Bahkan kini setiap ruangan kosong berada temani bersamaku dalam kesunyian. Rumah saat kita berdua tinggal menyusuri setiap waktu dengan kenangan dan kesan yang bermakna.
Melihat kedua kaki aku kembali melangkah layu. Setiap tapak kaki berjalan sendu melewati tiap-tiap ruangan dalam rumah terasa hampa. Hidungku ini merasakan lirih hembusan napasmu serta aroma tubuhmu tersimpan dengan rapi. Kareem, suamiku penderitaanmu telah berakhir. Maka inikah yang harus kulalui? Langkah kakiku terhenti. Kedua bola mataku menyusuri kamar kita berdua. Bagaimana mungkin aku bisa tidak mengingat saat kita bersama, tersimpan dalam dengan erat sulit kulepaskan, belahan jiwaku, inginku bersahabat denganmu di hari tua. Namun pupuslah sudah.
Buku-buku yang sering kau baca kini berderet rapi di atas meja. Kupegang topimu perlahan, tidak kusangka aku rindu bagaimana engkau memakainya. Kareem, bagaimana kabarmu di sana? Semoga kau sekarang bisa beristirahat dengan tenang. Setelah menderita begitu lama di dunia. Dan harus menelan berbagai obat pahit saat di rumah sakit.
. Semilir angin berhembus pelan memeluk tubuhku.  Haahh.... Bahkan tak lagi kudengar suara merdu darimu terdengar sejuk di telingaku. Tidak lagi aku melihat tubuhmu berjalan di ruangan ini dengan penuh percaya diri, membawa kita ke arah masa depan lebih baik. Wajahku kembali terpaku kepada hari itu. Hari yang tidak akan pernah aku lupakan. Foto pernikahan kita berdua. Mungkin saja aku ini memang bodoh saat aku menikah denganmu. Kata mereka  sia-sia. Kata mereka percuma.
Ya, semua memang benar. Tapi aku terlanjur mencintaimu. Bahkan selalu aku rawat dengan penuh kasih sayang tubuhmu yang ringkih, hatimu terkikis oleh keputusasaan, rasa sedih tak berkesudahan karena meninggalkan aku seorang diri. Miranti pernah melihat engkau berusaha tersenyum namun kepahitan menyusuri jiwa-jiwa itu.
Kita berdua saling mencintai namun pada akhirnya waktu memisahkan kita. Kepedihan yang mendalam ini sungguh menyakitkan. Mencintaimu dengan setulus hati atau membenci keputusan yang telah di buat oleh-Nya?
Aduh, ada apa ini? Kok rasanya perutku tidak enak. Tangan kiriku memegang kepala, pusing aku rasakan begitu sering akhir-akhir ini. Entah kenapa selama beberapa hari ini sering tubuhku mudah lelah. Lalu perut  ini, ya bahkan tidak jarang aku oleskan minyak kayu putih. Karena tidak tahan dengan mual aku rasakan. Sebaiknya diriku rebahan dahulu sementara di ranjang. Kepalaku telah menyentuh bantal. Hmm... Ada apakah ini? Sudahlah Miranti, relaks saja dahulu. Mungkin saja hanya masuk angin. Mataku terasa berat kantuk menerjang kepalaku. Tanpa ketahui apa yang akan terjadi kemudian.
Sepertinya aku sedang berdiri di suatu tempat. Bahkan bayangan gelap mengelilingi diriku bukan itu saja. Aku tidak tahu ini di mana. Tempat apa ini? Sekelilingku kabut berwarna putih dan kulihat tubuh seseorang. Hmm, harumnya. Aromanya tidak asing aku cium. Tunggu sebentar! Apakah mungkin terjadi? Wangi ini bukankah aroma bunga lavender? Bunga kesukaan Kareem. Lalu siapakah dirinya? Dia berjalan semakin dekat. Tampak dirinya sedang membawa dengan kedua tangannya.
Â
Akhirnya kita bertemu kembali." Senyumnya ceria. Kareem telah kembali seperti dahulu. Wajahnya kembali rupawan dan tubuhnya telah gagah lagi. Rasanya apakah mungkin ini terjadi? Lalu aku lihat sesuatu. Kedua mataku membelalak.
Aku masih belum terima kenyataan bisa berbicara denganmu lagi. Namun kenapa Kareem membawa seorang bayi dalam gendongannya? Kamu membawa bayi siapa?" Tanyaku penasaran. Kareem tersenyum sederhana. Â Menatapku kembali dengan penuh kasih sayang. "Namanya, Salsabila. Anak perempuan kita berdua. Satu-satunya yang telah aku tinggalkan bersamamu." Ucapnya. Dia memberikan bayinya kepadaku. Aku memperhatikannya dengan seksama. Apakah mungkin? Ini bayi kita berdua? Batinnya berkata.