Mohon tunggu...
Adhyatmoko
Adhyatmoko Mohon Tunggu... Lainnya - Warga

Profesional

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sumber Waras Dilidik, Proyek Reklamasi Disidik, KPK Bidik Ahok?

2 April 2016   16:54 Diperbarui: 4 April 2016   21:00 4262
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Batas proyek reklamasi Pulau G yang dikerjakan oleh PT Agung Podomoro Land Tbk melalui anak usahanya PT Muara Wisesa Samudra, Pluit, Jakarta, Kamis, 17 September 2015. (CNN Indonesia/Giras Pasopati)"][/caption]Sebagian publik geram dengan KPK yang dianggap tidak menunjukkan kejelasan sikap terkait kisruh pembelian lahan RS. Sumber Waras oleh Pemprov DKI. Tidak saja memakan waktu penyelidikan yang relatif lama, Pimpinan KPK seolah-olah mengeluarkan pernyataan yang kontra produktif meskipun puluhan saksi telah dimintai keterangan. Ada yang berprasangka lembaga anti-rasuah itu ‘dibeli’, ada pula yang mengira kekuasaan besar menyanderanya, dan tidak sedikit orang berpendapat bahwa KPK ‘tebang pilih’.

Segala kemungkinan bisa terjadi, tetapi membiarkan asumsi berkembang liar justru tidak konstruktif terhadap kritik dan harapan agar KPK berjalan secara obyektif. Bagaimanapun, KPK adalah lembaga penegak hukum yang suka atau tidak suka wajib diakui dan dihormati keberadaannya. Selagi semangat pemberantasan korupsi masih bergelora, siapapun yang merasakan mesti memiliki integritas untuk memperjuangkannya.

Begitu pula, saya termasuk pihak yang meragukan kepemimpinan baru KPK jilid IV sejak lolos seleksi di DPR. Setidaknya dua komisioner memberikan pandangan yang penuh tanda tanya besar menyoal revisi UU KPK. Sebut saja, Basaria Panjaitan dan Saut Situmorang. Masing-masing berlatar belakang kepolisian dan intelijen. Tanda tanya tersebut merupakan bagian dari skeptisisme rasional yang perlu saya jawab sendiri sesuai dengan fakta dan keadaan. Tak berselang lama, mereka kompak menolak revisi UU KPK yang berujung pelemahan.

"Oleh karena itu, saya datang bukan sendirian, enggak ada jaminan (KPK) jilid IV bisa berhasil, kalau paradigma kita nggak diubah," ujar Saut saat diskusi Polemik SindoTrijaya FM bertajuk 'KPK Jilid IV' di Warung Daun, Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (19/12/2015) - Sindonews.com.

Perubahan paradigma dari kepemimpinan baru KPK terlihat ketika mereka tengah menyusun road map pemberantasan korupsi dan bertukar pikiran dengan komisoner KPK sebelumnya. Mungkin model kepemimpinan yang kolektif-kolegial memicu perubahan itu atau atas dasar pertimbangan lain seperti pencitraan soliditas. Karena itu, masyarakat tidak boleh lengah untuk mengawal kinerja mereka. Keadilan niscaya membutuhkan orang-orang yang sadar hukum. Tetaplah menjadi pelita dalam kegelapan.

Kini, publik bertanya-tanya gerangan apa yang membuat salah satu pimpinan KPK, Alexander Marwata menegaskan bahwasanya niat jahat dalam pembelian lahan RS. Sumber Waras harus terungkap. Kegeraman publik yang tumbuh menjadi sikap apatis mungkin dilatarbelakangi oleh rekam jejaknya sebagai hakim tipikor. Ia pernah mengeluarkan dissenting opinion kepada terdakwa koruptor. Namun, menyimpulkan perkembangan sebuah kasus yang sedang diusut oleh KPK dengan semata-mata penilaian atas subyektivitas tidaklah tepat.

Penyelidikan KPK atas pembelian lahan RS. Sumber Waras seyogyanya diwawas secara obyektif. Pertama, penyelidik harus menemukan peristiwa pidana yang sedang diadukan. Kedua, penyelidik membutuhkan minimal dua alat bukti untuk menetapkan peristiwa pidana itu terindikasi korupsi, sehingga layak menaikkan status ke penyidikan. Ketiga, KPK tidak boleh gegabah untuk melakukan penyidikan karena tidak dapat mengeluarkan SP3.

Sebaliknya, pernyataan AM dapat dimaknai sebagai keseriusan KPK untuk mengusut dugaan pelanggaran dalam kasus Sumber Waras. Ingat, KPK menganut asas kepastian hukum dan akuntabilitas. Ada kehati-hatian agar penyidikan KPK tidak gugur di praperadilan dan pengadilan. Selain itu, KPK adalah lembaga negara yang wajib mempertanggungjawabkan kinerjanya kepada publik. Dalam hal ini, citra institusi penegak hukum dipertaruhkan. Lagipula, KPK tetap mengadakan penyelidikan yang berarti sudah menduga adanya pelanggaran.

Dengan mengungkap niat jahat, unsur perbuatan melawan hukum (tindak pidana) terbukti dan tidak sebatas pelanggaran administratif. Ini merupakan strategi penyidikan untuk meloloskan perkara hingga tahap pengadilan. Saya berpendapat KPK menghindar dari kontroversi delik korupsi, formil atau materiil dalam UU Pemberantasan Tipikor.

Jika unsur perbuatan pidana tidak terbukti dan hakim meyakini keuangan negara tidak dirugikan, terdakwa dibebaskan dari dakwaan jaksa. Dan, KPK bisa menjadi bulan-bulanan media. Tapi jika secara materiil tidak merugikan keuangan negara, KPK memiliki argumentasi hukum yang kuat secara formil bahwa telah terjadi tindak pidana korupsi.

Pun publik tak menyangka beberapa hari setelah pernyataan Alexander, KPK berhasil melancarkan operasi tangkap tangan anggota DPRD DKI, Sanusi selaku Ketua Komisi D yang membidangi pembangunan. Lewat pers release KPK, Laode M. Syarif mengungkapkan perkara korupsi yang menjerat Sanusi tergolong grand corruption karena melibatkan pengusaha swasta dan penyelenggara negara. Saut menambahkan, perkara itu menyibak keterlibatan pengusaha untuk mempengaruhi proses penyusunan peraturan daerah.

Bukan suatu kebetulan bahwa persoalan Sumber Waras dan proyek reklamasi di Teluk Jakarta menyinggung nama Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. Kedua persoalan bermuara pada kebijakannya selaku Gubernur DKI Jakarta. Ahok mendisposisikan penganggaran dana untuk pembelian lahan HGB Yayasan Kesehatan Sumber Waras dan ia juga yang memperpanjang izin prinsip reklamasi kepada PT Muara Wisesa Samudra, entitas anak PT Agung Podomoro Land Tbk. Izin pelaksanaan dikeluarkan melalui Surat Keputusan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 2238 Tahun 2014 tertanggal 23 Desember 2014. (Baca: Ahok Tikung Jokowi Izinkan Reklamasi Pantura)

Seperti diketahui, Sanusi tertangkap tangan di salah satu pusat perbelanjaan Jakarta Selatan karena diduga menerima suap dari Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land Tbk. sebesar 1,1 milyar. Penyuapan terkait pembahasan Raperda tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Provinsi DKI Jakarta dan Raperda tentang Rencana Kawasan Tata Ruang Kawasan Strategis Pantai Jakarta Utara.

Tidak tertutup kemungkinan KPK akan terus mengembangkan penyidikan sampai ke jajaran eksekutif (Pemprov DKI). Sebab, kebijakan perpanjangan izin prinsip reklamasi yang dikeluarkan oleh Ahok terjadi sebelum pembahasan kedua raperda tersebut. Padahal, izin reklamasi baru dapat diberikan jika ada tata zonasi laut dan tata ruang. Peraturan Presiden No. 122 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil menjelaskan tahapan yang harus dilalui oleh pejabat pemerintah sebelum menerbitkan izin reklamasi, misalnya izin lokasi dan AMDAL.

Perpres No. 122 itu diperkuat dengan UU No. 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas  Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tantang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil.

UU No. 1 Tahun 2014 pada Pasal 17 ayat (1) berbunyi,

“Izin Lokasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 ayat (1) diberikan berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP-3-K).”

Undang-undang juga mengamanatkan bahwa pemanfaatan kawasan strategis nasional seperti di pesisir Jakarta merupakan ranah kewenangan pemerintah pusat, yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Berkenaan dengan kebijakan nasional yang strategis dan berdampak luas, sewajarnya KPK mendahulukan penyidikan atas persengkongkolan jahat di balik proyek reklamasi Teluk Jakarta. KPK menciptakan preseden positif sekaligus efek pencegahan tindak pidana korupsi untuk proyek reklamasi di provinsi-provinsi lain.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun