Teori Struktural Fungsional Emile Durkheim
Teori fungsionalisme muncul dari konsep yang diperkenalkan oleh Emile Durkheim, yang terinspirasi oleh pemikiran Auguste Comte dan Herbert Spencer. Comte membawa konsep analogi organismik yang kemudian diperluas oleh Herbert Spencer melalui perbandingan dan pencarian kesamaan antara masyarakat dan organisme. Perkembangan ini kemudian evolusi menjadi apa yang dikenal sebagai requisite functionalism, menjadi panduan untuk analisis substantif Spencer dan mendorong perkembangan analisis fungsional.
Durkheim menyatakan bahwa masyarakat merupakan suatu kesatuan yang terdiri dari bagian-bagian yang dibedakan. Bagian-bagian dalam sistem tersebut memiliki fungsi unik yang berkontribusi pada keseimbangan sistem. Interdependensi dan fungsionalitas saling terkait antar bagian, sehingga ketidakberfungsian salah satu dapat mengganggu keseimbangan sistem. Kontribusi pemikiran ini oleh Durkheim memengaruhi teori Parsons dan Merton tentang struktural fungsional. Antropologis fungsional seperti Malinowski dan Radcliffe Brown juga turut membentuk berbagai perspektif fungsional modern. Durkheim juga menekankan bahwa masyarakat tidak hanya merupakan jumlah dari seluruh elemennya. Dalam karyanya "Pembagian Kerja dalam Masyarakat," Durkheim meneliti bagaimana tatanan sosial dipertahankan di berbagai masyarakat, terfokus pada peran pembagian kerja dan perbedaannya antara masyarakat tradisional dan modern. Ia berpendapat bahwa masyarakat tradisional bersifat 'mekanis' dan bersatu karena kesamaan, sementara masyarakat modern bersifat 'organik' dengan keberagaman peran dan ketergantungan yang kompleks.
Dalam masyarakat tradisional, Durkheim berpendapat bahwa kesadaran kolektif sepenuhnya mencakup kesadaran individual, dengan norma-norma sosial yang kuat dan regulasi perilaku sosial yang terorganisir. Sebaliknya, dalam masyarakat modern, kompleksitas pembagian kerja menghasilkan solidaritas 'organik'. Adanya spesialisasi yang beragam dalam pekerjaan dan peran sosial menciptakan ketergantungan antarindividu, karena mereka tidak lagi dapat memenuhi seluruh kebutuhan sendiri. Contohnya, dalam masyarakat 'mekanis', petani hidup secara mandiri dan terhubung oleh warisan dan pekerjaan yang serupa. Di sisi lain, dalam masyarakat 'organik' yang modern, pekerja mendapatkan gaji dan harus bergantung pada spesialis dalam berbagai produk seperti bahan makanan dan pakaian. Akibat dari pembagian kerja yang semakin kompleks ini, Durkheim menyatakan bahwa kesadaran individual berkembang secara berbeda dari kesadaran kolektif, sering kali menimbulkan konflik di antara keduanya.
Tata Kelola Masyarakat Kampung NagaÂ
Kampung Naga merupakan kampung yang berada di wilayah Desa Neglasari Kecamatan Salawu Kabupaten Tasikmalaya. Di Kampung Naga, pengelolaan nya menerapkan sistem dualisme di mana terdapat dua pemimpin yang bertanggung jawab atas tugas dan fungsi yang berbeda, yakni kepemimpinan adat yang dipimpin oleh kuncen, dan kepemimpinan formal yang mencakup Kepala Desa, Ketua Rukun Tetangga (RT), dan Rukun Warga (RW).
Kuncen, sebagai pemimpin adat, memimpin kehidupan sehari-hari masyarakat melalui pengelolaan adat. Dalam tugasnya, kuncen diberikan dukungan oleh lebe dan punduh. Lebe memiliki peran sebagai pelaksana teknis upacara perkawinan, kematian, dan memberikan bantuan pada tugas kuncen jika diperlukan. Punduh juga berperan sebagai asisten untuk kuncen dalam urusan berinteraksi dengan masyarakat di luar Kampung, termasuk tanggung jawabnya terkait hubungan dengan pemerintah dan menyambut tamu dari luar Kampung. Proses pemilihan kuncen didasarkan pada sistem status yang ditentukan secara ascribed.
Sistem pemerintahan formal di masyarakat Kampung Naga mencakup kepala desa, kepala kampung (Kuwu), RW, dan RT. Penunjukan kepala pemerintahan dilakukan sesuai dengan prosedur yang ditetapkan oleh peraturan pemerintah. Terdapat dualisme kepemimpinan di Kampung Naga, namun hal ini tidak menimbulkan konflik peran karena adanya saling pengertian mengenai tugas dan wewenang. Peran Kuncen sebagai penjaga tradisi tetap dihormati dan diterapkan hingga saat ini. Bahkan dalam pemilihan pemandu tour Kampung Naga, restu dari Kuncen diperlukan, termasuk dalam pemilihan tempat menginap di mana ketua RT hanya menerima tamu jika sudah mendapat perintah dari Kuncen.
Setelah memeriksa Teori Struktural Fungsional Emile Durkheim, sejalan dengan Tata Kelola Masyarakat Kampung Naga, maka dapat ditemukan korelasi yang signifikan antara teori dan studi kasus. Adapun kolerasi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Konsep dualisme pengelolaan dalam masyarakat Kampung Naga mencerminkan adanya struktur yang berfungsi untuk menjaga keseimbangan dan integrasi. Hal ini sejalan dengan prinsip fungsionalisme, di mana bagian-bagian masyarakat memiliki peran yang saling mendukung.
2. Peran kuncen sebagai pemimpin adat menunjukkan fungsinya dalam mempertahankan tradisi dan nilai-nilai masyarakat. Ini sesuai dengan ide Durkheim mengenai pentingnya kesadaran kolektif dalam menjaga stabilitas sosial.
3. Penggunaan sistem ascribed status dalam pemilihan kuncen mencerminkan bagaimana struktur sosial dan peran pemimpin diwariskan secara turun-temurun, mendukung ide fungsionalisme mengenai peran yang dipegang oleh individu dalam menjaga fungsi masyarakat.
4. Adanya sikap saling pengertian antara pemimpin adat dan pemimpin formal menghindarkan konflik peran, mencerminkan prinsip fungsionalisme tentang pentingnya keseimbangan dan kerjasama antar bagian dalam masyarakat.
5. Sistem nilai dalam masyarakat Kampung Naga, yang tercermin dalam praktik-praktik adat dan nilai-nilai tradisional, mendukung pemeliharaan norma-norma sosial. Ini sesuai dengan pandangan Durkheim mengenai pentingnya norma-norma dalam menjaga integrasi sosial.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H