Malam itu, membuatnya panik, beberapa orang bertindak beringas. Enam krat minuman ringannya dirampas dan dilemparkan ke jalan. Pintunya sempat ditendang seseorang. Tak ada ganti rugi.
“Pasang bendera bu!” teriak seseorang kepadanya. Melihat orang yang menendang pintu warungnya, ia pun spontan menjawab, ”Saya orang Betawi, saya orang Betawi,” kata dia. Ia tidak tahu maksud perintah orang tersebut memasang bendera.
Padahal dia bukanlah orang Betawi, tapi orang Jawa. Sebelumnya beredar isu akan ada penyerangan orang-orang Betawi yang tergabung dalam Forkabi ke tempat Endid tewas. Namun, dari ratusan orang yang datang, tak dijumpainya bendera identitas Forkabi.
Entah dari mana berawal, seseorang diantara massa telah melemparkan sebuah botol berisi minyak yang telah disulut api ke atas lapak-lapak Madura itu. Api menjalar dalam tempo cepat: 42 kios dan 5 mobil ludes terbakar. Listrik padam sampai keesokan paginya: kira 16 jam listrik padam. Ada beberapa kawat (konduktor) putus terkena jilatan api. Lapak-lapak itu memang tepat berada di bawah Sutet.
Mobil pemadam kebakaran didatangkan. Ada kira 13 mobil brandware menuju lokasi. Tak ada satu pun berani masuk, melihat massa menumpuk di titik kejadian. Lapak-lapak terburu menjadi debu dan penuh jelaga. Petugas pemadam baru kelar sekitar jam 3, Senin (31/5) dini hari.
Sinto mengatakan baru kali ini kerusuhan seperti itu terjadi. Sebelumnya, meski di situ banyak orang Madura tak pernah ada keributan. Ia menolak keributan itu karena sentimentil etnis. “Saya tak tahu pastinya, tapi ini sedikit kesalahpahaman,” ujarnya.
Walikota Jakarta Barat, Djoko Ramadhan pun mempertemukan dua belah pihak yang bertikai. Mereka sepakat berdamai, sehari setelah kejadian di Gedung Pemerintahan Kota Jakarta Barat. Kesepakatan damai itu disaksikan selain Djoko, juga Komandan Kodim 0503/Jakarta Barat Letnan Kolonel Kav Eko Susety, dan Kapolres Metro Jakarta Barat, Kombes Pol Kamil Razak.
Dari pihak yang bertikai – kelompok warga Madura diwakili oleh Haji Halim, Haji Nur, Haji Naskur. Sementara dari pihak Forkabi antara lain, KH Mahfud Asirun, KH Nukman Nuhasim dan Sekjend Forkabi, Haji Latif. "Tolong mas, ini bukan pertengkaran antar etnis,” tutur Kepala Seksi Humas Pemkot Jakbar kepada saya.
Sinto membetulkan sandarannya. Badan dan perutnya besar, membuatnya kesulitan melayani saya berbicara dengan posisi tegap. Ia lebih nyaman bersandar di kursi yang lebih kelihatan seperti tidur itu. Sinto menjelaskan, tanah tempat warga Madura itu sebelumnya milik warga sekitar, juga sebagian milik PT Bina Marga. Sekira 1,5 hektar luasnya. Ada sebanyak 300 orang Madura sudah lama menghuni di situ selama kurang lebih 15 tahun. Selama itu tak pernah ada sekalipun bentrok. “Rukun-rukun saja,” kata dia.
Diakuinya, memang orang Madura kelihatan maju perekonomiannya, boleh dibilang sukses. “Terbukti ada mobil-mobil di situ,” kata dia.
Sinto tak tahu menahu kenapa orang Madura itu boleh mendirikan bangunan di bawah Sutet. Apalagi di situ juga terdapat saluran air yang dibuat Dinas Pekerjaan Umum. Sekira 1500 meter x 3 meter, dengan kedalaman 2 meter. Saluran air mentok di bawah lapak-lapak itu. “Menurut informasi bahkan ada yang dibuat septic tank,” tutur dia.