Mohon tunggu...
laela awalia
laela awalia Mohon Tunggu... Hoteliers - Perempuan biasa dari Lampung. Blogger amatir.

Perempuan yang suka jalan-jalan untuk kemudian diabadikan tidak hanya dengan foto, tetapi juga dengan tulisan. Bisa dihubungi di azkia_04@yahoo.com. Sila berkunjung ke blog pribadi di azkia-04.blogspot.com.

Selanjutnya

Tutup

Nature Pilihan

Menabung Hujan, Memang Bisa?

11 September 2019   22:16 Diperbarui: 14 September 2019   14:57 153
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : www.muyass.com

Kalau kata seorang yang melankolis, hujan itu hanya 10% nya air, sedangkan 90% lainnya adalah kerinduan. Haha, saya setuju sebab saya juga penyuka hujan. Dari kecil malah. Hanya saja sudah berbeda konsep. Kalau sekarang saya suka hujan karena sering menginspirasi saya untuk membuat tulisan, maka dulu saya suka hujan karena sebab yang lain.

Dulu, saya sering bermain hujan. Setiap kali hujan tiba, saya bersiap untuk keluar rumah. Apalagi kalau hujannya siang menjelang sore, sekalian mandi sore. Orang tua saya seringnya tidak melarang sebab mungkin dulu air hujan jarang membuat sakit. Atau mungkin juga dulu anak-anak dibiarkan bermain di alam, jadi kekebalan tubuhnya pun alami. Saya pun tidak sendirian kala bermain hujan. Ada adik-adik dan seringkali teman-teman saya juga ikut hujan-hujanan.

Kami tertawa lepas, berlarian mengejar hujan dan satu hal yang paling seru adalah berdiri di bawah talang rumah karena serasa mandi di air terjun. Sampai saat ini, saya masih terkenang akan hal semacam itu kala hujan tiba. Saya merasa beruntung bisa tinggal di Indonesia yang curah hujannya relatif banyak. Apalagi pernah tinggal di kampung dan merasakan keseruan masa kecil saya di alam.

Bicara soal hujan, saya juga setuju kalau hujan itu salah satu bentuk rezeki dan berkah dari Sang Pencipta. Makanya sering saya diajari melafalkan doa kala hujan, yang artinya : “Ya Allah, jadikanlah hujan ini bermanfaat bagi kami.”

Bagaimana tidak jadi berkah kala hujan tiba? Berbagai tanaman akan tumbuh subur, rumput yang tadinya kering menjadi segar kembali, tanah yang tandus menjadi gembur, dan sungai yang kering, bisa mengalir lagi. Tapi, sudah beberapa tahun ini, hujan seperti menjadi teror yang menakutkan bagi sebagian masyarakat kita. Menyebabkan banjir.

Sebenarnya bukan salah hujan turun. Tapi lebih karena manusianya itu sendiri yang kurang bisa mengelola air hujan atau menanggulangi limpahan hujan. Bisa jadi karena memang berkurangnya daerah resapan hujan, menumpuknya sampah di aliran sungai hingga sungai tak lagi bisa menampung air hujan, atau bisa juga karena drainase yang buruk. Itulah mengapa saat ini warga DKI Jakarta mulai bergerak untuk menabung air hujan.

Menabung Hujan

Pernah mendengar istilah ini? Iya, menabung hujan. Jadi rupanya bukan hanya uang saja ya yang bisa ditabung, tapi ini air hujan. Menabung hujan berarti menampung air yang berlimpah saat hujan tiba untuk bisa digunakan nanti ketika kemarau atau dialihkan untuk fungsi yang lebih membutuhkan banyak air.

Bahkan menabung hujan juga pernah dilakukan oleh peneliti dari Pusat Penelitian Geoteknologi di LIPI mulai dari tahun 2008 lalu. Penelitian itu dilakukan dengan cara mengalirkan air hujan ke dalam bak penampungan di dalam tanah. Sebelum sampai di bak penampungan, air hujan itu juga sudah melewati saringan dalam pipa yang berisi batu kerikil dan ijuk sehingga air hujan yang masuk sudah tidak terkontaminasi oleh kotoran lain.

Dalam skala besar, sebenarnya danau buatan atau bendungan air juga termasuk upaya untuk menampung hujan. Tapi apakah kita sebagai warga biasa yang hanya mempunyai sepetak tanah tidak bisa menabung hujan? Jangan salah, kita juga bisa melakukannya dalam skala yang lebih kecil dan relatif mudah.

Yuk Hemat Air dan Menabungnya Dari Sekarang

Ada banyak cara untuk menghemat penggunaan air di rumah dan menabungnya sebagai cadangan kala musim kemarau tiba. Berikut saya sampaikan beberapa cara yang bisa dilakukan.

1. Memanfaatkan air bekas

Dulu, saya suka kesal dengan cara ibu saya menggunakan dan memanfaatkan air bekas cucian apa saja. Menurut saya itu ajdi merepotkan dan membuat banyak sekali tempat air. Tapi, sekarang saya bisa lebih mengerti kenapa ibu saya melakukan itu.

Menghemat air, bisa dilakukan dengan cara sesederhana itu. Iya, memanfaatkan air bekas. Misalnya air bekas mencuci beras dan sayur-mayur. Air bekas itu bisa dikumpulkan dan digunakan untuk menyiram tanaman yang tumbuh di halaman rumah. 

Meski sedikit merepotkan dan mungkin memerlukan tempat yang agak banyak, tapi cara sederhana ini dapat menghemat penggunaan air. Saya sudah melakukan ini di rumah. Bukankah hal yang sedikit dan sederhana apabila dilakukan secara rutin akan menghasilkan hal yang banyak dan baik?

2. Membuat sumur resapan

Salah satu cara menabung air hujan yang bisa dilakukan di rumah adalah membuat sumur resapan. Saya jadi teringat waktu kecil dulu. Ketika hujan tiba, ayah saya sering mengalirkan air hujan dari talang rumah ke arah sumur di belakang. 

Memang bukan sumur resapan, tapi sumur galian yang sumber airnya adalah dari mata air bawah tanah. Tapi ketika kemarau, terkadang air dalam sumur berkurang. Jadi ketika hujan tiba dan air melimpah, ayah saya mengalirkan airnya ke sumur itu. Sayang, katanya, kalau air terbuang sia-sia begitu saja.

Membuat sumur resapan sendiri sebenarnya tidak terlalu sulit. Hanya dibutuhkan beberapa bahan bangunan seperti kerat botol bekas minuman, batu bata, plat beton untuk penutup sumur, dan batu kerikil, atau batu coral sebagai saringan, serta pipa untuk mengalirkan air hujan ke dalam sumur serapan.

Cara membuatnya adalah dengan membuat lubang sumur sekira 1-1,5 meter dari permukaan tanah. Usahakan tidak sampai keluar air. Lapisi dinding sumur dengan batu bata. Letakkan batu kerikil atau batu koral dalam dasar sumur, dilanjutkan dengan meletakkan kerat botol bekas di atasnya. 

Posisikan pipa paralon sehingga air dari talang rumah bisa mengalir hingga sumur. Terakhir, tutup bagian atas sumur dengan plat beton.  

Sumber : www.muyass.com
Sumber : www.muyass.com

3. Membuat lubang biopori

Prinsip lubang biopori sebenarnya tidak berbeda jauh dengan sumur resapan. Intinya sama-sama mengembalikan air ke dalam tanah dan membuat tabungan air hujan. Hanya saja, jalannya agak sedikit berbeda. Lubang biopori ini lebih pada pemanfaatan lubang dalam tanah untuk tempat perkembangbiakan organisme tanah.

Ketika organisme dalam tanah seperti cacing hidup dengan baik, maka mereka akan menyuburkan tanah dan secara langsung akan membuat tumbuhan yang hidup di atasnya pun semakin subur. 

Cacing dalam tanah juga berperan dalam membuat pori-pori tanah semakin banyak dan itu berarti dapat membuat penyerapan air hujan menjadi lebih cepat masuk dalam tanah. Dan ketika itu semua berjalan, maka setidaknya air hujan tidak terlalu banyak menggenang dalam permukaan tanah.

Untuk membuat lubang biopori, hanya diperlukan bor tanah dan saringan untuk menutup permukaan lubang. Caranya adalah dengan mengebor tanah dengan diameter sekitar 10-20 cm, dan dengan kedalaman sekitar 1-1,5 meter. Lubang ini kemudian diisi dengan sampah organik seperti dedaunan dan sisa-sisa bahan makanan.

Sumber : www.tzuchi.or.id 
Sumber : www.tzuchi.or.id 

Kompos yang terbentuk dalam digunakan menjadi pupuk tanaman. Proses ini dapat dilakukan berulang kali. Dengan demikian, secara tidak langsung, lubang biopori pun berfungsi sebagai tempat penampungan sampah organik sehingga dapat dimanfaatkan dengan lebih baik. 

Sedangkan air yang tersimpan dalam tanahnya dapat menjaga kelembapan tanah, sekalipun sedang dalam musim kemarau.

Bagaimana? Sudah siap untuk menghemat air dan menabungnya untuk dapat digunakan pada saat kemarau tiba? Yuk, lakukan dalam hal yang paling sederhana dahulu. Dimulai dari diri kita, dari sekarang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun