Mohon tunggu...
labora hidayat
labora hidayat Mohon Tunggu... -

politic

Selanjutnya

Tutup

Politik

Kilang Terapung Hemat Rp 61 T, Lebih Untung Rp 100 T

17 Desember 2015   15:52 Diperbarui: 17 Desember 2015   15:59 178
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Sumber Gambar : Dokumen Pribadi"][/caption]

Pengolahan Liquified Natural Gas, atau biasa kita kenal dengan nama LNG (dalam bentuk akronim) di Indonesia belakangan ini menjadi polemik. Polemik pengolahan LNG diawali ketika Menko Maritim dan Sumber Daya, Rizal Ramli dan Forum Tujuh Tiga Institut Teknologi Bandung (Fortuga ITB) lebih setuju pengolahan LNG menggunakan metode kilang berbasis di darat (Onshore Liquified Natural Gas/OLNG), sedangkan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said, SKK Migas, dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) lebih suka pengolahan LNG berbasis di laut dengan menggunakan kilang terapung (Floating Liquified Natural Gas/FLNG).

Tiap metode pengolahan tentu ada sisi negatif dan positifnya, baik pengolahan LNG dengan menggunakan kilang terapung maupun pengolahan LNG menggunakan kilang darat. namun siapa sangka diatas semua polemik atas kedua metode ini, pengolahan LNG menggunakan metode kilang terapung atau FLNG jauh kebih banyak positifnya.

Jika dilihat dari segi ekonomis, Kilang apung digadang-gadang akan memberi keuntungan besar bagi Indonesia. Ditengarai, sekitar Rp 100 Triliun metode kilang apung akan untungkan Indonesia. Pembangunan kilang menggunakan metode FLNG sebesar USD 51,765 miliar versus OLNG sebesar USD 42,235 miliar. Terdapat selisih atau perbedaan pendapatan negara sebesar USD 9,440 miliar, dalam kurs rupiah sebesar Rp 127 triliun (Kurs Rp 13.500/USD 1).

Selain keuntungan dari pendapatan yang akan negara peroleh. Pengembangan lapangan Abadi Blok Masela juga lebih hemat. SKK Migas sebelumnya pernah mengungkapkan bahwa pengolahan LNG menggunakan kilang terapung lebih hemat Rp 61 Triliun.

Penghematan tersebut adalah karena, kilang terapung tidak memerlukan dua aspek penting yang harus ada di konsep pengolahan LNG menggunakan kilang berbasis di darat. Dua aspek yang bisa dihilangkan di konsep FLNG adalah : pengadaan instalasi jalur pipa gas dasar laut sepanjang 600 kilometer dan pembangunan stasiun penerima gas / kilang di darat seluas ratusan hektar.

Memang pengadaan kapal kilang terapung lebih mahal dibanding kilang darat namun jika diteliti lebih cermat, total investasi yang diperlukan kedua metode ini menjelaskan bahwa kilang apung akan lebih hemat

[caption caption="Sumber Gambar : Dokumen Pribadi"][/caption]

Jika dilihat dari segi ekonomis, kira-kira seperti itulah perbandingan kedua kilang tersebut. Namun bagaimana jika dilihat dari aspek pelestarian alam. Tentu kita bisa menebak jika kilang di darat akan lebih mengancam ekositem baik darat maupun laut.

Pembangunan kilang ratusan hektar tentu perlu membabat areal hutan dengan luas yang diperlukan untuk membangun fasilitas darat. Sedangkan sebagaimana kita ketahui, fasilitas kilang darat / OLNG ini rencananya akan dibangun di Pulau Yamdena yang menjadi bagian dari gugus Kepulauan Tanimbar.

Bagi yang belum tahu, Kepulauan Tanimbar merupakan rumah bagi 9 spesies khas (endemik) Tanimbar.

Sembilan spesies tersebut tergolong dalam kategori Unggas. Bisa dibayangkan, pembabatan hutan Pulau Yamdena tidak hanya mengancam kelangsungan dan kenyamanan hidup manusia yang hidup disana, tetapi juga flora dan fauna, termasuk 9 spesies unggas khas Tanimbar, yang berarti tidak ada di tempat lain (kecuali dipindahkan oleh manusia).

Selain itu metode OLNG juga membutuhkan pemasangan instalasi pipa dasar laut sepanjang 600 kilometer untuk menyalurkan gas ke fasilitas darat. Pemasangan pipa gas dasar laut ini jelas mengancam ekosistem terumbu karang yang ada di gugusan kepulauan Tanimbar.

Sebenarnya sah-sah saja eksploitasi minyak, gas, mineral di darat maupun lautan. Asalkan mendahulukan aspek keseimbangan alam di atas segala keuntungan keuangan. Gugus Kepulauan Tanimbar yang terdiri dari Pulau Yamdena, Pulau Selaru, Pulau Larat, Pulau Setu, Pulau Wuliaru dan sejumlah pulau kecil lainnya, merupakan salah satu areal Terumbu Karang penting di kawasan Indonesia Timur. Menjadi bagian dari jejaring ekosistem Terumbu Karang laut Banda dan berbatasan dengan jaringan Terumbu Karang Laut Arafura hingga ke Australia. Kawasan Indonesia hingga Australia memang kerap disebut kawasan Segitiga Emas Terumbu Karang.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun