Mohon tunggu...
Laela Marifatul Hasanah
Laela Marifatul Hasanah Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Ilmu Politik Fakultas Komunikasi dan Sosial Politik UNSIQ

Jangan lihat siapa yang berbicara, tapi lihatlah apa yang dibicarakan.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kebijakan Luar Negeri Indonesia terhadap Perjanjian Pertahanan AUKUS

27 Desember 2022   22:46 Diperbarui: 27 Desember 2022   23:41 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Diakhir tahun 2020, negara-negara di dunia dikejutkan dengan munculnya AUKUS Defence Agreement. Lebih khusus lagi, pada 15 September 2020, Amerika Serikat mengumumkan kesimpulan dari Perjanjian Pertahanan AUKUS.

AUKUS sendiri merupakan singkatan dari tiga negara pendiri AUKUS, yaitu. Australia, Inggris Raya, dan Amerika Serikat. Ketiga negara sepakat menandatangani Perjanjian Pertahanan AUKUS untuk membatasi kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik.

Terbentuknya Perjanjian AUKUS yang diprakarsai oleh Amerika Serikat, Inggris Raya dan Australia menempatkan Indonesia pada persimpangan dua kekuatan besar. 

Pengamat militer Ade Muhammad mengatakan Inggris telah menegaskan tidak akan menerima posisi netral. Artinya, negara sekutu seperti Indonesia harus mendukung atau menentangnya, karena sikap nonblok justru dipandang sebagai musuh. "Indonesia memang sudah saatnya mengakhiri politik non-blok yang utopis dan tidak realistis dalam kondisi dunia yang semakin kompleks serta dinamis," ujarnya kepada Katadata, Jumat (17/9).

Tujuan dari Perjanjian Pertahanan AUKUS adalah untuk memperdalam kerja sama yang dicapai melalui integrasi ilmu pengetahuan, teknologi, basis industri dan rantai pasokan dalam hal keamanan dan pertahanan. Ketiga negara mengumumkan bahwa inisiatif pertama dalam program pertahanan adalah komitmen Amerika Serikat dan Inggris Raya untuk menyediakan armada kapal selam nuklir (SSN) kepada Australia.                                         

Menurut riset, Menteri Luar Negeri Indonesia, Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia menyatakan keprihatinannya atas pembentukan pakta pertahanan AUKUS. Hal ini karena pakta pertahanan AUKUS dinilai dapat meningkatkan ketegangan, proyeksi kekuatan, dan perlombaan senjata di kawasan Indo-pasifik. 

Selain itu, kerja sama ini tidak hanya berarti pembangunan kapal selam nuklir, tetapi juga kerja sama pertahanan dan keamanan di kawasan Indo-Pasifik. Kebangkitan China yang terus meningkat dipandang mampu meningkatkan ancaman regional, dan untuk menghentikan kekuatan China, Amerika Serikat membuat perjanjian pertahanan. Kesepakatan itu juga menandai pertama kalinya AS berbagi teknologi nuklir dengan sekutu selain Inggris.

Indonesia adalah negara di kawasan Indo-Pasifik. Dimana keberadaan AUKUS dianggap mengkhawatirkan dan dapat berimplikasi pada stabilitas keamanan Indonesia. Kecaman pertama datang langsung dari Presiden Joko Widodo pada KTT ASEAN-Australia 2021. 

Dalam pidatonya, Presiden Joko Widodo menyampaikan keprihatinan atas persaingan yang semakin ketat di kawasan. Ia juga mendesak Australia untuk tetap terbuka terhadap ASEAN untuk menjaga stabilitas, perdamaian dan kemakmuran di kawasan Indo-Pasifik.

Kemudian Indonesia melalui Menteri Luar Negeri Retno Marsud juga menekan Australia untuk mematuhi NPT dan hukum internasional. Pada acara Asia Society 2021, Menlu Retno menyoroti permasalahan yang ditimbulkan oleh Perjanjian Pertahanan AUKUS, seperti proyek persenjataan dan pembangkit listrik, yang dapat mengganggu stabilitas keamanan di kawasan Indo-Pasifik.

Pengamat militer dan pertahanan Indonesia Connie Rahakundini berpendapat lebih luas tentang perjanjian pertahanan AUKUS. Ia menjelaskan beberapa hal yang harus diperhatikan saat mendirikan AUKUS, misalnya kemungkinan bekerja sama dengan Five Eyes. Menurut laporan BBC, Five Eyes Alliance adalah kolaborasi yang memungkinkan lima negara demokrasi berbahasa Inggris, yaitu Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Australia, dan Selandia Baru, untuk berbagi informasi. Melalui Five Eyes Alliance, proses verifikasi, investigasi, inspeksi, dan deteksi terintegrasi langsung ke dalam sistem AUKUS.

Selain itu, ancaman lain yang juga muncul adalah infodemik. Kamus Merriam Webster mendefinisikan infodemik sebagai penyebaran informasi yang menyebar sangat cepat, terlepas dari kebenaran informasi tersebut. Connie menjelaskan, AUKUS didirikan sebagai layanan kontraintelijen berdasarkan penipuan dan penyebaran disinformasi di wilayah tersebut. "Mereka ingin melakukan kontra intelijen, mereka ingin melakukan kampanye, misalnya China mengancam," jelas Connie.

Kemudian ancaman selanjutnya adalah masalah pertahanan udara. Perjanjian Pertahanan AUKUS memungkinkan Amerika Serikat untuk mendirikan pangkalan angkatan udara di Australia. Hal ini menambah jumlah landasan terbang AS di kawasan Indo-Pasifik yang sebelumnya tersebar di beberapa negara, antara lain Jepang, Korea Selatan, Singapura, dan Guam.

Keberadaan AUKUS memungkinkan kapal selam nuklir dan aset militernya bergerak lebih bebas di dalam wilayah Indonesia. Hal ini dapat membahayakan stabilitas kawasan Indonesia. Selain itu, Indonesia merupakan negara anggota ASEAN dengan perjanjian yang disebut Bangkok Agreement. Perjanjian ini mencakup larangan penggunaan senjata nuklir di kawasan ASEAN.

Indonesia adalah negara dengan politik luar negeri bebas dan aktif. Gratis berarti gratis dalam definisi pengaturan. Sedangkan aktif berarti terlibat secara aktif dalam memelihara perdamaian dunia. Dalam politik luar negeri Indonesia, Indonesia selalu berada di tengah, tanpa ada keberpihakan.

Pasalnya, Perjanjian Pertahanan AUKUS berpotensi meningkatkan ketegangan, proyeksi kekuatan, dan perlombaan senjata di kawasan Indo-Pasifik. Selain itu, pada 27 Oktober 2021, Presiden Joko Widodo menyampaikan keprihatinannya atas kehadiran AUKUS di KTT ASEAN.

Presiden RI Joko Widodo mengatakan bahwa Indonesia tidak ingin menjadi negara kawasan yang menjadi tempat persenjataan dan menjadi perebutan kekuasaan antar negara besar. Karena bisa berimplikasi berbahaya bagi stabilitas keamanan kawasan.

Perjanjian Pertahanan AUKUS dibuat untuk menyeimbangkan kekuatan China di kawasan Indo-Pasifik. Namun, pembentukan AUKUS dapat mengganggu stabilitas kawasan. Memang, kehadiran AUKUS menjadi game changer, menghambat upaya Indonesia dan semakin menggerogoti prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.

Diplomat Indonesia Arif Havas menyarankan agar Indonesia menjadi "perantara" dengan mengadakan perjanjian tripartit baru dengan dua pihak (AUKUS dan China).

Dengan politik luar negeri Indonesia yang seperti ini, banyak tuntutan yang dilontarkan kepada Indonesia untuk bersikap netral dan tidak memihak. Namun secara realistis, hal ini dianggap sulit untuk diterapkan. Karena Indonesia tidak bisa menentukan arahnya. Selain itu, hal ini dapat membuat Indonesia menjadi negara lemah yang tidak dapat melihat arah masa depan keamanan regional. Indonesia harus bisa menentukan arah dan prioritasnya. Karena kedua kubu lebih baik daripada saingannya, mereka juga memiliki kecenderungan dan implikasi yang bertentangan untuk kawasan Indo-Pasifik.

Kedekatan militer Indonesia dan AUKUS tidak berarti dapat mengubah hubungan internasional dengan China. Karena sikap Indonesia pada dasarnya sejalan dengan kepentingan pertahanan negara. Di sisi lain, Indonesia masih dekat dan memiliki hubungan ekonomi yang baik dengan China. Oleh karena itu, dapat ditegaskan bahwa adanya berbagai kepentingan daerah tidak boleh menghalangi hubungan baik antar negara.

Dalam hal ini Indonesia dapat mengadopsinya secara netral, sehingga diuntungkan oleh dua pihak yang bertikai (AUKUS dan China) dalam dua bidang yaitu pertahanan dan ekonomi.
Dalam hal ini berarti politik luar negeri bebas aktif Indonesia masih berlaku, hanya implementasinya saja yang berbeda.

Direktur Jenderal Kementerian Luar Negeri Indonesia untuk Asia, Pasifik dan Afrika mengatakan Indonesia adalah negara pertama di kawasan yang mengingatkan Australia akan tanggung jawabnya untuk menjaga perdamaian dan keamanan. Indonesia juga menegaskan kembali kewajiban setiap negara untuk selalu menghormati dan mentaati hukum internasional yang berlaku. Namun, Indonesia tidak menjelaskan langkah selanjutnya dalam pernyataan tersebut. Tinggal respon dan sikap Indonesia sebagai negara anggota ASEAN dalam pembentukan AUKUS Defence Treaty. Bisa dipastikan sikap dan tindakan Indonesia akan berdampak signifikan terhadap negara-negara ASEAN lainnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun