Mie Aceh
Sesuai janjinya, Pak Dharma yang baik sudah menunggu saya di Pelabuhan Ule Lheue. Sore masih terang. Pak Dharma memberi tawaran untuk menikmati senja dan matahari terbenam di Pantai Lampuuk atau Pantai Gampong. Namun rasanya sudah kenyang dengan pantai-pantai indah di Sabang. Lalu Pak Dharma membawaku ke Mie Aceh Razali, kuliner khas Aceh yang wajib dicoba.Â
Tidak sulit menemukan Mie Aceh, hampir di setiap sudut kota banyak kedai-kedai yang menjual mie kenyal kaya rempah itu. Cukup dengan Rp 35.000 saja, satu porsi besar bisa didapatkan.Â
Lala Hostel
Puas menyantap mie yang selalu disandingkan dengan emping serta irisan cabe dan bawang merah, kami menuju ke penginapan kecil yang sudah saya pesan melalui Tiket.com. Lala Hostel sangat tepat untuk solo traveler low budget seperti saya. Harga permalamnya tidak lebih dari Rp 100.000. Fasilitas lengkap, bunk bed yang terpisah untuk laki-laki dan perempuan, tempat ibadah sholat yang nyaman, toilet yang bersih, free wifi dan free refill air putih.Â
Salman, salah satu pegawai yang sangat friendly menjelaskan segala fasilitas yang bisa digunakan bersama. Ditemani Salman, saya duduk santai di teras Lala Hostel, menikmati lalu lalang Kota Nanggroe Aceh Darussalam yang cukup sibuk kala maghrib menjelang. Salman banyak bercerita tentang sejarah kota yang dijuluki Serambi Mekkah, tentang polisi waliyatul hisbah yang berpatroli di waktu-waktu ibadah, juga tentang satu golongan yang ingin merdeka dan terpisah dari Indonesia. Â
Pusaka Souvenir