Awal bulan Juni kemarin saya menyempatkan diri mengikuti salah satu kegiatan pengabdian masyarakat yang diselenggarakan komunitas kampus. Kami mengunjungi salah satu sekolah dasar di desa Cimenyan, Jawa Barat. Kegiatan kami bermula dengan mengajak adik-adik Sekolah Dasar (selanjutnya disingkat SD) untuk upacara memperingati hari Pancasila, sosialisasi kebersihan lingkungan dan teambonding.
Pagi pukul 5.30 kami sudah berkumpul, harap-harap cemas khawatir kami tiba terlambat di sana, padahal hari ini akan ada upacara seperti biasa pukul 7 pagi, maka tentu tak pantas kami sebagai kakak-kakak tiba terlambat, hari ini momentum besar, mana boleh ngaret pikir kami. Setiba di sana, sungguh aneh sekolah dari luar tampak sepi, tidak ada aktivitas belajar seperti pada umumnya, jam sudah menunjuk pukul 6.45 menit. Awalnya kami berpikir mungkin semua sudah berkumpul di lapangan upacara, kami hampir telat, sungguh memalukan.
Saya dan tim bergegas turun dari kendaraan terburu-buru ke lapangan upacara. Langkah kami terhenti ketika melewati kantor guru. Terlihat sosok bapak ibu guru yang duduk-duduk santai masih sedang menyerumput kopi panas di pagi hari. Saat ditanyakan mengenai aktivitas sekolah, kami mendapati, anak-anak belum tiba di sekolah. Lapangan upacara pun kosong, hampah tak berpenghuni.
Pukul 7 pagi telah lewat, suasana sekolah masih lekang, hanya ada 3-5 siswa saja berlalu-lalang. Lantas dengan penasaran, saya bertanya kepada salah satu siswa kelas 3 SD.
"Adik biasa masuk sekolah jam berapa? Teman-temannya ke mana?", saya bertanya sambil menunduk.
"Biasa jam 8 atau jam 9 kak", jawabnya sambil tersenyum.
Saya kaget, sejak duduk di Taman Kanak-kanak (selanjutnya disingkat TK) dan SD, saya selalu dituntut tidak terlambat, masuk tepat waktu jam 7 pagi, pulang jam 12 siang. Ini di luar nalar saya. Saya coba bertanya lagi untuk mengupas rasa penasaran yang semakin runcing menusuk kepala.
“Biasa adik pulang jam berapa? Kamu kok pagi banget datangnya?”
“Gak apa-apa kalo datangnya terserah gitu ke sekolah????”
“Jam 11 kak.. abi mah piket kak, gak apa-apa kok, ga perna dimarahin”, jawabnya lugas dengan nada Sundanya yang masih kental dan tiba-tiba lari ke dalam kelas.
Saya yang tidak biasa atau apa, menjadi bingung seribu bingung. Ini pertama kalinya saya pernah menginjakkan kaki di sekolah yang 3 jam kegiatan belajarnya dan tidak ada aturan masuk tepat waktu ke sekolah. Pertanyaan selanjutnya lantas mereka belajar apa selama 2-3 jam dalam sehari?
Saya hampiri satu per satu siswa yang sudah mulai datang, dari yang kelas 3, kelas 4 dan 5. Informasi yang saya dapatkan, para siswa bebas datang jam berapa saja di pagi hari, ada kegiatan piket setiap hari dan bergilir antar siswa, waktu istirahat 15 menit, pulang jam 11 bagi kelas 1-3 dan jam 12 siang bagi kelas 4-6. Sabtu tidak kelas, minggu libur.
Padahal jika dikaji berdasarkan Kurikulum 2013, waktu sekolah anak SD adalah 30 jam dalam 1 minggu,dan jika dibagi 5 hari sekolah Senin-Jumat, maka siswa-siswi berhak memperoleh waktu belajar 6 jam per hari.
Dalam tulisan ini saya tidak akan membahas hak para siswa untuk memperoleh waktu belajar. Saya akan memelintir hal yang lebih kecil. Sepenggal cerita saya di atas mungkin hanya satu contoh saja begitu rendahnya kepedulian terhadap tepat waktu sejak kecil, menurut hemat saya pasti masih banyak-sekolah-sekolah dasar di Indonesia yang belum menerapkan pentingnya aturan tepat waktu masuk sekolah. Berkaitan dengan hal itu, lantas saya teringat dengan kata “ngaret”. Sering kali kita mendengar kata ngaret yang lekat di telinga saat kita tidak tepat waktu dengan berbagai alasan melatarbelakanginya.
Kecil dan sederhana namun sangat bermakna, ya itu lah waktu. Kadang terlupakan, kadang dicari bahkan disesali ketika sudah lewat. Apabila sejak SD saja anak-anak tidak dituntut untuk belajar datang tepat waktu, bagaimana mereka mau menghargai waktu? Saya suka dengan salah satu kutipan penulis dan pengusaha terkenal Michael Altshuler yang pernah berkata “The bad news is time flies. The good news isyou’re the pilot.” Waktu terus berjalan dan untungnya kita yang mengatur supaya waktu tersebut dapat bermanfaat.
Semua orang tahu waktu begitu penting dalam segala aspek kehidupan, oleh karenannya menghargai waktu adalah hal yang sangat penting bahkan sejak kecil misalnya dari SD. Seseorang bisa kehilangan pekerjaan karena ngaret datang ke wawancara pekerjaan, seorang dokter bisa kehilangan pasien jika tidak tepat waktu melakukan penanganan, bagi anak muda seperti saya, teman-teman pasti paham kita bisa kehilangan orang yang tercinta jika tidak pada waktunya mengutarakannya.
Waktu adalah uang,waktu adalah kesempatan, bahkan waktu sering kali menjadi parameter komitmen seseorang. Dengan menghargai waktu, waktu bahkan akan menjadi salah satu penentu akan jadi seperti apa anda kelak. Semoga dari tulisan ini bisa sedikit mengetuk para pembaca pentingnya waktu, terutama bagi para orang tua dan institusi pendidikan sudah mulai sejak dini mengajari kebiasaan tepat waktu dalam kehidupan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H