Mohon tunggu...
Laela Nurhayati
Laela Nurhayati Mohon Tunggu... Guru - Praktisi PAUD

Ibu Rumah Tangga, Guru PAUD, Mahasiswa

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Bermain Menurut Perspektif Vygotsky

17 Juli 2022   05:17 Diperbarui: 17 Juli 2022   05:24 2157
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENDAHULUAN

Bermain adalah kesempatan anak untuk menemukan pengetahuannya melalui beragam cara. Dengan bermain anak akan terus memperbaiki dirinya agar dapat diterima dalam lingkungannya.  Bermainnya anak usia dini adalah belajarnya memahami dunia beserta isinya. Jadi bermain adalah cara anak mengetahui beragam hal terkait benda, peristiwa dan karakteristik berbagai hal.  Dalam bermain anak melakukan beragam hal terkait fisik motoriknya seperti motoric kasar dan motoric halus. Motorik kasar dapat dilakukan anak dengan berlari, berjalan, melompat, menendang, menggelindingkan dan lain lain. Sedangkan motorik halus sebagai upaya melatih koordinasi mata dan tangan dapat dilakukan anak melalui meremas, merobek, menempel, dan lain -lain. Bukan hanya itu bermain juga memberi kesempatan anak menemukan sendiri beragam hal tentang apa, siapa, mengapa, bagaimana, dimana, kapan ia harus melakukan sesuatu dalam beragam ekspresi baik  coretan atau tulisan  serta karya.

Vygotsky menguatkan bagaimana bermain berdampak langsung terhadap kemampuan anak terkait kognisinya. Anak belum dapat   berpikir abstrak, baginya segala sesuatu dipandang memiliki arti dan dampak yang tidak terpisahkan. Dengan bermainlah anak akan terus menemukan bagaimana arti dan dampak itu terpisah. Bermain menjadi alat yang membantu anak menemukan beragam hal.  Peran anak dalam bermain memberikan kesempatan bagi dirinya untuk terus menambah kompetensi dengan dukungan  orang dewasa atau teman sebaya yang lebih paham    (Yus, 2013).

Vygotsky menyatakan bermain adalah pondasi awal anak mengembangkan nalarnya melalui kegiatan-kegiatan sebelumnya untuk memahami lingkungannya. Dengan aktif berkegiatan melibatkan panca indranya bereksplorasi langsung menemukan hal hal baru anak mengasosiasi setiap kejadian dengan pengalaman sebelumnya, Saat bermain anak akan langsung melihat hal-hal baru  yang menjadi pengetahuan baru dalam memperbaiki kegiatan atau tindakan selanjutnya (AISYAH SARTIKA, 2018)

Bermain dalam hal ini memberikan tempat bagi anak membangun pengetahuan secara aktif melalui beragam unsur keterlibatannya baik sebagai subjek maupun kebermaknannya. Dalam bermain anak aktif mengkonstruksi berbagai konsep benda dan peristiwa disekitarnya serta beragam  kesepakatan, standar ukuran budaya dan agama melalui kebiasaan. (Musfiroh, 2012).

Bermain adalah kesempatan anak untuk memperluas pengetahuan, keterampilan dan sikap bagaimana ia dapat menjadi bagian dari alam raya untuk dapat terus berjalan. Isi, ruang dan saat kapan akan menumbuhkan beragam kegiatan dan makna bermain. Saat beramin anak akan merancang dan terus berpusat pada upayanya menyelesaikan tantangan tertentu, menemukan masalah dan solusi sebenarnya yang terbaik. Bermain adalah cara anak terus meningkatkan kompetensinya. Kegiatan belajar mengenal diri dan lingkungan diharapkan dapat disusun dalam aktivitas bermain. Keadaan ini adalah keadaan yang paling sesuai bagi anak untuk menenmukan beragam ilmu terkini  (Yus, 2013).

Bermain adalah kodrat anak, oleh karena bagaimana proses dan keterlibatan berbagai pihak dalam memfasilitas anak bertumbuh dan berkembang dengan menyenangkan melalui bermain.  Bermainnya anak adalah caranya menemukan informasi-informasi terbaru di sekitarnya dengan menyenangkan dan memiliki arti bagi dirinya. Para ahli percaya bahwa bertambahnya kemampuan anak melalui bermain berpengruh pada perkembangan otaknya dalam kerangka berpikir, berinteraksi dan bergerak. Saat bermain anak berkomunikasi dan bergaul denga teman seusianya atau lebih tua melalui bercakap-cakap, bertanya dan menjawab. Saat itu anak akan mengembangkan kemapuan berbahasa, berhubungan dengan orang disekitarnya dan memahami keadaan disekelilingnya melalui bermain (Puteh & Ali, 2016)

Menurut Vygotsky (dalam Catron dan Allen, 1999:8) bermain mempunyai pengaruh langsung terhadap kemampuan berpikirnya.  Perkembangan berpikir anak tidak akan dilakukan terkait hal yang tidak nyata, karena bagi dirinya arti dan objek menyatu. Vygotsky yakin ZPD (Zone of Proximal Development) adalah situasi perubahan dimana anak memerlukan dukungan spesifik atau scaffolding untuk mencapai apa yang dapat dilakukan teman sebaya atau orang dewasa disekitarnya. Dalam bermain secara aktif dengan beragam usia manusia di sekitarnya anak berusaha mengontrol dirinya untuk terus mengembangkan kemampuannya dalam beragam capaian baik sesuai usianya ataupun jauh diatass kesiapan usianya.  Dengan bermain peran anak betul-betul akan belajar lebih baik bagaimana dapat menyerupai orang-orang yang dia anggap lebih pandai dan baik dari orang di sekitarnya. (Abduh, 2017)

Zone of Proximal Development (ZPD) merupakan rentang antara tingkat perkembangan sebenarnya yang didefinisikan sebagai kompetensi memecahkan masalahnya sendiri dengan dukungan orang dewasa atau orang yang lebih paham di sekelilingnya. Vygotsky mengilustrasikan teorinya sebagai berikut: capaian perkembangan sebenarnya merupakan nilai awal ZPD, sedangkan capaian perkembangan potensial merupakan nilai atasnya. Vygotsky juga mengemukakan jika dua anak memiliki perkembangan sebenarnya yang sama, mungkin perkembangan potensinya berbeda. Sehingga rentang perkembangannya berbeda walau berada pada pengalaman main yang sama (Jones dan Thornton, 1993: 20). Jika seoarang anak dapat melakukan sesuatu tanpa dukungan di sekitarnya maka anak ini berada pada perkembangan sebenarnya/actual sesuai dengan tingkat capaian kognitifnya. Tahap ini anak dapat menyelsaikan maslai Tetapi jika anak inimasih membutuhkan dukungan orang yang lebih paham di sekelilingnya maka anak ini berada pada perkembangan potensialnya. selanjutnya (AISYAH SARTIKA, 2018).

Dengan rinci Vygotsky memberikan pemikiran yang kuat  tentang konsep ZPD. Zone of Proximal Development (ZPD) diartikan sebagai capaian yang belum matang, tetapi ada pada tahap  pematangan. Capaian tersebut dapat diartikan sebagai bakalan kembang atau buah capaian. Bakalan capaian ii membiuuhkan dukungan orang yang lebih paham disekitarnya. Pendapat Vygotsky tersebut dipandang aliran konstruksivisme dengan istilah scaffolding. (AISYAH SARTIKA, 2018).

