Mohon tunggu...
Kwek Li Na
Kwek Li Na Mohon Tunggu... -

Tak ada yang istimewa dariku. Aku seperti kebanyakan orang. Ya…mungkin seperti SETETES AIR…ada dan tidak adanya aku, tak terlalu berarti.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Suara Hati

1 Mei 2012   02:49 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:53 139
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

PEREMPUAN RANTAU
: seorang yang sudah  berbagi kisah hidupnya

perempuan rantau

kulihat betapa keruh hatimu

melintas sungai nasib abu-abu

bukan saja raga dipagari aturan

juga hati senantiasa dirajam kerinduan

bekerudung doa  berenda cinta

merangkak di atas jalan takdir berbisa

kupahami makna di matamu yang bisu

harapan bergulung-gulung di balik bergumpal badai

kesabaran diuji beribu kenyataan serasa empedu

ketangkasan lahir dari kehidupan yang bergelombang

namun kau yakin keindahan bukan mimpi

ia ada setelah perjuangan usai

ia  bercahaya di atas air mata  ketegaran yang membatu

Baozhong, 7 Maret 2012

MEMBUKA HATI
:sahabatku

Di tarian detik, kita berdekap dengan sepasang kata. Perpisahan. Di sebuah pilihan yang tiba-tiba  mengantar kita ke keabadian yang senyap. Mengirim ngilu ke ulu hati. Mengantar kita ke kosongan yang panjang.

Andai ada yang bisa aku ubah. Aku memilih tak pernah mengenalmu. Sehingga tak mengenal cinta juga duka yang membuat bahagiaku runtuh.

Aku singgahi persimpangan ini, aku datang mengail kenyakinan. Meski akhirnya aku tahu, tak ada siapa-siapa di sini. Tak juga kau. Aku hanya datang memungut semua jejak. Lalu membuka hati dengan lapang. Menghembuskan segala luka  ke udara perlahan-lahan. Walau aku tahu, aku tetap tak  pernah kuasa membunuh setiap kenangan. Namun, aku akan melepas baju masalalu. Menuju hidup baru.

Baozhong, 27 April 2012

LAMPION HARAPAN
: sahabatku

Adakalanya, kau  memang tak kuasa. Menahan ingatan, untuk tak pernah kembali ke kenangan. Sekali pun telah kau bunuh dengan sumpah. Kau tutup pintunya. Di atas keyakinanmu. Kau kira masalalu telah kiamat. Lalu sepasang kakimu seperti  detik  ingin mengejar abad-abad menjauhi kisah pedih.

Dan kutemui hatimu. Berhanyut-hanyut pada kekosongan. Di atas pencarian yang entah. Pada sepi yang kau anggap lebih memahamimu. Sunyi-sunyimu membeku di atas waktu.

Meski telah kuceritakan padamu, di Alisan  keabadian sakura telah dilakoninya berabad-abad. Serupa lampion-lampion yang terus memanjat langit meski tak ia yakini bertemu tuhan. Namun hatimu tetap membatu.

Doa-doaku akan senantiasa leleh mengantar wangi dupa ke surga. Berharap langit mengirim keajabaiban. Menyembuhkan rasamu yang patah. Sehingga dukamu tak panjang. Lalu kulihat di matamu, cinta serupa bayi. Lahir di sana.

Baozhong, 19 April 2012

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun