Mohon tunggu...
Mochammad RizkyMaulana
Mochammad RizkyMaulana Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

Saya adalah orang yang senang mengkaji fenomena di masyarakat melalui kacamata keilmuan.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Perlakuan Diskriminatif terhadap Penyandang Buta Warna untuk Memperoleh Pekerjaan dan Pendidikan

3 Januari 2024   19:39 Diperbarui: 3 Januari 2024   19:43 1371
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tes Buta Warna Sebagai Syarat Daftar Kuliah dan Recruitment Pekerjaan

Dalam mendaftar pendidikan maupun pekerjaan tentu tes kesehatan biasanya telah menjadi bagian dari serangkaian tes yang perlu dilalui oleh calon mahasiswa maupun calon pekerja yang mengikuti tahapan seleksi penerimaan mahasiswa baru maupun dalam mendaftar posisi bidang pekerjaan tertentu. ini tentunya menjadi suatu hal yang membuat para penyandang buta warna menjadi khawatir akan nasib dan masa depannya. selain itu pihak universitas maupun recruiter terkadang memberikan stigma negatif dan keliru terhadap penderita buta warna. mereka menganggap bahwa sebagian besar penderita buta warna tidak kapabel untuk melakukan beberpa bidang pekerjaan tertentu.

Buta Warna (Colorblind)

Banyak dari masyarakat yang menganggap bahwa penderita buta warna sama sekali tidak dapat melihat warna padahal tidak semua penderita buta warna menderita buta warna total.buta warna merupakan kondisi dimana mata tidak mampu melihat warna secara normal. ini mengakibatkan penderitanya memiliki penglihatan dengan akurasi warna yang kurang. sering disalah artikan bahwa penderita buta warna sama sekali tidak mengenali warna atau melihat dunia hanya dengan hitam dan putih. akan tetapi tidak demikian. kondisi penglihatan pada penderita buta warna berbeda-beda sesuai dengan jenisnya. penyakit ini merupakan penyakit yang diturunkan secara genetik. kondisi ini diakibatkan oleh sel-sel reseptor warna pada mata yang mengalami anomali sehingga penderitanya mengalami gangguan persepsi terhadap warna.  

buta warna secara umum dikategorikan ke dalam dua tipe yakni parsial dan total. pada buta warna parsial penderita masih bisa melihat warna, membedakan warna akan tetapi tidak se akurat penglihatan normal. buta warna parsial Mera-hijau dan Buta warna parsial merah-kuning.  oleh karena itu penderita buta warna parsial rata-rata tidak menyadari bahwa mereka buta warna karena mereka masih bisa melihat warna dan juga memori otak mereka sama sekali tidak menyimpan pengetahuan akan pandangan warna yang sesungguhnya sehingga mereka tidak mampu mengkomparasikan atau membandingkan penglihatan mereka sementara itu tipe buta warna total disebut sebagai buta warna monokromatik dimana pendertianya benar benar tidak mampu melihat warna

Tes Isihara Sebagai Metode dalam Mendeteksi Buta Warna

Tebak Pola Pada Gambar Diatas !
Tebak Pola Pada Gambar Diatas !

dalam mendiagnosa buta warna dokter biasayanya menggunakan tes ishara. ini merupakan metode yang paling umum dalam mendeteksi buta warna. dimana pada tes ini kita akan diberikan pertanyaan untuk dapat menjawab pola yang berupa angka atau gambar yang disamarkan pada dots-dots berwarna. umumnya penderita buta warna akan kesulitan atau bahkan tidak dapat menebak pola huruf atau angka pada dots-dots tersbut. dokter akan mendiagnosa buta warna ketika anda tidak berhasil dalam menemukan pola bentuk atau huruf dalam dots tersebut. dan dengan begitu anda tidak lolos seleksi kesehatan. 

Perlunya Regulasi dan Kepastian Hukum Untuk Melindungi Hak Para Penderita Buta Warna Sebagai bentuk Implementasi Hukum Progresif

dalam hal ini terkadang regulasi dan persyaratan seleksi sangatlah kaku bagi penderita buta warna  dimana para pendertia buta warna  terkadang kesulitan dalam mendaftar pekerjaan maupun pendidikan di dalam bidang-bidang tertentu. jika kita mengacu kepada konstitusi ini dapat dikaitkan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat (2) menyatakan bahwa setiap Warga Negara Indonesia berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.  hal ini mengingat bahwa penderita buta warna di dunia mencapai 2%-5% dengan propabilitas rasio 1:200 diantara perempuan dan laki laki. yang artinya bahwa laki-laki jauh lebih rentan menderita buta warna dibandingkan perempuan. dengan rasio tersebut kita dapat mengetahui bahwa laki-laki jauh lebih rentan terkena buta warna jika dibandingkan dengan perempuan. padahal jika melihat situasi di indonesia kita tahu bahwa mayoritas dalam keluarga yang menjadi penopang ekonomi primer adalah laki-laki untuk mencari nafkah. dengan melihat situasi ini tentu semakin urgent untuk kita dapat memperhatikan nasib dan masa depan bagi para penderita buta warna.  terlebih saat ini perkembangan sains dan teknologi telah menambah pengetahuan dan inovasi khususnya dalam mengatasi dan membantu penderita buta warna dalam melakkukan kegiatan sehari hari.

dalam teori hukum dikenal teori hukum progresif yang dikemukakan hole Prof.Satjipto Raharjo yang pada dasarnya mengatakan bahwa hukum untuk manusia bukan manusia untuk hukum. dimana tentu seharusnya perkembangan teknologi terkini dapat membuat presfektif baru bagi penderita buta warna. bahwa tentu dengan memanfaatkan teknologi kekurangan mereka dapat diatasi melalui alat bantu seperti kacamata enchroma. oleh karena itu sama halnya dengan inovasi teknologi di bidang kesehatan lainnya seperti. lasik untuk mengatasi dan menyembuhkan mata minus maupun kaca mata sebagai alat bantu penglihatan bagi orang yang memiliki masalah dengan penglihatan.

sudah semestinya hukum mengikuti perkembangan zaman dan kita perlu untuk mampu beradaptasi dengan kemajuan teknologi. sama artinya bahwa dengan perkembangan teknologi maka para penderita buta warna dapat terbantu dan mengatasi kekurangannya. oleh karena itu tidak ada salahnya untuk dapat memberikan kesempatan kepada mereka untuk dapat menunjukan potensi dan kompetensinya.

Penyandang Buta Warna Mendapatkan Rekor MURI Sebagai Pelukis Penyandang Buta warna Pertama

para penderita buta warna parsial dengan tingkat keparahan rendah terkadang mereka tidak memiliki kesulitan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. bahkan beberapa di antara mereka justru mampu berprofesi pada bidang yang melibatkan warna.

Peraih Rekor MURI sebagai Penyandang buta warna pertama yang menjadi pelukis.
Peraih Rekor MURI sebagai Penyandang buta warna pertama yang menjadi pelukis.

Muhammad kresna dutanya merupakan seorang penderita buta warna parsial  akan tetapi dia bisa menjadi seorang pelukis ditengah kondisi penglihatannya yang tidak dapat melihat warna merah-hijau dengan akurat. akan tetapi dengan kompetensi, bakat dan proses kresna berhasil untuk menjadi seorang pelukis. suatu profesi yang sangat tidak disangka-sangka digeleluti oleh sorang dengan penderita buta warna parsial. oleh karena itu ini membuktikan bahwa tes ishara saja tidak cukup untuk membuktikan bahwa seseorang tidak kompeten dalam bidang pekerjaannya. recruiter seharusnya menyadari bahwa yang seharusnya menjadi tolak ukur adalah kompetensi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun