Hal ini seringkali memicu adanya tumpang tindih hak kepemilikan tanah. Berdasarkan referensi, proyek pembangunan pabrik tersebut sudah direncanakan sejak tahun 2000-an, yang artinya pemerintah mempunyai banyak waktu untuk mematangkan rencana tersebut. Dengan terjadinya kericuhan seperti sekarang, menunjukkan bahwa pemerintah kurang cekatan dalam melakukan perencanaan pembangunan dalam pemanfaatan lahan di Pulau Rempang tersebut.
Saat ini masyarakat yang terdampak maupun tidak terdampak sedang sensitif, karena beranggapan bahwa pemerintah tidak memikirkan rakyat kecil dan lebih berpihak pada investor asing. Hal ini dibuktikan dengan Komnas HAM yang meminta pemerintah untuk mempertimbangkan relokasi kampung tua di Pulau Rempang tersebut.
Padahal semua wilayah Batam direncanakan akan menjadi milik pemerintah dibawah pengelolaan BP Batam, yang ditandai dengan BP Batam diberi Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Dalam hal ini, pemerintah berkeinginan untuk memajukan kota Batam, namun dikarenakan pengetahuan masyarakat yang kurang menyebabkan berbagai informasi yang salah sehingga memicu adanya kerusuhan. Maka dari itu pemerintah harus dengan hati-hati dan mempertimbangkan kembali jalan keluar untuk menyelesaikan permasalahan sengketa tanah di Pulau Rempang.
Sebaiknya pemerintah melakukan negoisasi kembali dengan masyarakat yang terdamak, sehingga proses relokasi dapat berjalan dengan baik tanpa adanya kericuhan kembali.
Ikuti terus update opini kebijakan dari kami dengan mengikuti akun kompasiana LA2KPUINSGD dan juga mengikuti kami di instagram dengan menekan tautan berikut https://www.instagram.com/ap_uinbdg/
Referensi:
https://www.youtube.com/watch?v=x9OZ9Zw8Egg