Berikutnya, kami berjalan ke Tugu Rambutan yang merupakan landmark Kota Binjai. Tugu ini sebagai simbol bahwa hasil bumi Kota Binjai yang terkenal adalah rambutan.
Es Campur Kalimantan
Cuaca di kota tua nan kecil ini cukup panas. Topi saja terasa kurang melindungi, beruntung beberapa dari kami membawa payung. Di siang yang terik begini, paling nikmat minum yang dingin-dingin. Kami mampir ke Es Campur Kalimantan yang legendaris sejak puluhan tahun silam. Es campur dengan isian cendol, cincau, kacang merah, dan tapai rasanya sangat segar dan autentik. Cocok dinikmati dengan nagasari. Di warung es sederhana ini juga menjual sate yang tidak kalah kelezatannya.
Vihara Setia Buddha
Selanjutnya, Nathan membawa kami ke tempat ibadah umat Buddha tertua di Kota Binjai. Bertepatan menjelang hari Imlek, maka lampion-lampion merah dipasang meriah memenuhi setiap sudut vihara. Beberapa orang sedang sembahyang memanjatkan doa.
Kami diberi kesempatan mengintip rumah duka, tempat pelarungan atau penyimpanan abu kremasi yang disebut kolumbarium. Bau dupa yang dibakar seketika menyeruak. Nampak lemari yang menutupi dinding berisi laci-laci penuh dengan kotak abu. Semakin di depan dan semakin tinggi penyimpanan abu kremasi, harganya semakin mahal. Dituturkan Nathan, harganya bisa mencapai Rp 20.000.000 untuk satu laci di barisan paling depan.
Toko Kopi Segar Harum