Saya bisa menaruh barang bawaan dan duduk manis menikmati keramahan kota Banda Aceh yang sejuk di pagi hari. Sepanjang perjalanan kami berbincang.Â
Pak Dharma banyak bercerita tentang kota Bumi Iskandar Muda, tentang dirinya yang pernah tinggal di Bogor beberapa tahun, dan tentunya memberikan rekomendasi destinasi menarik di Pulau Sabang.Â
Kurang lebih lima belas menit, kami melalui Museum Tsunami, Masjid Baiturrahman yang begitu megah, dan sampailah di pelabuhan.Â
Tidak berhenti di situ kebaikan Pak Dharma, ditunjukannya loket pembelian tiket kapal ferry dan ditunggunya saya untuk bersih-bersih sejenak. Kami bertukar nomor telepon, Pak Dharma dengan senang hati akan menjemput sekembalinya saya dari Sabang.
Saya memilih ferry (bukan kapal capat) karena memang tidak terburu-buru. Meskipun memakan waktu dua hingga tiga jam, tetapi harganya lebih murah hanya Rp 33.000.Â
Kapal penyeberangan tidak terlalu dipenuhi penumpang kala itu. Banyak tempat duduk kosong tersedia untuk melanjutkan tidur, badan masih lelah pasca perjalanan semalam.Â
Tidak terasa, hampir tiba di Pelabuhan Labohan. Sepertinya menarik bergeser ke lantai kapal paling atas dan membeli kopi untuk menyegarkan badan. Memandangi luasnya samudera dan riak-riak gelombang air laut yang membuntuti kapal.Â
Pelabuhan Labohan
Sampai juga kami-para penumpang ferry, di Pelabuhan Labohan. Mendung menyambut, agak khawatir kalau tiba-tiba turun hujan. Tapi dalam hati banyak bersyukur, sejauh ini diberi kemudahan olehNya yang Maha Menjaga. Lekas menghubungi pemilik motor yang akan saya sewa. Selama di Sabang berkeliling mengendarai motor lebih mudah untuk solo traveler seperti saya, lantaran transportasi umum sepertinya cukup sulit menjangkau tempat-tempat yang akan dikunjungi.Â