PEMBAHASAN

Bermain dalam pandangan Vygotsky

Prinsip-Prinsip Teori Vygotsky menyatakan bahwa faktor biologis mempengaruhi perkembangan.  Anak memiliki keunikan tersendiri dan menerima dukungan dari lingkungan dalam menghadapi suasana tertentu yang diekspresikan berbeda-beda menurut kepahamannya. Tetapi Vygosky lebih utama membahas tentang bagaimana pengaruh lingkungan terhadap peningktan capaian perkembangan anak. Lingkungan manusia dan kebiasaan disekitarnya mempengaruhi cara berpikir anak. Prinsip-prinsip dalam teori Vygotsky (Ormrod, 2012: 13): a) beberapa cara berpikir anak memiliki kekhasan tertentu yang tidak sama dengan yang lainnya. Hal ini karena dua jenis proses berpikir yang berbeda, pertama fungsi mental rendah denganreaksi yang kecil pada lingkungannya. Yang kedua fungsi mental tinggi yang focus pada proses berpikir dengan kemampuan mengingagt dan menganalisi yang tinggi, Fungsi mental rendah didasarkan pada gen sedangkan gungsi mental tinggi karna dukungan lingkungan dan pembiasaan. Hal ini dapat dilihat daeri capaian perkaembangan linguistic,  hitungan, natural,  seni, dan lain sebagainya. (AISYAH SARTIKA, 2018)

Perbincangan tidak formal adalah salah satu cara yang sesuai digunakan orang dewasa disekitar anak terkait pengetahuan dan pembiasaan abaik yang harus dianalisa anak. Dengan pembiasaan melalui kegiatan fisik dan berpikir menjadikan anak dapat menjadi manusia yang lebih baik dan terampil serta tepat mengambil  dan memutuskan di setiap tindakannya. Anak melakukan eksplorasi dengan beragam abahn dan alat untuk menguatkan nalarnya menyikapi suatu benda atau kejadian sebagai upaya menyelesaikan kesulitan dengan menemukan solusi terbaiknya dengan pola pikir dari sudut pandang yang mungkin berbeda karena beragam asal usul. (AISYAH SARTIKA, 2018)

Cara berpikir dan komunikasi akan mengikuti berapa lama anak ini berinteraksi dengan lingkungan. Dari cara berkomunikasi anak ini dapat terlihat sampai sejauh mana capaian proses berpikir anak saat itu.  Saat awal usia kehidupannya anak berkomunikasi hanya dengan meniru apa yang dia dengar dan rasakan, Walaupun itu kadang masih didasarkan pada pandangan keakuannya dalam proses berpikir. Saat anak berkomunikasi dengan dirinya melalui berbicara sendiri ia sedang menguatkan dirinya bagaimana ia akan bertindak selanjutnya. Saat berbicara sendiri ini anak mencoba menuntaskan cara mengeksperesikan pengetahuannya dalam sebuah komunikasi atau tindakan yang membantu ia menuntut kemana arah mana ia akan berkembang. Jadi dengan bahasa lisannya anak mencoba menunjukkan apa yang ia ketahui dan pahami secara naluri (AISYAH SARTIKA, 2018)

 Proses penguatan mental yang beragam dimunculkan pada anak  melalui kegiatan interaksi dengan beragam orang di sekitarnya menggunakannya secara mandiri. Vygotsky beranggapan fungsi mental yang lebih tinggi didasarkan pada bagaimana anak berinteraksi dengan teman dan orang dewasa di sekitarnya. Dalam pandangan Vygotsky anak akan berkomunikasi, bergerak, beraktivitas. Dalam konteks budaya secara bertahap dan berproses menguatkan diri untuk memilih cara, alat dan bahan untuk menyelesaikan kegiatan bermainnya. Dengan menggunakan bahasa, cara berpikir dan tehnik-tehnik yang dipahami anak menuntaskan kegiatan mainnya. Melalui interaksi ini bagaimana karakter dan keterampilan anak mengkristal (AISYAH SARTIKA, 2018)

Anak-anak berpikir sesuai dengan pembiasan dan pola asuh yang diterima anak melalui cara mereka.  Dari apa yang anak dengar, lihat dan rasakan ia tuangkan dan ekspresikan dalam beragam cara. Beberapakali mereka merubah cara dan alat yang digunakan untuk terus menyempurnakan apa yang ingin mereka capai. Teori Vygotsky mengandung kesesuaian dengan landasan teori konstruksivisme. Berdasarkan proses internalisasi anak akan menyesuaikan gagasan dan tehnik bermainnya secara mandiri. (Aisyah Sartika, 2018)

Anak dapat menuntaskan bermain yang lebih menantang dangan dukungan orang dewasa dan teman sebaya disekitrnya yang lebih paham. Saat ini anak berada pada tahapan perkembangan potensial. Secara bertahap anak akan terus mencoba secara mandiri apa yang ia dapatkan dari dukungan sekelilingnya, hingga ia benar-benar dapat secara mandiri menuntaskannya, sehingga saat ini capaian perkembangan kompeten  (Aisyah Sartika, 2018)

Dengan tantangan yang bertahap semakin sulit meningkatkan capaian kognitif anak. Kembali anak akan butuh bantuan dahulu orang yang lebih aham dilingkungannya sebelum ia dapat menyelesaikan tantangan secara mandiri. (Aisyah Sartika, 2018)

Susunan berulang, pemilihan beragam tindakan atas suatu benda, rangkaian kerja terstruktur dan kegiatan seolah menjadi sesuatu akan terjadi saat anak melakukan kegiatan dengan menggunakan alat dan bahan bermain. Penataan lingkungan main anak-anak yang disusun guru terus di sesuaikan dengan tujuan kegiatan tentu akan menyediakan suasana baru dalam menemukan tantangan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang berbeda. Dengan bahan dan alat baru anak akan bermain pembangunan sebagai ekspresi ide dan gagasan yang berbeda sebagai bagian perubahan capaian pembelajarannya. Bermain kontruktif dengan mengekspresikan kemampuan tata ruang akan mencoba menggabungkan beberapa bentuk bagun ruang dalam suatu rangkaian tatanan bagian-bagain ruang yang indah. Saat itu anak akan mencoba mengekspresikan kepahaman akan beragam ruang. Anak akan membuat benda-benda disekitarnya terbangun menjadi sesuatu yang menyimbolkan suatu bentuk di luar karakteristik benda tersebut. Anak akan memaksimlakan imajinasinya dalam menyusun bentuk bentuk baru dari benda-benda ini dengan merangkai, menambahkan, meindahkan, menyusun dan menggabungkan dengan benda -benda lainnya. Terkadang imajinasi anak diluar akal dan pemikiran kita orang dewasa, tetapi saat diobservasi anak akan dapat menyampaikan alasan kenapa ia melakukan atau membuat itu. Kita dapat mengamati hal ini terjadi bukan saja saat anak bermain terpisah walau ada dekat teman lainnya tetapi juga saat mereka bermain bersama mengekspresikan apa yang ia lihat dari tingkah laku orang dewasa di sekitarnya dengan simbolik. (Forman, 2021)

Pada saat bermain anak melakukan interaksi dengan beragam orang yang memiliki pengetahuan dan keterampilan serta sikap yang berbeda. Saat itu anak akan mengaitkan dengan pengalaman bermainnya dan menganalisa apa yang dapat diterima lingkungan akan keberadaan dirinya dalam pandangan Vygotsky,(1978: 102).  Saat inilah kemampuan kognitifnya terus dikembangkan, dan melalui bermainlah kemapuan di atas rata-rata anak akan muncul, ini berbeda dengan sikap kesehariannya. Saat bermain anak akan membuat standar standar perilaku apa yang dapat ia lakukan.  Anak meniru apa yang dilakukan sekitarnya seolah dirinya ada mereka. Melalui bermain anak berproses belajar membuat desain atau rencana dengan mengasosiasikan pengetahuan sebelumnya yang dapat diterima lingkungan, kemuaidan ia tuangkan dalam ekspresi suara dan karyanya. (AISYAH SARTIKA, 2018)

Peran orang dewasa dan teman sebaya di seputar anak sangat dibutuhkan untuk mempercepat peningkatan capaian perkembangannya. Hal ini sesuai degan teori belajar, bahwa seseorang selalu belajar dari dukungan orang sekitarnya. Yang dikuatkan Vygotsky dalam ZPD serta dikutip oleh Moll (1993: 157) bahwa Zone of Proximal Development (ZPD) diartikan sebagai upaya memaksimalkan fungsi-fungsi tersebut yang belum matang, dalam proses pematangan. Sama seperti bakal buah yang akan terus dimatangkan oleh bantuan lingkungan seperti cuaca dan tindakan lingkungan. (AISYAH SARTIKA, 2018).

Vygotsky mengembangkan teori perkembangan sosiokultural dimana anak akan berkembang maksimal melalui hubungan aktivitas dan komunikasi serta pemikiran sesuai nilai budaya disekeliling anak saat bertumbuh dan berkembang. Menurut Vygotsky (1978: 57), setiap tonggak perkembangan anak terlihat dalam dua waktu yaitu saat anak berinteraksi dan saat anak menunjukkan siapa dirinya atau jati dirinya dalam menata dirinya saat berinteraksi. Dengan memnhami norma dan nilai agama dan budaya anak akan merangakai caranya berpikir memahami lingkungannya. Hal seusai dengan teori belajar konstruktivisme, diaman sekitar anak adalah potensi luar biasa meningkatkan cara berpikir anak secara maksimal. (Vygotsky, 1978: 88). Jadi bagaimana begitu pentingnya anak dapat bermain dan berinteraksi dengan lingkungan akan memaksimalkan perkembangan kognitifnya. (AISYAH SARTIKA, 2018).

Arti penting dalam teori Vygotsky (Slavin, 1997) ZPD dan dukungan jarak antara kemamapuan sebenarnya dengan kemampuan potensial dalam menyelesaikan problematika masalah. Selain itu dukungan adalah beberapa pertolongan bagi anak secara berangsur dipermulaan belajarnya, yang kemudian bertahap berkurang berpindah pada memberikan kesempatan pada mereka untuk menemukan sendiri bagimana menyelesaikan masalahnya sendiri. (Utami, 2016)

Pendapat Vygotsky terkait bermain terutama adalah bagaimana bermain membangun adalah mewujudkan daya khayal anak yang dibatasi oleh suatu kesepakatan (Wink & Putney, 2002). Dalam bermain membangun ini anak akan berhubungan dengan lingkungan social di sekitarnya. Dengan kata lain perkembangan berpikir anak akan difasiliatsi lingkungan sekitarnya dalam membangun pondasi mengenal lingkngan social di sekelilingnya.  Pada saat anak membangun sesuatu abiasanya akan dilanjutkan dengan bermain peran apa yang dapat dihadirkan di dalamnya baik di luar maupun di dlam ruangan.

Pendapat Vygotsky, bermain adalah self help tool yang tidak jarang mengaitkan anak secara otomatis pada perkembangan dirinya (Tedjasaputra, 2001: 10). Menurut  Vygotsky secara utuh bermain memiliki tugas meningkatkan kemamapuan berinteraksi dan mengatur emosi anak (Hasanah & Agung, 2019)

Bermain membangun pada anak-anak terjadi saat anak membangun sesuatu dan meniru sekelilinganya. Sesuai dengan pendapat Frobel permainan membangun adalah kegiatan yang mengembangkan kemampuan motoric halus anak seperti meronce, menggulung, menjahit, menyusun, atau merangkai (Roopnarine & Johnson 2005). Bermain dengan menyusun dan merangkai balok, membentuk pasir dan beragam cipta bentuk baru dari bentuk sebelumnya merupakan permainan membangun. Permaianan ini memberi kesempatan belajar menyeesaikan tugasnya hingga tuntas.  Bermain membangun juga akan melibatkan kemampuannya merubah bentuk dan fungsi suatu benda sesuai agagsan , kepahaman dan nalarnya (Puteh & Ali, 2016)

Dalam rangkaian kegitan membangun menurut Glasersfeld dibutuhkan beberapa kompetensi seperti: 1) kompetensi menghafal dan menyatakan kembali pengalamannya, 2) kompetensi membedakan dan mengenal persamaan, menentukan apa Langkah selanjutnya, 3) kompetensi memilih beragam peluang yang ada. Kompetensi tersusun dari beragam kesempatan berhubungan dengan lingkungannya melalui bermain (Komalasari, 2011). Kompetensi membedakan secara lebih spesifik dari unsur-unsur yang menjadi karakteristik khusus dengan membandingkan, mengelompokkan dan menyusun suatu pengetahuan.  Kemampuan memilih sesuatu yang dipandang lebih baik dari pilihan lainnya akan membentuk nilai dari pengalaman yang tersusun.

Cahyono (2010) menurut perspektif proses scaffolding atau dukungan yang diberikan oleh guru, bagaimana anak dapat menyampaikan apa yang ia pahami dan menalar pengetahun lama nya dengan pengetahuan barunya.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan penguasaan konsep anak yang sangat signifikan dalam pemahaman pengetahuan anak.

Makna Zona digunakan Vygotsky bukan satu titik, tetapi merupakan rentang rangkaian perubahan sikap, pengetahuan dan keterampilan yang berbeda. Bagaimana rentang perkembangan antara capaian potensial dan capaian sebenarnya dapat dimaskimalkan melalui dukungan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih paham yang ada disekelililingnya dengan lebih cepat. Bagaimana setiap kegiatan main yang anak lakukan baik pembiasaan mau aktivitas penguatan kognitif, bahasa dan social emosional anak akan terus meningkat dengan dukungan orang dewasa.  Dengan dukungan baik penyadiaan tempat main dalam penataan yang memfasilitasi beragam alat dan bahan yang apat anak gunakan bereksplorasi menuntaskan kegiatan mainnya, serta ide ide pemantik yang disampaikan guru akan memaksimalkan gasan mainnya terus berkembang secara maksimal.

Menurut Lev S. Vygotsky (1896-1934), bagaimana anak dapat mengekspresikan capaian perkembangan tertinggi adalah sat anak bermain seolah-olah ia menjadi siapa menggunakan benda benda yang dapat memiliki fungsi menyerupai atau sama. Saat bermain ini Vygotsky menegaskan bagaimana bermain seolah -olah akan menjadi lebih cepat membantu capaian perkembangan anak, Saat itu pendidik akan memotivasi anak auntuk terus mengmbangakan ide dan agagasan mainnya dengan sikap, pengetahuan dan keterampilan baru yang terangkai dalam kegiatan bermain seolah-olahnya. Jelas akan terlihat rentang capaian perkembangan saat anak bermain mandiri dangan anak bermain didukung dengan pijakan guru. Saat guru memberikan dukungan pijakan berupa motivasi atau pertanyaan yang membantu anak lebih dalam memahamai kegiatan mainnya akan membantu anak juga merangkai kepahamnnya yang mungkin masih terserak dan belum menjadi rangkaian kepahaman yang terstruktur dan sistematis (Smolucha & Smolucha, 2021)

Pendidikan Anak Usia Dini sebagai pendidikan yang pertama bagi anak. Pendidik harus dapat memahami betul bagaimana Teori ZPD ini akan membantu guru memilih strategi, tehnik dan cara yang berbeda untuk tiap anaknya. Anak dengan beragam pengalamn, lingkungan dan hasil turunan dari gen yang berbeda akan didukung guru menurut keunikannya. Kecepatan capaian tentu akan berbeda dari tiap anak, tergantung dari latar belakang siapa anak ini dan bagaimana pola asuh yang melatari tumbuh kembangnya. Komunikasi dan penggalian data awal anak menjadi dasar guru memberikan dukungan perkembangan anak baik sikap, pengetahuan dan keterampilannya. (Ahsyari, 2014)

Vygotsky mengatakan bahwa Zone of Proximal Development (ZPD) memastikan pendidik memiliki tugas yang sangat penting dalam membantu anak melalui pijakan main untuk dapat terus meningkatkan sikap, pengetahuan dan keterampilannya.  Kegiatan menjelajah dan uji coba anak dengan beragam kegiatan menggunakan beragam alat dan bahan akan berdampak langsung atau  tidak langsung pada anak melalui rangkaian penguatan komunikasi dalam bentuk pertanyaan yang mengajak anak menguatkan memukan rangkaian seba akbat atas Tindakan yang dilakukan anak. Saat itu pendidik akan melihat samapai sejauh mana capaian perkembangan terus tergali lebih dalam. Hal ini akan menjadi suatu proto polio kerja pendidik sebagai (1) pengembangan keprofesionalan melalui observasi, pengatan, tanya jawab, dokumentasi dan catatan ankdot yang kemudian di Analisa sejauh mana capaian anak dalam bermain pembangunan (2) dengan dukungan atau pijakan yang diberikan guru akan mempercepat peningkatan capaian perkembangan anak dan menjadi dasar perencanaan dukungan pendidik selanjutnya (3) seluruh rangkaian informasi yang guru temukan daro capaian perkembangan anak akan menjadi dasar perubahan mendasar dalam memfasilitasi sarana bermain selanjutnya

 Sehingga jelaslah mengapa PAUD menjadi pondasi bagaimana tumbuh kembang anak selanjutnya dapat membangun pola pikir, karakter. keterampilan sangat bergantung dari bagaimana yang ia terima di masa keemasannya. Anak mengenal belajar itu seoananjang atau beban tergantung apa yang ia dapatkan saat di PAUD. Fitrah sempurna anak belajar dan beriman dipengaruhi dari dukungan yang ia terima dari lingkungan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih paham disekelilingnya. Bearagm kegiatan mainnya menjadi bagian dari bagaimana ia memahami lingkungan sebagai modal bagaimana ia menyeelsaikan kehidupan di masa yang akan datang. (Ahsyari, 2014)

Menurut Vygotsky (1962, 1978), terdapat dua garis perkembangan yang berkaitan pada cara berpikir anak baik secara spontan maupun tidak spontan. Perkebangan spontan terjadi saat anak melakukan kegatan sendiri menuangkan ide dan gagasan kedalam alaur kegiatan main menggunakan bahan dan alat yang menurut anak dapat mempresentasikan menjadi sebiah karya atau kegiatan baru. Sedangkan perkembangan spontan adlah perkembangan yang terjadi pada anak saat ada guru atau orang dewasa lainnya membantu memberikan dukungan berupa pemntik munculnya ide dan agagasan anak. Anak akan mencoba mengaitkan ide dan gagasannyadalam sebuah karya coretan atau bangun ruang atau aktivitas yang  dapat diterima sesuai meurut nilai dan norma yang ada  dilingkungan.inilah yang dikatakan Vygotsky terkait rentang perkembangan yang dicaoai  anak antara capaian yang diekspresi pada kegiatan min mandiri sepeuhnya dengan bermain menggunakan dukungan guru atau orang dewasa (Adachi, 2021)

Dalam kajian  islam, dukungan  terhadap pendidikan anak usia dini (PAUD), semua  sikap, keterampilan dan pengetahuan akan maksimal dengan dukngan orang dewasa disekitarnya menguatkan pendapat Vygotsky terkait ZPD.  Kita orang dewasa memberikan kesempatan anak menentukan rencana main, keputusan-keputusan dan Analisa mainnya sendiri. Guru hanya memfasilislati dukungan main dengan penataan lingkungan dan dukungan verbal yang akan mengajak anak menaganalisa apa yang sebaiknya ia pertimbangkan dalam kegiatan mainnya.(Ahsyari, 2014).

KESIMPULAN

Dukungan yang dilakukan guru dan orang dewasa disekitarnya akan menjadi kekuatan besar dalam memfasilitasi anak usia dini mencapai seluruh aspek perkembangan dengan maksimal. Dengan penuh kecintaan bagaimana guru dapat memberikan dukungan bermain, sehigga anak selalu mendapatkan pengetahuan dan keterampilan baru untuk terus menguatkan bagaimana sikap terus menjadi lebih baik secara bertahap dan konsisten. Bagaimana dukungan bukan hanya dalam capaian kognitif tapi juga social emosional yang terlihat dari bahasa dan tindakan anak. Melalui bermainnya anak akan terus menemukan beragam hal dalam mengeksplor lingkungannya. Bagaimana melalui bermainnya seluruh capaian perkembangan anak menjadi maksimal dengan cara mereka temukan  dari apa yang dilakukan, dirasakan dan didengarnya. Dari lingkungan selama anak bermain dan berinteraksi dengan benda dan alat yang ada di kegiatan mainnya. Bagaimana lingkungan fisik baik lingkungan social dan lingkungan alam akan menjadi tempat anak bereksplorasi memahami dan mengambil sarinya untuk terus memperbaiki diri agar dapat doterima dilingkungannya. Dengan berkegiatan aktif beragam tantangan dan solusinya akan anak temukan secara mandiri. selain orang tua sebagai pemberi dukungan utama bagi anak untuk tumbuh dan berkembang secara maksimal. Bagaimaan perkembanganpotensinya secara berkesinambungan didukung orang dewasa di sekolah dan di rumah.melalui berbagai kegiatan main yang bermakna dan terus meningkatkan capaian sikap pengethauan dan keterampilannya.  Keragaman alat dan bahan dengan bahan yang ada dan bekaitan dengan keterampilan hidup akan semakin maksimal bagi tumbah kembang anak, Dari yang dilakukan, di dengar dan dirasakannya ia akan menalar terus pengetahuan lamanya. Dan menjadi sesuatu tindakan baru disertai kemampuan berbahasa dan bersosialiasai yang lebih baik. Interaksi dengan orang dewasa dan teman sebaya yang lebih tua memberikan kesempatan bagi anak-anak untuk menggunakan pengetahuan dan keterampilan yang tidak dapat digunakan ketika mereka sendirian. Pandangan sosialisasi ini sejalan dengan teori perkembangan kognitif Vygotsky. (Ahsyari, 2014)

REFERENSI

Abduh, M. (2017). Bermain dan Regulasi Diri (Kajian Teori Vygotsky). Surakarta: Universitas Muhammadiyah.

Adachi, M. (2021). The role of the adult in the child's early music socialization: A Vygotskian perspective. Visions of Research in Music Education, 16(5), 25.

Ahsyari, E. R. N. (2014). Kelelahan Emosional Dan Strategi Coping Pada Wanita Single Parent (Studi Kasus Single Parent Di Kabupaten Paser). Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi, 2(3).

AISYAH SARTIKA, N. (2018). PENGARUH PELATIHAN BERBASIS TEORI VYGOTSKY TERHADAP KOMPETENSI GURU SEBAGAI PEMBIMBING DI TAMAN KANAK-KANAK. UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA.

Forman, G. (2021). Constructive play. In Play from Birth to Twelve and Beyond (pp. 392--400). Routledge.

Hasanah, L., & Agung, S. (2019). Kemampuan Pengenalan Geometri Melalui Kegiatan Bermain Balok Anak Usia 5-6 Tahun. Jurnal Paud Agapedia, 2(2), 115--124.

Musfiroh, T. (2012). Teori dan konsep bermain. PAUD4201/Modul, 1, 1--44.

Nurhidayati, E. (2017). Pedagogi konstruktivisme dalam praksis pendidikan Indonesia. Indonesian Journal of Educational Counseling, 1(1), 1--14.

Puteh, S. N., & Ali, A. (2016). Pendekatan bermain dalam pengajaran bahasa dan literasi bagi pendidikan prasekolah. Jurnal Pendidikan Bahasa Melayu, 1(2), 1--16.

Smolucha, L., & Smolucha, F. (2021). Vygotsky's theory in-play: early childhood education. Early Child Development and Care, 191(7--8), 1041--1055.

Utami, I. G. A. L. P. (2016). Teori Konstruktivisme Dan Teori Sosiokultural: Aplikasi Dalam Pengajaranbahasa Inggris. Prasi: Jurnal Bahasa, Seni, Dan Pengajarannya, 11(01).

Wink, J., & Putney, L. G. (2002). A vision of Vygotsky. Allyn & Bacon.

Yus, A. (2013). Bermain sebagai kebutuhan dan strategi pengembangan diri anak. Jurnal Ilmiah Visi, 8(2), 153--158.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun