Ramainya isu permasalahan yang terkait dengan ‘sengketa’ pulau Pasir telah menyita perhatian cukup banyak orang. Bukan hanya masyarakat Indonesia saja, melainkan juga masyarakat internasional, bahkan sederet nama negara lain jadi terbawa – bawa dalam arus ‘sengketa’ ini.
Pulau Pasir pertama kali ditemukan oleh Samuel Ashmore pada tahun 1811. Berkat penemuan itu, kawasan tersebut kini menyandang nama penemunya, Ashmore Reef.
Lokasi Pulau Pasir, NTT yang dikenal di Australia sebagai Ashmore Reef, kini menjadi bahan perdebatan. Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia (Kemenlu) memastikan Pulau Pasir adalah milik Australia. Hal itu disampaikan Dirjen Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri Abdul Kadir Jaelani menanggapi perdebatan kepemilikan Pulau Pasir.
Empat puluh tahun kemudian, sekitar tahun 1850-an, kawasan di sekitar Pulau Pasir digunakan sebagai tempat perburuan paus. Saat itulah kapal-kapal dari Amerika mulai berburu. Sejak tahun itu hingga abad ke-20, Pulau Pasir di sebelah barat digunakan sebagai kawasan pertambangan. Ternyata di sana ada sumber daya berupa fosfat. Pada tahun 1933, pulau itu disahkan sebagai wilayah Inggris di bawah Undang-Undang Penerimaan Cartier Ashmore.
Sembilan tahun kemudian, pada tahun 1942, kawasan itu diserahkan kepada Negara Bagian Australia Barat. Karena lokasinya yang dekat dengan Pulau Merah, para mantan nelayan masih beraktivitas di sana. Bahkan, beberapa makam orang Indonesia dimakamkan di sana. Sebagai tanggapan, Australia mentolerir kedatangan nelayan tradisional. Mereka datang untuk beristirahat atau sekadar mengunjungi makam leluhur mereka. Hal ini diatur dalam MOU (Memorandum of Understanding) yang ditandatangani pada tahun 1974.
Pemerintah Indonesia tidak mengklaim pulau ini tetapi membuat kesepakatan untuk mempertimbangkan kepentingan masyarakat NTT. Indonesia dan Australia menandatangani nota kesepahaman tentang hak-hak nelayan tradisional di NTT pada tahun 1974.
Nota Kesepahaman tersebut disempurnakan melalui kesepakatan pada tahun 1981 dan 1989. Berdasarkan kesepakatan tersebut, nelayan tradisional NTT dapat menangkap ikan di perairan sekitar Pulau Pasir dan pulau-pulau lain di kawasan itu.
Nelayan tradisional juga diizinkan mendarat di West Island di Ashmore Reef. Ini memungkinkan mereka untuk mengisi kembali air bersih, mengunjungi makam leluhur mereka, dan berlindung di laguna.
Australia yang mengklaim Pulau Pasir di bagian selatan Nusa Tenggara Timur (NTT) itu diperintahkan untuk segera pergi. Seorang warga bernama Ferdi Tanoni mengajak Kangurumaa pergi. Kehebohan seputar sengketa Pulau Pasir sudah berlangsung sejak tahun lalu.
Menurut Antara, pada 15 November 2021, Ferdi, Ketua Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB), meminta Australia memberikan bukti kepemilikan sah gugus Kepulauan Pasir. Ia mengaku sudah lama meminta Australia memberikan bukti kepemilikan pulau tersebut.
Menurut Dede Farhan Aulawi, sebagai Dewan Pakar di FBN Jabar dan Dewan Pakar Hubungan Internasional ICMI Pusat, apa yang mencuat dalam berbagai berita seputar informasi tentang sengketa Pulau Pasir atau Ashmore Reef beredar di media sosial setelah pemegang mandat hak ulayat masyarakat adat Laut Timor bernama Ferdi Tanoni, berencana menggugat Australia beberapa waktu lalu.
Ia berencana menggugat karena Australia dianggap mengklaim sepihak Gugusan Pulau Pasir. Ferdi pun mengeklaim bahwa Pulau Pasir masuk wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT).
Namun, Direktur Jendral Asia Pasifik dan Afrika Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Abdul Kadir Jailani, menyatakan Pulau Pasir di NTT memang milik Negara Kanguru. Hal itu disampaikan lewat akun Twitter, akjailani, Senin (24/10/20).
Terlepas dari cuitan Abdul Kadir Jailani, sebagaimana diketahui, Australia dulu memang diduduki Inggris, sedangkan Indonesia lebih lama dijajah Belanda. Dalam kadar tertentu, tak bisa dipungkiri warisan kolonialisme telah lestari mempengaruhi bentuk-bentuk kedaulatannegara sampai zaman digital ini.
Dalam geografi Australia, Pulau Pasir bernama Kepulauan Ashmore dan Cartier. Dulu, sebelum Indonesia merdeka, pulau karang dan pasir itu dimiliki Inggris.
“Pulau tersebut dimiliki oleh Inggris berdasarkan Ashmore and Cartier Acceptance Act, 1933, dan dimasukkanke dalam wilayah administrasi Negara Bagian Australia Barat pada 1942,” kata Abdul Kadir Jailani.
Selain itu, perundingan batas maritim antara Indonesia dengan Australia juga telah selesai dilaksanakan pada 1997.
Menurut hukum internasional, wilayah NKRI sebatas wilayah bekas Hindia Belanda. Pulau Pasir tidak termasuk dalam administrasi Hindia Belanda. Dengan demikian, Pulau Pasir tidak pernah masuk dalam wilayaj NKRI,” kata Abdul Kadir Jailani.
Pulau Pasir atau Kepulauan Ashmore dan Cartier tidak pernah masuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pasalnya, zaman dahulu kala, pulau itu tidak ikut dijajah Belanda.
Baik Hindia Belanda maupun Indonesia tidak memiliki wilayah Pulau Pasir sejak zaman penjajahan Belanda. Sand Island adalah bagian dari Inggris di bawah Ashmore and Cartier Acceptance Act 1933.
Namun, ada perbedaan pendapat bahwa pulau pasir itu milik Indonesia. Hal ini dibentuk oleh artefak-artefak peradaban bangsa Indonesia.
Sebelumnya, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Uno sempat membuat heboh Twitter terkait masalah ini. Ia menghakimi bahwa Pulau Pasir adalah milik Indbonesia, bukan milik Australia. Sandiaga Uno meminta agar Pulau Pasir dipertahankan. Pada Rabu, (26/10), Sandiaga Uno justru masih mengklaim Pulau Pasir.
“NKRI HARGA MATI!!! Setiap jengkal tanah di negara ini harus dipertahankan,apalagi destinasi wisata yang mendatangkan kesejahteraan, peluang, usaha, dan lapangan kerja bagi masyarakat Indonesia,” tulis Sandiaga Uno via Twitter resminya.
Berdasarkan informasi sejarah prakolonial atau prakolonial, Pulau Pasir merupakan Kawasan yang termasuk dalam kepulauan Indonesia. Pulau Pasir juga merupakan bagian dari Kawasan Perikanan Tradisional, bahkan bukan Pulau Pasir di kawasan Broom Australia, Kawasan Perikanan Tradisional Indonesia.
Orang Timor, Ambon, Makassar, dikenal di koloni sebagai nelayan dan pelaut yang terampil. Sejak Nota Kesepahaman antara Indonesia dan Australia pada tahun 1974, Australia secara langsung mengklaim Pulau Pasir sebagai miliknya.
Saat ini, sebagian masyarakat Indonesia baru menyadari bahwa ada yang dianggap "salah" dalam Nota Kesepahaman yang dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1974 lalu, dan kita harus berusaha untuk meluruskan dan mencabutnya. Ini adalah kesalahan bilateral antara Indonesia dan Australia yang perlu diperbaiki. Dalam Peta Rupabumi Indonesia oleh Badan Geospasial, bagian Pulau Pasir tidak dimasukkan ke territorial Indonesia. Sama halnya dengan peta Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). kesepakatan tentang penetapan batas Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) dan batas-batas laut tertentu serta tidak mengurangi hak tradisional nelayan Pulau Rote. Perjanjian yang diusulkan akan mengatasi batasan-batasan bahari antara Australia dan Indonesia di dalam area itu dimana batasan-batasan yang ada menyetujui dan memberikan Australia dengan keamanan yurisdiksi sumber daya lepas pantai di sebelah selatan batasan-batasan itu semua.
Persoalan terkait perbatasan ini sering menjadi perhatian karena beberapa faktor, termasuk faktor konsensus internasional bahwa perbatasan ditentukan oleh bekas jajahan. Padahal, sebelum penjajahan, masyarakat seringkali sudah menempati atau tinggal di kawasan tersebut.
Foto : Pulau Pasir atau Kepulauan Ashmore dan Cartier (Google Maps)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H