sengaja dilakukan oleh para orang tua. Juga tidak ada rasa malu karena lauk yang dianggap lebih sederhana.

Berlanjut di sini ya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun