Mohon tunggu...
Kyon Asma
Kyon Asma Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

saya hanya suka keyboard laptop.\r\nvisit my blog here ---> www.kyonsroom.wordpress.com

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

41 Days, KKN UNHAS Gelombang 85 di Desa Tabaroge - Luwu Timur

9 Agustus 2013   11:14 Diperbarui: 24 Juni 2015   09:29 199
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Acara bobo’-bobo’ bareng sambil cerita horor di tengah kegelapan malam. Pokoknya tidak ada yang boleh tidur!

So nostalgic….

Pukul 4 sore, beberapa jam sebelum keberangkatan. Mobil pick up milik keluarga Ilham sudah stand by mengantarkan oleh-oleh dan koper ke jalan poros tempat bus menunggu.

Rencana kepulangan akan dimulai pukul 7 malam. Tidak tanggung-tanggung oleh-oleh dari Tabaroge. Kelapa muda 60 buah, 5 karung pisang raja, 1 karung jeruk nipis, entah berapa kantung besar semangka ranum, gula merah, dan Kacang Sembunyi. Benar-benar SATU PICK UP!!! Syukurlah, bus yang ditumpangi bukanlah bus AC. Menjelang buka puasa, saatnya berpamitan kepada warga Tabaroge….. Sungguh berat terasa ketika kaki melangkah menuju salah satu rumah warga. Rumah pertama adalah rumah Mama Eka. Dari kejauhan telah tampak di matanya belingan air mata. Tampaknya ia sudah menebak kedatangan kami ke sana adalah ingin berpamitan. Kutahan air mataku untuk tumpah. Singkat kami cium tangannya dan berlalu dalam senyum. Hanya kalimat singkat dari kordesku, “Terima kasih, bu…” Kaki gontai berjalan menuju rumah lainnya, tak terasa air mata kami mulai tumpah. Sempat lama kami terdiam di bawah rumah Mama Hasni hanya untuk menghapus air di mata. Kami pun bertemu dengan satu persatu ibu-ibu yang telah sangat akrab dengan kami selama 41 hari di Tabaroge. Rumah keempat, akhirnya kami berhenti. Melewati masjid dimana telah berkumpul warga lainnya. Mereka terlihat menanti kami sejak tadi. Tak kami hiraukan kami kembali ke rumah Ambo’. Lama kami terisak... satu persatu slide kenangan selama 41 hari tertumpah. Mulai sejak kami tiba hingga berada di ruangan itu. Kenangan di masjid, sekolah, rumah warga… semua teringat jelas dan rapi. Benakku, sungguh luar biasa warga di sini… kebersamaan dan kekeluargaannya sungguh merasuk hingga ke hati kami. Seorang gadis manis berkulit gelap, Fika. Datang dan langsung memelukku. Air mataku tumpah. Kuingat saat malam-malam ia datang kepadaku meminta diajarkan tips untuk wawancara masuk SMA yang sekarang ia tempati. Suasana semakin hening, hanya suara tangisan yang ada. Dua gadis kecil, Sara dan Tuti mulai terisak saat Ulfa memeluk mereka sambil memberi pesan terakhir. Tidak lama datang ibu dari Fika dan Tuti beriringan memeluk kami dan berlalu pergi sambil menahan air matanya. Tuhan, kami tidak pernah menyangka akan seberat ini meninggalkan Tabaroge. Kaki kami melangkah menuruni tangga rumah Ambo’. Perasaan kami mulai tenang. Bagaimanapun kami harus berpamitan baik-baik kepada semua warga yang telah menunggu kami di masjid. Kulihat semua mata tertuju kepada kami. “Ini akan menjadi buka puasa terakhir kita di Masjid Tabaroge,,” Kami memasuki masjid sambil tersenyum, kulihat mata merah ibu-ibu yang biasa kami panggil mama di sana. Diam. Kami duduk berbaur. Masih diam. Aku pun tidak sanggup mengucapkan kata-kata perpisahan maupun pesan kesan yang pantas saat itu. Rasanya mata yang tadi diusahakan kering akan berair kembali bila suara ini keluar.

CIMG1833
CIMG1833

Tanpa sadar, sebentar lagi akan berbuka. Menu hari ini adalah bakso dari rumah Ambo Sakka. Lekas ibu-ibu mulai menyirami mie dan kami mulai bergerak menyusun di tempat orang akan duduk.

CIMG1844
CIMG1844
CIMG1845
CIMG1845
Suasana terasa hikmat dan tidak begitu riuh seperti buka puasa yang dulu. Apakah karena kami akan pulang? Aku hanya terdiam mengamati suasana sambil menikmati hidangan pabuka terakhir kami di sana. ‘Aku akan sangat merindukan suasana ini.’ Shalat maghrib dimulai. Menandakan perpisahan semakin dekat. Di bawah gerimis hujan dan minim pencahayaan, kami berpamitan. Satu persatu kusalami tangan-tangan orang terkasih. “Terima kasih…” hanya itu yang mampu keluar dari bibir kami yang mulai membiru. Kuterima semua pelukan hangat ibu yang telah mengasihi dan menyayangi kami selama kami mengabdi di sana. Motor yang akan mengantarkan kami ke poros telah siap. Kini hal yang paling berat.. Keluarga Ambo’. Kutengokkan kepalaku ke atas rumah Ambo’. Di sana sudah ada Kak Inda, Icha, Rio, Mama Ina (budes) dan Ambo’ (pakde). Argh… kuhela napasku panjang.. ‘haruskah?’ Orang pertama yang ingin kupeluk adalah ibu. Kupeluk erat budesku yang murah hati itu, disusul kedua sahabatku. Lama kami menangis mengingat semua canda tawa bersama ibu di dapur, Suara ibu yang membangunkan kami sahur, sosok ibu yang ngambek. Pikir kami, akan mendapatkan budes yang galak malah sebaliknya. Ah,.. menyenangkan sekali di sini. Satu persatu keluarga Ambo’ kami salami dan peluk. Pikirku, “Ini bukan akhir. Kami pasti masih berjodoh untuk bertemu….” Lama kordesku memeluk ambo’. Sejak Pertemuan penarikan tadi di Wotu, ambo sudah ingin menangis. Sekarang meski gelap, dapat kurasakan rasa haru yang dirasakan ambo’ dan ibu. Tak kuhitung berapa motor yang mengantarkan kami. Hujan semakin keras dan langit semakin gelap. Sepanjang jalan keluar dari Tabaroge kuingat kembali ketika malam hari kukendarai motor ambo’ melalui jalan yang sama itu. Bila kembali ke desa ini, pasti semua ini akan berubah. Entah berapa tahun lagi akan ada kesempatan. Mungkin kelak di sini sudah ada listrik. Mungkin mereka masih mengingat kami. Mungkin juga tidak. Aku hanya menginginkan yang terbaik untuk mereka. Sampai di poros, menaiki bus, kulihat Icha dan adikku yang lain menangis hebat. Sejak tadi tak henti ia bertanya sambil bercanda, “Sudah mau pulang?” sekarang kulihat perangainya yang benar-benar tidak rela. Di Tabaroge-lah pertama kali aku berbuka puasa di masjid. Di Tabaroge-lah aku merasakan membuat hidangan bersama warga desa untuk dimakan bersama saat buka. Di sini meskipun kami jauh dari keluarga, kami tetap merasakan suasana keluarga yang lebih kental. Di sini aku mendapatkan saudara yang selama ini tidak kumiliki. Aku juga mendapatkan om, tante dan nenek yang baik. Tak kuduga kknku akan bermakna seperti ini. Aku pasti akan merindukan masa-masa 41 hari ini. Banyak sekali pelajaran yang memperkaya diri di sini. KKN ini sudah sangat komplit bagi kami. Ada canda, tawa, tangis, pertengkaran, bahkan cinta..
Terima kasih untuk warga desa Tabaroge... semoga ada jodoh untuk bertemu kembali. Amin!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun