Pagi-pagi sekali Paijo sudah bangun dari tidurnya. Terus mandi dan tidak lupa menggosok gigi. Serta keramas, buat Paijo keramas adalah sesuatu hal yang sakral, untuk menyambut hal-hal yang khusus saja Paijo baru mau keramas. Shampoo dirumahnya awet, sebotol shampoo bisa sampai setahun baru habis. Entah karena sakral atau Paijo memang pelit?.
Masih berbalut handuk. Paijo bersiul-siul didepan kaca. Paijo gembira menyambut datangnya hari. Karena hari ini adalah hari Pilkadut, hari Pemilihan Ketua Badut.
Walaupun bukan Paijo yang dicalonkan sebagai ketua tapi sebagai warga badut, Paijo menyambutnya dengan penuh antusias.
Baju batik lurik kesayangannya. Rambut klimis ala Urang Aring. Kumisnya ia rapikan persis pagar rumah di daerah menteng. Karena Paijo berharap, Ketua yang terpilih nanti akan membawa perubahan pada nasibnya. Hmm, sang ratu adil akan datang, Gusti Allah sudah berjanji. Begitu bisik hati Paijo.
*****
Sesampai dirumah Paitem. Paijo kesal melihat Paitem masih sarungan saja sambil memeluk "si gepeng" bantal guling setianya.
"Aku Golput aja, Mas. Lama-lama aku muak juga jadi badut!." Begitu alasan Paitem pada Paijo.
Karir badut Paitem memang tidak secemerlang Paijo. Paitem c.s. adalah badut-badut yang hanya menghibur anak-anak ketika ia merayakan Ulang Tahun.
Beda dengan Paijo c.s., ia biasa mangkal di Taman Mini.
"Sampeyan gak mau ada perubahan?." Tanya Paijo pada Paitem.
"Perubahan opo, Mas?. Memangnya kalau kita milih lantas nasib kita bisa berubah?. Dulu juga saya ikut nyoblos ya nasib saya tetap saja seperti ini."