Upaya Ahok ditolak DPRD melalui ketua Balegda M Taufik. Mereka mengusulkan agar angka kontribusi 15 persen tidak dicantumkan dalam raperda, tapi dalam peraturan gubernur dan tim eksekutif sebaliknya menolak. Setelah itu, muncul lagi usulan agar tambahan kontribusi dibuat dalam perjanjian kerjasama antara gubernur dengan pengembang sebesar 5 persen. Usulan ini ditunjukkan kepada Ahok dan direspon dengan disposisi bertuliskan, "Gila kalau seperti ini bisa pidana korupsi!" (7/4) -Detik.com. Lha, mengapa ia tidak sekalian nyatakan bahwa perjanjian preman yang dibuatnya juga merupakan tindak korupsi? Oo.. begini rupanya. Perjanjian preman itu dipaksakan termaktub dalam perda, sehingga berkekuatan hukum dan menghilangkan aroma illegal.
Pantas saja Ahok naik pitam ketika membaca pemberitaan Tempo seputar perjanjian terselubung itu dengan merilis pengakuan dari Ariesman Widjaja. Sebelumnya, ia juga tidak pernah terbuka mengungkapkan keberadaan perjanjian itu kepada publik. Ahok malah kelabakan meminta klarifikasi dari KPK mengenai informasi yang beredar. Bukankah seharusnya KPK yang bertanya kepada Ahok benar atau tidaknya perjanjian tersebut?
Hmm, lirik lagu Matta Band kayaknya cocok untuk mengiringi artikel ini.. Oo, kamu ketahuan!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H