Mohon tunggu...
Ale Majdi
Ale Majdi Mohon Tunggu... -

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ramadhan dan Momentum Menuju Perubahan Sosial

8 Juni 2016   02:25 Diperbarui: 8 Juni 2016   02:41 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Harus diakui kondisi Indonesia saat ini hampir pada semua aspek kehidupan sedang berada dalam situasi buruk, kritis, dan sarat dengan ketidakpastian. Banyak hal yang terbolak-balik, seperti kasus seorang guru perempuan yang dipenjara hanya gara-gara “menjewer” muridnya yang nakal, pembunuhan, pemerkosaan dan kekejian-kekejian lainnya semakin marak di setiap sudut negeri ini, praktik KKN (Korupsi Kolusi Nepotisme) yang juga tidak ada hentinya. Fenomena ini harus menjadi kesadaran kolektif semua komponen bangsa, khususnya yang memiliki kekuasaan. Selanjutnya, melalui hikmah dan momentum Ramadhan, kesadaran tersebut ditransformasikan ke dalam sikap dan perilaku yang serba baik. Kesadaran akan kekurangan, kealpaan dan kesalahan masa lampau harus melahirkan kesadaran untuk perbaikan dan penyempurnaan di masa kini dan masa depan. Apalagi, di bulan Ramadhan yang penuh dengan rahmat, maghfirah dan janji kebahagiaan dan kesejahteraan, seharusnya menjadi landasan dan momentum menuju perubahan melalui aktualisasi berbagai amalan Ramadhan.

Amalan dan ibadah di bulan suci ini begitu banyak, di antaranya telah disebutkan di atas. Jika dilihat dari segi teologis, pelaksanaan puasa menunjukkan ketaatan dan kepatuhan kepada Tuhan. Makna teologis ini terlihat jelas dalam ayat tentang kewajiban puasa Ramadhan:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa”.

Ayat di atas menunjukkan bahwa dengan berpuasa manusia akan mampu menggapai derajat kemanusiaan tertinggi. Itulah sebabnya, menurut Nabi ibadah puasa lebih berat dibandingkan dengan seluruh perang yang telah terjadi dan mungkin bahkan yang akan terjadi.

Meskipun demikian, ketakwaan sebagai substansi utama dalam pelaksanaan puasa, hanya akan bermakna jika diaktualisasikan dalam konteks sosial. Secara sosiologis, ibadah puasa seharusnya dapat memberikan dampak pada munculnya sikap solidaritas dan kepekaan sosial. Jadi, pelaksanaan puasa di bulan Ramadhan hanya akan memiliki nilai ketakwaan, jika makna teologis puasa tersebut ditransformasikan menuju realitas sosial.

Dapat diambil contoh dalam bidang sosial-ekonomi, ibadah puasa harus menjadikan setiap pelakunya mampu melihat dan tergerak untuk mengentaskan kemiskinan. Sebab, tanpa ada kesadaran seperti itu, maka ibadah puasa selama satu bulan penuh tersebut hanya menjadi kesalehan individual semata, tanpa munculnya kesalehan yang lebih kolektif atau kesalehan sosial.

Kemudian di bidang politik, pelaksanaan puasa harus dapat menelurkan pribadi-pribadi muslim yang peka terhadap persoalan yang dihadapi oleh masyarakat di sekitarnya, serta mengubah pribadi muslim menjadi seseorang yang mampu menahan dan mengekang dirinya dari tindakan yang semata-mata hanya demi kepentingan sendiri dan kelompoknya.

Jika ibadah puasa ternyata tidak mampu menimbulkan perubahan sosial, memunculkan pribadi-pribadi muslim yang memiliki kepekaan dan solidaritas sosial, maka konsekuensinya adalah puasa hanya sebagai ajang menahan lapar dan dahaga saja. Rasulullah bersabda, yang artinya: “Betapa banyak orang yang berpuasa, yang diperolehnya dari puasa itu hanya lapar dan dahaga saja.” (HR. Thabrani dan Ibn Khuzaimah). Oleh karena itu, agar ibadah puasa dapat memberikan manfaat dan hikmah, maka pelaksanaanya harus secara benar dan baik sesuai dengan tuntunan yang dicontohkan oleh Rasulullah.

Begitu banyak riwayat-riwayat yang menyatakan bahwa Rasulullah selain berpuasa, juga melakukan amalan dan ibadah lainnya, yang sebetulnya telah disinggung di atas. Amalan-amalan ibadah, seperti qiyamu ramadhan, tadarrus/tilawah, I’tikaf, dan zakat fitrah adalah mutlak untuk dilaksanakan jikalau ingin ibadah puasa selama sebulan penuh dapat memiliki manfaat dan hikmah, baik bagi individu maupun kolektif atau sosial.

Manfaat dan Hikmah Puasa bagi Kehidupan Sosial

Telah disinggung sebelumnya bahwa ibadah puasa yang sesungguhnya adalah pelaksanaan ibadah puasa yang menghasilkan manfaat dan hikmah, baik bagi individu seperti munculnya sikap solidaritas sosial dan kepekaan sosial, maupun bagi kolektif/sosial seperti ditandai dengan perubahan sosial di masayarakat. Meskipun begitu, hal tersebut akan tercipta jika puasa yang dijalani mengikuti dan sesuai dengan tuntunan Rasulullah. untuk lebih jelas, dapat dibagi menjadi beberapa poin, hikmah dan manfaat dari pelaksanaan puasa yang sangat penting dan relevan bagi kehidupan sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun